Rabu, 13 November 2013

ARTIKEL

NILAI-NILAI RELIGIUS 
DALAM UNGKAPAN BAHASA BANJAR
Syaifullah, M.Pd

Abstrak
Kajian terhadap nilai-nilai moral yang terkandung dalam ungkapan bahasa Banjar ini menurut penulis  penting untuk dilakukan, karena dengan penelitian ini dapat menggali nilai-nilai budaya masyarakat Banjar dalam rangka memperkaya kebudayaan Nasional juga sebagai bahan penunjang dalam perencanaan atau kebijaksanaan yang menyangkut kebudayaan daerah Kalimantan Selatan. Disamping itu, penulis  ingin berpartisipasi melestarikan tradisi daerah yang berbentuk sastra lisan.  Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan nilai-nilai religius yang terdapat pada ungkapan bahasa Banjar.

Kata Kunci: Nilai, Religius, Bahasa Banjar

I.        Pendahuluan
A. Latar Belakang
Masyarakat Banjar kaya akan peribahasa dan ungkapan tradisional. Peribahasa yang tumbuh dan berkembang di dalam masyarakat Banjar ini adalah warisan turun temurun dari nenek moyang, dengan kata lain “Adat Pusaka“ yang dipegang oleh orang-orang Banjar. Dan “Pusaka Urang Bahari“ ini seharusnyalah kita pertahankan sampai “kamati”. Kalau kita lihat dalam arus perkembangan zaman ini, yaitu era “Globalisasi“, tentu sangat memperihatinkan. Sebab orang-orang Banjar sendiri telah melupakan Pusaka Urang Bahari.
Peribahasa dalam bahasa Banjar merupakan salah satu bagian dari bahasa sastra lisan yang telah dihasilkan oleh masyarakat Banjar pada masa lalu dengan berbagai bentuk dan keunikannya. Bahkan hingga saat ini pun masih banyak ditemukan dan dipergunakan oleh masyrakatnya dalam berbagai kesempatan tertentu (Effendi, 1993: 3). Ungkapan tradisional merupakan karya sastra lama dan termasuk jenis karya sastra lisan yang diwariskan oleh nenek moyang (orang tua dulu yang pandai berbahasa). Sedangkan keberadaan dari ungkapan tradisional itu sendiri, tidak hanya memberikan hiburan kepada para pendengar (masyarakat), akan tetapi lebih ditekankan pada penafsiran makna implisit yang lebih mendalam (nilai-nilai agung). Keagungan nilai-nilai ungkapan tradisional itu merupakan gambaran atau lukisan kehidupan manusia sehari-hari.  
Dalam bahasa Indonesia dikenal dengan perulangan berubah bunyi dan perulangan unik. Dalam ungkapan Banjar juga terdapat perulangan berubah bunyi. Misalnya,  pada kata-kata  berikut,  “adu asah” sama dengan beradu-adu  (sifatnya negatif ), adu domba. Contoh dalam kalimat,” Karana adu asah Si Udin, kami takalahi“ artinya Karena aduan Si Udin, kami jadi berkelahi. Makna dari ungkapan bahasa Banjar ini adalah nasihat yang diberikan kepada seseorang seharusnya juga berguna atau diamalkan bagi diri sendiri.
Orang Banjar dulu sering menggunakan nasihat ini untuk instrospeksi diri, terutama kepada generasi muda agar melakukan dulu suatu perkara sebelum berani menasihatkan kepada orang lain. Selain itu dalam ungkapan tersebut ada tersembunyi makna-makna dari segi kebahasaan tersebut agar dapat dipahami oleh pendengar. Bahasa Banjar merupakan salah satu bahasa daerah yang berada di Kalimantan digunakan sebagai alat komunikasi sesama masyarakat Banjar. Bila masyarakat Banjar berbicara sesama penuturnya maka akan terdengar sangat kontras bahwa bahasa Banjar memiliki dialek yang khas.
Dalam logat daerah terdapat ciri-ciri khas yang spesifik meliputi tekanan, turun-naiknya nada, panjang pendeknya bunyi bahasa membangun aksen yang berbeda-beda.  Maka dari itu pada penelitian ini yang akan digali adalah tentang  nilai-nilai moral ungkapan  dari bahasa Banjar yang dilakukan oleh orang Banjar dalam berkomunikasi.
Sedangkan penelitian ini khusus memaparkan tentang nilai-nilai moral yang ada dalam ungkapan bahasa Banjar, peneliti membuat tabulasi dan meneliti nilai-nilai moral yang ada pada ungkapan bahasa Banjar, mendata nilai moral dalam hubungan manusia dengan Tuhan.
Menyadari begitu besarnya pengaruh budaya dari luar, dan mulai memudarnya pengetahuan tentang peribahasa atau ungkapan Banjar, seiring dengan kemajuan zaman,  maka diupayakan penggalian dan pelestarian nilai-nilai budaya tradisional yang positip dan masih relevan dalam kehidupan moderen.
Berdasarkan uraian di atas, penulis merasa termotivasi untuk mengangkat ungkapan bahasa Banjar sebagai bahan utama dalam penelitian ini. Di samping itu, penulis ingin ikut serta dalam memelihara dan mengembangkan sastra lisan daerah Banjar, serta mengingat mengingat penduduk masyarakat Banjar adalah mayoritas beragama Islam.
Kajian terhadap nilai-nilai moral yang terkandung dalam ungkapan bahasa Banjar ini menurut penulis  penting untuk dilakukan, karena dengan penelitian ini dapat menggali nilai-nilai budaya masyarakat Banjar dalam rangka memperkaya kebudayaan Nasional juga sebagai bahan penunjang dalam perencanaan atau kebijaksanaan yang menyangkut kebudayaan daerah Kalimantan Selatan. Disamping itu, penulis  ingin berpartisipasi melestarikan tradisi daerah yang berbentuk sastra lisan. 
Melalui penelitian ini, peneliti berusaha untuk membuat dokumentasi tentang ungkapan bahasa Banjar ini sehingga dapat dipergunakan oleh para generasi muda untuk belajar kelak, dan juga untuk para pecinta sastra lisan yang ingin mempelajari bentuk ungkapan tradisional masyarakat Banjar.

B. Rumusan Masalah
Masalah yang diteliti dalam penelitian ini, yaitu:
Bagaimanakah gambaran nilai hubungan manusia dengan Tuhan yang terdapat dalam ungkapan bahasa  Banjar?
C.  Tujuan Penelitian
            Berdasarkan rumusan masalah, maka tujuan  penelitian ini ditujukan untuk   
mendeskripsikan nilai moral dalam hubungan manusia dengan Tuhan yang terdapat pada ungkapan bahasa Banjar.

D. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan deskripsi menyeluruh dan mendalam tentang nilai moral yang terkandung dalam ungkapan bahasa Banjar, sehingga hasilnya dapat difungsikan untuk keperluan teoritis dan praktis. Secara teoritis, hasil penelitian ini dapat dimanfaatkan untuk: menambah kajian atas khasanah ungkapan  bahasa Banjar dan memperluas penerapan teori nilai moral ungkapan  bahasa Banjar  pada umumnya. Sedangkan secara praktis hasil penelitian ini dapat dimanfaatkan untuk memperkaya pengetahuan tentang nilai moral ungkapan bahasa Banjar dan memperkaya bahan pengajaran nilai moral  yang terkandung dalam ungkapan bahasa Banjar dalam konteks muatan lokal di sekolah-sekolah.

II.   LANDASAN TEORI
A. Pengertian Nilai
            Menurut Arifin (1991: 80), pengertian nilai sastra adalah sesuatu yang penting atau hal-hal yang berguna bagi manusia atau kemanusiaan yang menjadi sumber ukuran dalam sebuah karya sastra.
Koentjaraningrat (1984: 25) mengatakan bahwa nilai budaya merupakan tingkat yang paling abstrak dari adat yang terdiri atas konsepsi-konsepsi, yang hidup dalam alam pikiran sebagian besar warga masyarakat, mengenai hal-halk yang harus mereka anggap amat bernilai dalam hidup. Karena itu suatu system nilai budaya biasanya berfungsi sebagai pedoman tertinggi bagi kelakuan manusia.
Lawang (1986: 13) pengertian nilai lebih dikaitkan dengan perilaku sosial. Ia mengatakan bahwa nilai adalah gambaran mengenai apa yang diinginkan, yang pantas, yang berharga, yang mempengaruhi perilaku sosial dari orang  yang memiliki nilai itu.
Nilai adalah konsep abstrak dalam diri manusia apa yang baik dan apa yang buruk (Faruk, 1994: 75). Nilai adalah sesuatu yang merupakan ukuran masyarakat untuk menentukan sikap seseorang terhadap sesuatu hal yang dianggap baik dan benar. Nilai yang dijunjung tinggi ini dijadikan norma untuk menentukan ciri-ciri manusia yang ingin dicapai dalam praktik pendidikan. Nilai yang diperoleh secara normatif bersumber dari norma masyarakat,norma filsafat dan pandangan hidup, bahkan juga dari dari keyakinan keagamaan yang dianut seseorang (Munip, 2004: 34).

B. Pengertian dan Hakikat Moral
            Istilah moral dilihat dari segi etimologis berasal dari bahasa latin mores yang artinya adat kebiasaan atau cara hidup. Kata  lain  yang memiliki arti yang sama dengan moral adalah etika yang berasal dari bahasa Yunani ethos  (Mulyana, 2004: 17). Bila kita membandingkan dengan arti kata ‘etika’ maka secara etimologis, kata ’etika’ sama dengan kata ‘moral’ karena kedua kata tersebut sama-sama mempunyai arti yaitu kebiasaan, adat. Dengan kata lain, kalau arti kata ’moral’ sama dengan kata ‘etika’, maka rumusan arti kata ‘moral’ adalah nilai-nilai dan norma-norma yang menjadi pegangan bagi seseorang atau suatu kelompok dalam mengatur tingkah lakunya. Sedangkan yang membedakan hanya bahasa asalnya saja yaitu ‘etika’ dari bahasa Yunani dan ‘moral’ dari bahasa Latin. Secara etimologis ‘etika’ adalah ajaran tentang baik buruk yang diterima umum tentang perbuatan. Pada hakekatnya ‘moral’ adalah ukuran-ukuran yang telah diterima oleh suatu komunitas, sedangkan ‘etika’ lebih dikaitkan dengan prinsip-prinsip yang dikembangkan pada suatu profesi (Istanto, 2007: 4).
Nilai moral adalah suatu bagian dari nilai, yaitu nilai yang menangani kelakuan baik atau buruk dari manusia.moral selalu berhubungan dengan nilai, tetapi tidak semua nilai adalah nilai moral. Moral berhubungan dengan kelakuan atau tindakan manusia. Nilai moral inilah yang lebih terkait dengan tingkah laku kehidupan kita sehari-hari. Nilai-nilai moral sangat penting untuk ditanamkan dalam kehidupan individu, bermasyarakat bahkan bernegara. 

C. Nilai Religi
Nilai religi adalah nilai-nilai yang berkaitan dengan keberadaan manusia dengan keberadaan Tuhan sebagai sang pencipta, serta hubungan manusia dengan kepercayaannya mengenai kekuatan-kekuatan, kebiasaan-kebiasaan yang terkadang di luar akal manusia, namun dilakukan masyarakat sebagai suatu ritual atau tradisi dalam kebudayaan.
Gie 2004: 109 lebih suka menyebutnya nilai kemanusiaan yang bersifat transendental, karena perwujudannya berkaitan erat dengan eksistensi manusia (yang menyebabkannya dapat dibedakan dengan segenap makhluk hidup lainnya). Nilai kehidupan mewujudkan dirinya menjadi diaktualisasikan dalam bentuk-bentuk berikut ini:
1)      Pemujaan (worship) kepada Tuhan.
2)      Pengukuhan (affirmation) diri dalam kelompok masyarakat religius.
3)      Persaudaraan (fellowship) dalam pergaulan dengan anggota kelompok masyarakat religius.
4)      Kepastian (assurance) dalam keyakinan bahwa dibalik dunia yang fana ini ada Tuhan yang patut di sembah.
5)      Harapan (hope) dalam perasaan bahwa kebaikan akan mengalahkan kejahatan.




III.      METODE PENELITIAN
            Penelitian ini menggunakan metode deskriptif. Metode deskriptif ini digunakan untuk mendeskripsikan atau menjelaskan peristiwa dan kejadian yang terjadi (Sudjana, 1987: 52). Metode deskriptif adalah metode yang berusaha menggambarkan sesuatu yang terjadi dengan apa adanya. Dengan kata lain, metode deskriptif ini bertujuan untuk memperoleh informasi-informasi keadaan dan melihat kaitannya dengan variabel-variabel yang telah dilakukan (Mardalis, 1990: 26). Dengan metode deskriptif ini peneliti berusaha mengumpulkan data sebanyak mungkin sesuai kemampuan kemudian menganalisis dan mendeskripsikannya dalam bentuk laporan. Menurut Sumadi Suryabrata, (2006: 71)
            Sumber data yang menjadi bahan galian peneliti adalah beberapa orang informan yang diyakini mengerti dan memahami tentang ungkapan bahasa Banjar. Selain para informan, peneliti juga menelaah beberapa buah buku yang relevan dengan ungkapan tradisional. Data kualitatif yaitu data yang tidak bisa diukur atau dinilai dengan angka secara langsung. Penelitian kualitatif pada dasarnya merupakan suatu proses penyelidikan, yang mirip dengan pekerjaan detektif (Miles, 1992)
Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini bertolak dari langkah-langkah yang dikemukakan Endaswara (2003: 30).
            Analisis data dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut:
  1. Melakukan pembacaan ungkapan bahasa Banjar dalam rangka memperoleh penghayatan dan pemahaman terhadapnya;
  2. Melakukan penyajian data berupa tabulasi ungkapan bahasa Banjar yang sudah diseleksi dan dipadatkan yang terdiri dari atas klasifikasi atau kategorisasi data berdasarkan domain masalahnya yang terdiri atas kandungan nilai moral dalam hubungan manusia dengan Tuhan (Religi), nilai moral dalam hubungan manusia dengan dirinya sendiri (individu), nilai moral dalam hubungan manusia dengan lingkungan sosial.
  3. Melakukan penafsiran ulang atas ungkapan bahasa Banjar yang sudah diklasifikasi atau dikategorisasikan dalam rangka menemukan hubungan, kepaduan, dan kesatuan antar data, dan
  4. Jika hasil langkah ketiga di atas dipandang kurang memadai, diulang kembali langkah kesatu, kedua, dan ketiga di atas. Dengan kata lain, jika hasilnya belum memadai, terutama penghayatan dan pemahamannya belum mendalam dan memadai, wajib diulang kembali proses pengumpulan dan analisis data.

IV. HASIL PENELITIAN

 Nilai Moral Religi dalam Ungkapan bahasa Banjar
          Berdasarkan penelitian dari berbagai sumber peneliti menemukan nilai-nilai moral yang berhubungan dengan Tuhan di dalam ungkapan bahasa Banjar. Ungkapan bahasa Banjar yang mengandung nilai-nilai moral yang berhubungan dengan Tuhan adalah sebagai berikut:   n jar yang mengandung nilai relj
  1. Lurus hati
“ Mempunyai hati yang lurus”. Ungkapan Banjar ini adalah dikiaskan kepada seseorang yang mempunyai hati yang lurus atau jujur sekali. Nilai moral yang terkandung dalam ungkapan  Banjar tersebut adalah agar kita dianjurkan untuk menjadi orang yang jujur, karena kejujuran adalah akhlak mulia. Orang yang seperti ini akan disenangi dalam pergaulan sehari-hari. Ungkapan bahasa Banjar ini adalah gambaran seseorang yang dalam kesehariannya mempunyai akhlak yang baik, berhati mulia dan dapat dipercaya. Di kalangan masyarakat Banjar, ungkapan ini difungsikan sebagai media pendidikan, pedoman tingkah laku dan pengatur aspek-aspek kehidupan bermasyarakat.
  1. Bahati masigit
“Berhati mesjid”. Makna ungkapan Banjar ini adalah dikiaskan pada seseorang yang baik hati dan rajin beribadah. Kata masigit (Mesjid) adalah tempat beribadah bagi umat yang beragama islam dan merupakan tempat yang suci. Orang yang mempunyai hati seperti mesjid berarti mempunyai hati yang suci. Peneliti berpendapat, sesuai dengan konotasi kalimatnya sebagai nasehat maka fungsi utama ungkapan ini adalah sebagai media pendidikan, pedoman tingkah laku dan pengatur aspek-aspek kehidupan. Nilai moral yang terkandung dalam ungkapan Banjar tersebut adalah agar setiap manusia berbuat baik pada sesama manusia dan selalu patuh kepada perintah Tuhan serta beribadah dengan  tulus dan ikhlas.
  1. Talanggar dauh
“Tertabrak beduk”. Makna ungkapan Banjar ini adalah ketika orang sholat magrib, kita masih melakukan sesuatu kegiatan atau masih membicarakan sesuatu. Nilai moral yang terkandung dalam ungkapan Banjar tersebut adalah janganlah kita melupakan kewajiban terhadap Tuhan yaitu sholat, kalau tiba saatnya sholat segeralah laksanakan, tinggalkan sejenak pekerjaan yang sedang dilakukan.

  1. Diandak di bahu handak ka kapala
“Diletakkan di pundak mau ke kapala”. Makna ungkapan tersebut adalah   janganlah meminta lebih, merasa tidak puas dengan yang telah diberikan. Nilai moral yang disampaikan dalam ungkapan Banjar ini adalah nasehat yang berisi agar jangan menurutkan hawa nafsu, karena dengan hawa nafsu tidak akan pernah merasa cukup dengan apa yang telah diberikan oleh Tuhan. Kita hendaknya mementingkan hal-hal lain yang lebih nyata, bukan hal-hal yang belum pasti, atau memaksakan kehendak kita untuk mencapai suatu keinginan.
  1. Halus-halus iwak,ganal-ganal biawak
“Kecil-kecil ikan, besar-besar kadal”. Makna ungkapan Banjar ini adalah manusia harus bersyukur diberi rezeki walaupun rezeki tersebut sedikit. Terimalah rezeki walaupun sedikit tapi halal, lebih baik pada yang banyak tapi didapat melalui cara haram. Nilai moral yang yang terkandung dalam ungkapan Banjar ini adalah nasehat yang berisi agar kita bersyukur kepada Tuhan atas segala rezeki yang sudah diberikan kepada kita, walaupun rezeki itu kecil, jangan mengambil jalan pintas dengan mencari rezeki dengan cara yang tidak halal, karena hal tersebut sangat dibenci oleh Allah. Peneliti berpendapat, sesuai dengan konotasi kalimatnya sebagai nasehat maka fungsi utama ungkapan ini adalah sebagai media pendidikan, pedoman tingkah laku dan pengatur aspek-aspek kehidupan.
  1. Hulat dalam batu gin ada razakinya
“Ulat dalam batupun ada rezekinya”. Makna ungkapan tersebut adalah setiap makhluk yang ada di dunia sudah ditentukan rezekinya”. Nilai moral yang terkandung dalam ungkapan tersebut adalah nasehat yang berisi jangan mudah putus asa karena Tuhan Maha Adil dan Maha Kuasa atas segalanya. Setiap makhluk dimuka bumi ini sudah ditentukan rezekinya, asalkan mau berusaha, berdo’a dan bekerja. Di kalangan masyarakat Banjar, umgkapan ini difungsikan sebagai nasehat yang diucapkan dengan nada mengingatkan bahasa Banjar mamadahi).  Dalam hal ini kita dinasehati agar selalu yakin bahwa Allah SWT selaku  yang Maha Pemberi Rezeki selalu memberi rezeki kepada seluruh makhluk ciptaaNya. Sesuai dengan konotasi kalimatnya ungkapan ini difungsikan sebagai media pendidikan, pedoman tingkah laku, dan pengatur aspek-aspek kehidupan bermasyarakat. Berdasarkan paparan di atas peneliti berpendapat, makna konotatif hulat dalam batu gin ada razakinya merujuk kepada sesuatu yang tidak perlu di kuatirkan, karena segala sesuatunya sudah ada yang mengatur (Tuhan).
  1. Lambat mambalik talapak tangan
“Lama membalik telapak tangan”. Makna ungkapan Banjar ini adalah sesuatu yang bila dikehendaki oleh Tuhan maka dengan mudah dapat terjadi tanpa  bisa diduga atau diusahakan. Nilai moral yang terkandung dalam ungkapan Banjar tersebut adalah nasehat yang berisi pengajaran, kita harus percaya dan yakin bahwa apapun yang dikehendaki oleh Tuhan, maka akan dengan mudah dapat terjadi tanpa disangka-sangka.

  1. Balang kambingan
“Belang kambingan”. Makna ungkapan bahasa Banjar tersebut adalah mencerminkan perilaku seseorang yang tidak teratur kegiatan hidupnya terutama dalam hal beribadah kepada Allah (sholat). Orang seperti ini, cenderung bersifat malas, artinya sholat yang ia kerjakan itu tidak rutin. Dia hanya akan mengerjakan sholat, apabila ada keinginan atau pada waktu-waktu tertentu saja. Pesan moral yang dapat diambil pada ungkapan Banjar tersebut adalah hendaknya kita selaku muslim dapat mengerjakan sholat setiap waktu, dan dikerjakan dengan penuh keikhlasan semata-mata karena Allah, SWT serta tidak merasa terbebani oleh kewajiban dari Allah, SWT.
  1. Alim buak
“Alim seperti burung hantu”. Makna ungkapan Banjar ini adalah orang yang penampilannya seperti ulama, padahal dia bukan ulama hanya penampilannya saja.  Buak adalah nama burung yang ada di daerah Banjar pahuluan. Nilai moral yang terkandung dalam ungkapan Banjar tersebut adalah janganlah berpura-pura alim padahal tidak, sesuaikan dengan kepandaiaan atau ilmu yang kita miliki saja. Allah sangat membenci orang yang suka perpura-pura.
  1. Mangaji mulai di alif
“Mengaji mulai di alif”. Makna ungkapan Banjar ini adalah menuntut ilmu itu dari dasar. Nilai moral yang terkandung dalam ungkapan Banjar tersebut adalah kalau kita mempelajari sesuatu itu hendaknya dari paling bawah atau paling dasar, jadi kita benar-benar mengetahui atau menguasai dari dasarnya. Dalam mempelajari sesuatu itu perlu sebuah proses, tahap demi tahap dari jenjang yang rendah ke jenjang yang lebih tinggi. Agar hasil yang dicita-citakan akan tercapai dengan baik dan memuaskan.  Di kalangan masyarakat Banjar, ungkapan ini difungsikan sebagai media pendidikan, pedoman tingkah laku dan pengatur aspek-aspek kehidupan beragama.
  1. Dasar rajaki halang kada ta ka musang
“Memang rezeki elang tidak ke musang”. Makna ungkapan Banjar ini adalah kalau memang sudah rezeki kita atau rezeki yang ditentukan Allah tidak akan beralih kepada orang lain. Nilai moral yang terkandung dalam ungkapan Banjar tersebut adalah berisi nasehat supaya kita jangan merasa kecewa sangat kalau tidak mendapat apa yang dihajatkan tambahan pula kalau apa yang diharapkan itu diberikan pula pada orang lain. Mungkin bukan rezeki kita pada kali ini, segalanya adalah ketentuan ilahi.
  1. Allahu wahdah, Inya mambari kada bapadah, Inya maambil kada bapadah
“Allah Maha Esa, Dia memberi nikmat kepada hambaNya tanpa batas, Dia mengambil kembali tanpa memberi tahu”. Makna ungkapan Banjar ini adalah bahwa Allah memberikan rezeki tanpa terlebih dahulu memberi tahu dan tak terbatas, dan Dia (Allah) mengambil rezeki tersebut juga tanpa memberi tahu. Nilai moral yang terkandung dalam ungkapan Banjar tersebut adalah berisi nasehat untuk mengingatkan manusia bahwa Allah yang Maha Esa berbuat sekehendakNya. Oleh karena itu kita sabagai hambaNya harus bersyukur dan selalu ingat kapadaNya. Bersyukur atas segala nikmat yang telah diberikanNya kepada kita, ingat bahwa pada suatu saat yang tidak diketahui, nyawa kita akan diambil dan kembali kehadiratNya untuk mempertanggung jawabkan amal perbutan kita. Peneliti berpendapat, ungkapan diatas berisi nasehat agar manusia selalu meningkatkan ketaqwaannya kepada Allah SWT. Allah Maha Pemberi Rezeki, bila Dia menghendakinya manusia dilimpahkanNya dalam jumlah yang tak terbatas (kada bawadah). Tapi limpahan rezeki tersebut bisa saja ditarikNya secara tiba-tiba tanpa tanda-tanda sama sekali (kada bapadah). Makna konotatif ungkapan ini secara keseluruhan merujuk pada pengakuan bahwa Allah SWT adalah Zat Yang Maha Kuasa. Dia (Allah) juga berhak atas kehendakNya terhadap setiap manusia yang menjadi makhlukNya. 
  1. Gala-gala iman.
“Tameng mempertahankan keimanan”. Makna ungkapan Banjar ini adalah anjuran dari segi agama dari para orang tua kepada keturunannya agar pandai pandai menjaga imannya.sebab tanpa benteng keimanan yang baik maka hidup akan rugi dunia akhirat agar kita selalu memperkuat keimanan, selalu membentengi diri dari perbuatan jahat dan selalu menjalankan perintahNya menjauhi larangannya, apapun yang terjadi dalam keadaan apapun kita selalu ingat padaNya. Nilai moral yang terkandung di dalamnya adalah nasihat agar kita selalu membentengi diri dengan keimanan meyakini dengan hati dan melakukan dengan niat. Oleh sebab itulah orang-orang Banjar pada umumnya membekali anak-anak mereka selain bidang pengetahuan umum juga di bidang agama dapat di laksanakan di lingkungan mereka tinggal seperti ikut mondok di pesantren atau ikut belajar mengaji pada ulama setempat. Dengan memiliki keimanan yang kokoh maka dalam menjalani kehidupan di dunia ini akan terhindar dari perbuatan-perbuatan buruk dan akan melapangkan jalan menuju keselamatan di akherat kelak.

  1. Dijamak Jibril
“Disentuh malaikat Jibril”. Makna dari ungkapan Banjar ini adalah mendapatkan keberuntungan yang tidak disangka-sangka. Nilai moral yang terkandung dalam ungkapan Banjar tersebut adalah segala sesuatu jika kita jalani dengan sabar dan selalu berdo’a kapada Allah SWT maka kita akan diberikan berkah dan keberuntungan yang tidak terduga. Jibril adalah Malaikat, ungkapan ini mengandung nilai religi karena ungkapan ini memberikan nasehat kepada orang yang yang beriman agar selalu berdo’a dan berusaha dalam mengarungi kehidupan di dunia ini. Dan juga jangan lupa bersukur kalau di berikan rezeki yang berlimpah dan tak disangka-sangka oleh Tuhan. Jangan sampai lupa diri dan melupakan yang memberikan rezeki tersebut. Bentuk nyata dari rasa syukur itu adalah dengan lebih mendekatkan diri kepada Allah dan mau membagi-bagikan rezeki tersebut kepada orang yang tidak mampu dan sangat membutuhkan.
  1. Mambalakangi agama
“ Membelakangi agama atau meninggalkan agama”. Makna dari ungkapan Banjar ini adalah dikiaskan pada seseorang yang melupakan agama atau meninggalkan ajaran agama yang dianutnya. Nilai moral yang terkandung dalam ungkapan Banjar tersebut adalah berisi nasehat orang tua kepada kaum muda untuk tidak melupakan ajaran dasar agama islam. Di dalam kehidupan sekarang yang dipenuhi oleh segala pengaruh informasi dan globalisasi yang menyelimuti sendi-sendi kehidupan masyarakat yang dapat mempengaruhi pola hidup masyarakat luas. Oleh karena itu, kita sebagai anggota masyarakat jangan sampai terpengaruh oleh hal-hal yang bertolak belakang dengan ajaran agama. Kita hendaknya ingat akan petuah lama “janganlah mambalakangi agama”, sama artinya meninggalkan Tuhan dan ajaran-ajaran yang terkandung dalam agama mayoritas masyarakat Banjar pada umumnya dan anggota keluarga kita pada khususnya.
  1. Lancar kaji
“Lancar dalam mengaji”. Makna ungkapan Banjar ini adalah dikiaskan pada seseorang yang pandai dalam pelajaran baik itu pelajaran tentang agama maupun tentang pengetahuan umum. Nilai moral yang terkandung dalam ungkapan Banjar tersebut adalah berisi nasehat kepada kita agar dalam mempelajari sesuatu harus dengan sepenuh hati dan rajin mengulangi dan mempelajarinya lagi agar lancar dan menjadi orang yang pandai, karena ada ungkapan yang berbunyi “lancar kaji karena diulang”. Apabila seseorang rajin mengulang baik itu mengaji atau hal yang lain maka pasti lancar dan akan menjadi lebih mudah. Misalnya seorang pelajar bila pulang dari sekolah rajin mempelajari kembali jika sudah di rumah maka akan terlihat hasilnya bila menghadapi ulangan akan terasa mudah dan bisa menjawab soal-soal yang di ujikan guru.
  1. Lurus iman
“ Lurus iman”. Makna dari ungkapan Banjar ini adalah dikiaskan pada seseorang yang mempunyai keimanan sesuai dengan kitab suci. Dengan penggunaan kata “lurus” yang sama artinya tidak bengkok, tidak berkelok-kelok, tidak menyimpang. Kata “lurus” ini dimaksudkan dalam hal keimanan seseorang yang benar-benar mengikuti kitab suci dan ajaran agama yang benar. Nilai moral yang terkandung dalam ungkapan Banjar tersebut adalah berisi nasehat agar kita mempunyai iman sesuai dengan kitab suci, jangan melanggar ajaran-ajaran kitab suci atau yang menyalahi daripada ajaran tersebut. Di kalangan masyarakat Banjar, ungkapan ini difungsikan sebagai media pendidikan, pedoman tingkah laku dan pengatur aspek-aspek kehidupan bermasyarakat.
  1. Mawiwir anggit urang
“Mengambil punya orang”. Makna ungkapan Banjar ini adalah dikiaskan pada seseorang yang mengambil milik orang lain tanpa sepengetahuan pemiliknya. Dalam hukum Islam, seseorang yang mengambil kepunyaan orang lain yang bukan hal miliknya disebut zolim. Nilai moral yang terkandung dalam ungkapan Banjar tersebut adalah berisi nasehat agar sifat yang merugikan orang lain itu, perlu kita tinggalkan guna kelangsungan hidup bermasyarakat dan beragama. Pernyataan di atas, kiranya sangat tepat dengan ungkapan “Mawiwir Anggit Urang”. Seorang hamba Tuhan, tidak akan menikmati indahnya surga, selama dalam hatinya masih ada tersisa hak orang lain yang ambil tanpa sepengetahuan dan tanpa seizin dari pemiliknya. Di kalangan masyarakat Banjar, ungkapan ini difungsikan sebagai media pendidikan, pedoman tingkah laku dan pengatur aspek-aspek kehidupan bermasyarakat. Adapun ajaran agama yang dapat kita teladani dari ungkapan itu adalah senantiasa bersikap adil terhadap sesama manusia, tidak mengambil atau mengaku kepunyaan orang yang bukan milik kita, dan laksanakanlah Amar Ma’ruf Nahi Munkar.

  1. Razaki halal
“Rezeki halal”. Makna dari ungkapan Banjar ini adalah dikiaskan pada seseorang yang mencari nafkah dengan cara yang jujur dan halal, tidak melanggar norma-norma agama. Rezeki yang tidak halal itu diperoleh dengan cara yang tidak benar misalnya mencuri, menipu, dan lain-lain. Rezeki yang diperoleh dengan cara yang halal akan mendapat limpahan berkah dari Allah SWT. Nilai moral yang terkandung dalam ungkapan Banjar ini adalah berisi nasehat kepada kita agar memperoleh rezeki hendaknya dengan cara yang halal, tidak merugikan orang lain.
  1. Kupiah haja putih
“Peci saja yang putih”. Makna dari ungkapan Banjar ini adalah dikiaskan pada seseorang yang kelakuannnya tidak sesuai dengan peci putihnya (Haji). Nilai moral yang terkandung dalam ungkapan Banjar tersebut adalah berisi nasehat untuk seseorang yang sudah menyandang gelar ataupun jabatan hendaknya disesuaikan sifat dan perbuatan sebagaimana mestinya. Di kalangan masyarakat Banjar, ungkapan ini difungsikan sebagai media pendidikan, pedoman tingkah laku dan pengatur aspek-aspek kehidupan bermasyarakat. Bagi yang sudah bergelar Haji, sudah sepatutnya kelakuan lebih baik daripada orang yang belum Haji dan dapat memberi contoh yang baik-baik kepada orang lain.
  1. Lingah hati
“Lengah hati”. Makna ungkapan Banjar ini adalah sindiran pada sesorang yang sedang lupa pada Tuhan. Orang yang lupa pada Allah SWT cenderung melakukan hal-hal yang tidak terpuji. Sebagai contoh melupakan sholat, minum-minuman keras, berbohong dan lain-lain. Semua yang dikerjakannya hanya membawa mudarat atau celaka baik bagi dirinya sendiri maupun untuk orang banyak. Nilai moral yang terkandung dalam ungkapan Banjar tersebut adalah berisi nasehat agar kita jangan sampai “lengah hati” atau melupakan Tuhan yang menciptakan kita dan alam semesta ini.  Maknanya adalah perbuatan yang disertai kewaspadaan akan menghasilkan kesejahteraan atau keselamatan, sedangkan kelengahan akan mengakibatkan kecelakaan atau kerugian. Ungkapan ini mengandung pendidikan, memperingatkan kepada semua orang agar dalam kehidupan senantiasa berhati-hati, dan tidak bersikap lengah yang akan menimbulkan kerugian.
  1. Angkat dagu
“Angkat dagu”. Makna ungkapan Banjar ini adalah sindiran pada seseorang yang sombong atau orang yang tinggi hati. Ungkapan ini merupakan gambaran seseorang yang mempunyai sifat atau berkarakter angkuh, sombong dan takabur. Orang yang mempunyai sifat seperti ini tidak akan disenangi orang lain sebab biasanya merasa dirinya lebih baik dan suka meremehkan orang lain, penyebab yang memicu ke arah ini sangat rentan sebab hampir semua faktor keberhasilan dan kesuksesan seseorang dalam segala hal dapat mengarah ke perilaku tersebut. Ia beranggapan bahwa semua keberhasilan itu adalah atas jerih payahnya sendiri dan tidak ada andil dari orang lain. Ia menganggap orang lain tidak akan mampu seperti dia. Orang yang sombong mata hatinya akan tertutup akan ada kekuatan, kebesaran dan kekuasaan yang lebih tinggi darinya yaitu Sang Pencipta yang mengatur kehidupan manusia di dunia ini. Kalau sudah tidak mengakui kekuasaan Sang Pencipta apalagi menghadapi orang lain yang dianggapnya lebih rendah dari dirinya.  Di kalangan masyarakat Banjar, ungkapan ini difungsikan sebagai media pendidikan, pedoman tingkah laku dan pengatur aspek-aspek kehidupan bermasyarakat. Nilai moral yang terkandung dalam ungkapan Banjar ini adalah berisi nasehat agar kita hendaknya janganlah suka menyombongkan diri karena sesungguhnya Allah sangat membenci pada orang yang sombong.
  1. Bahati malaikat
“Berhati malaikat”. Makna ungkapan Banjar ini adalah dikiaskan pada seseorang yang berperilaku baik sekali. Di kalangan masyarakat Banjar, ungkapan ini difungsikan sebagai media pendidikan, pedoman tingkah laku dan pengatur aspek-aspek kehidupan beragama. Nilai moral yang terkandung dalam ungkapan Banjar ini adalah berisi nasehat agar kita memang seharusnya berperilaku baik, berbudi luhur dan berhati mulia.
  1. Bisa dua kulit
“Bisa dua kulit”. Makna dari ungkapan Banjar ini adalah dikiaskan pada seseorang yang berpura-pura atau tidak jujur. Dalan ajaran Islam, apabila seseorang mempunyai sifat yang tidak jujur maka ia dinamakan munafik. Sifat munafik tersebut, sering dilakukan oleh orang yang tidak senang atau iri dengan keberhasilan orang lain. Di depan orang tersebut, dia memuji habis-habisan dan seakan-akan dia turut merasakan kebahagiaan yang diperoleh oleh orang lain. Sedangkan ketika dia berbicara di belakang dengan orang lain, justru menghina dan mencela orang tersebut, serta berusaha agar orang lain ikut membencinya. Nilai moral yang terkandung dalam ungkapan Banjar tersebut adalah berisi nasehat supaya kita senantiasa berlaku jujur dan tidak dengki dengan keberhasilan orang lain. Dikala kita berbicara baik di depan ataupun di belakang, semuanya harus sama dan berdasarkan kenyataan yang ada.
  1. Kada tahu wan alip bungkuk
“Tidak tahu sama alip bungkuk”. Makna dari ungkapan Banjar ini adalah dikiaskan pada seseorang yang tidak pandai baca tulis Al-Qur’an. Di kalangan masyarakat Banjar, ungkapan ini difungsikan sebagai media pendidikan, pedoman tingkah laku dan pengatur aspek-aspek kehidupan bermasyarakat. Nilai moral yang terkandung dalam ungkapan Banjar tersebut adalah agar kita hendaknya mau belajar baca tulis Al-Qur’an untuk bekal kita di akherat kelak. Menuntut ilmu tidak mengenal usia, baik yang muda maupun yang sudah tua tidak ada batasan yang penting ada niat dan kemauan.
  1. Bajual pandir
“Berjualan pembicaraan”. Makna dari ungkapan Banjar ini adalah dikiaskan pada seseorang yang suka banyak bicara dan banyak bohongnya. Biasanya kalau orang terlalu banyak bicara pasti banyak bohongnya atau membual belaka. Orang yang suka berbohong orang lain tidak mempercayainya lagi. Nilai moral yang terkandung dalam ungkapan Banjar tersebut adalah berisi nasehat agar kita berbicara seperlunya saja dan jangan suka berkata dusta. Lebih baik diam daripada bicara yang tidak bermanfaat. Berbohong adalah perbuatan yang tidak baik dan melanggar ajaran agama serta dimurkai Tuhan.
  1. Mambasuh siku
“Mencuci siku”. Makna dari ungkapan Banjar ini adalah dikiaskan pada seseorang yang sedang mengambil air wudhu. Di kalangan masyarakat Banjar, ungkapan ini difungsikan sebagai media pendidikan, pedoman tingkah laku dan pengatur aspek-aspek kehidupan beragama. Nilai moral yang terkandung dalam ungkapan Banjar tersebut adalah berisi nasehat agar kita segeralah berwudhu jika sampai waktunya untuk mengerjakan sholat. Janganlah kita melalaikan perintah Allah atau melupakan hanya karena suatu pekerjaan. 
  1. Bamuha dua
“Punya muka dua”. Makna dari ungkapan Banjar ini adalah dikiaskan pada sesorang yang tidak jujur. Di depan orang dia bersikap pura-pura baik dan memuji tetapi dibelakang dia mencela. Apa yang dia katakan di hadapan orangnya bertolak belakang dengan  apa yang ada di hatinya. Orang yang seperti ini sangat dibenci Tuhan. Nilai moral yang terkandung dalam ungkapan Banjar ini adalah berisi nasehat agar kita selalu berkata jujur dan berbuat baik terhadap sesama manusia.
  1. Baluluas luang burit
“ Hanya  membuat lubang pantat menjadi semakin besar saja”. Ungkapan ini dikiaskan kepada seseorang yang selalu mengerjakan sholat lima waktu, tetapi dalam kehidupan sehari-hari yang bersangkutan selalu mencari-cari kesalahan orang lain dan kemudian menyebarkannya kepada orang lain. Ungkapan ini merupakan kritik atau olok-olok yang diucapkan dengan nada menyalahkan bahasa Banjar maniwas)  lawan bicara. Orang yang menjadi sasaran kritiknya diolok-olok sebagai orang yang rajin sholat tetapi tidak memperoleh pahala, yang diperoleh justru lubang pantatnya yang semakin lebar karena terlalu lama menungging ketika sujud. Berdasarkan paparan di atas, makna konotatif ungkapan bahasa banjar ini merujuk kapada seseorang yang di satu sisi rajin mengerjakan sholat lima waktu, tetapi di sisi lain juga bergunjing. Sholat lima waktu yang dikerjakannya tidak mampu mengubah perilakunya yang buruk. Gaya bahasa seperti ini disebut sarkasme, yakni sejenis gaya bahasa yang mengandung olok-olok atau sindiran pedas dan menyakitkan hati (Tarigan 1985: 92). Nilai yang dirujuk secara tidak langsung dalam ungkapan ini nilai kebaikan (goodnes), yakni pengendalian diri. Orang disiplin (terkendali) adalah orang yang saleh secara ritual dan saleh pula secara sosial. Orang ini selalu mengerjakan sholat lima waktu dan karena dia menjalankan sholat lima waktu itu membentuk kepribadiannya menjadi orang yang saleh (mampu mencegah drinya untuk tidak berbuat mungkar). Nilai kebaikan yang ditanamkan secara tidak langsung (dekonstruksi) adalah kedisiplinan sebagaimana yang ditunjukan pada gambaran orang disiplin (terkendali) di atas. Lawannya, orang yang tidak disiplin (tidak terkendali), yakni orang yang selalu mengerjakan sholat lima waktu tetapi ironisnya yang bersangkutan suka sekali mempergunjingkan orang lain. Orang seperti ini dikritik atau diolok-olok sebagai orang yang sholatnya merugi, dia tidak memperoleh pahala dari sholat yang dikerjakannya, yang diperoleh hanya lubang pantat yang semakin luas. Berdasarkan konotasi kalimatya, ungkapan ini mencerminkan sikap mental negatif.
  1. Kada bacampur minyak lawan banyu
“Tidak bercampur minyak dengan air”. Makna ungkapan  Banjar tersebut adalah keteguhan iman seseorang yang kuat tidak akan mudah terpengaruh. Nilai moral yang terkandung dalam ungkapan Banjar ini adalah nasehat agar dalam kehidupan sehari-hari kita hendaknya jangan mudah terpengaruh oleh hal-hal yang bertentangan dengan norma-norma agama, moral dan etika.  Kita harus  teguh mempertahankan pendirian dan keyakinan yang sudah ada dan tidak menyimpang dari ketentuan norma-norma agama, moral dan etika. Ungkapan ini dikiaskan pada seseorang yang kuat imannya dan tidak akan terpengaruh oleh godaan untuk melakukan suatu perbuatan yang maksiat. Sesorang yang telah kuat imannya tidak akan terpengaruh sedikitpun meski ia berada di dalam lingkungan orang-orang yang tidak beriman. Fakta menunjukkan minyak tidak bercampur dengan air, meskipun diletakkan dalam satu tempat yang sama misalnya di dalam sebuah  botol. Ungkapan ini menegaskan bahwa tidak sama antara orang yang baik dengan orang yang jahat, sekalipun mereka berkumpul dalam suatu tempat atau lingkungan yang sama. Berbeda dengan dengan orang yang tidak kuat imannnya, akan mudah terpengaruh jika bergaul dengan orang jahat. Menurut pendapat peneliti, ungkapan ini merupakan penegasan bahwa orang yang beriman tidak akan terpengaruh dengan godaan yang dilancarkan oleh para ahli maksiat. Bila yang bersangkutan sampai tergoda, maka ia tidak berhak lagi disebut orang beriman karena itu berarti ia telah kalah (imannya tidak kuat lagi). Berdasarkan paparan di atas, peneliti berpendapat, makna konotataif minyak merujuk kepada seseorang yang bertabiat buruk, sedangkan banyu merujuk kepada seseorang yang bertabiat baik.  Gaya bahasa yang terdapat dalam ungkapan ini adalah metafora sebagai mana dirumuskan oleh Tarigan (1985: 15).
  1. Kada tahu burit kapala
“Tidak tahu di mana pantat di mana kepala”. Ungkapan ini merupakan kiasan seseorang yang terlalu sibuk bekerja sehinggga tidak punya waktu lagi untuk beribadah atau bergaul dengan tetangga. Kita memang dianjurkan untuk rajin bekerja atau mencari nafkah, tetapi juga harus bisa membagi waktu. Bekerja harus pula disertai dengan do’a dan mengingat kepada Allah SWT yang telah memberikan segalanya. Sebagai orang yang beriman kita harus yakin akan ada kehidupan yang abadi kelak, dan kita harus mempunyai bekal yang kita kerjakan saat hidup di dunia. Makna ungkapan di atas berisi anjuran atu nasehat agar kita bekerja jangan Cuma untuk dunia saja tapi juga untuk kehidupan kita kelak di akherat. Maksudnya kita jangan sampai lupa diri (gila kerja) tanpa ingat berdo’a dan bersyukar kepada yang Kuasa. Ungkapan ini bertujuan mengingatkan manusia akan kefanaan segala yang ada di dunia. Bahwa manusia jangan hanya mengejar keduniawian karena harta, pangkat, dan segala kebendaan tidak akan abadi. Semua dapat diperoleh dengan mudah, tetapi juga dapat musnah dengan mudah pula. Manusia hendaknya juga memikirkan segala yang dibutuhkan di alam yang abadi nanti, akhirat. Manusia harus senantiasa berdoa dan mendekatkan diri pada Tuhan karena kepada-Nya lah nanti kita kembali.


       III. PENUTUP
3.1 Kesimpulan
            Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan di atas dapat disimpulkan  bahwa ungkapan dalam bahasa Banjar yang merupakan salah satu tradisi lisan yang telah diwariskan secara turun temurun dari generasi ke generasi ternyata masih ada ditengah kehidupan masyarakat Banjar. Nilai moral, pesan dan pelajaran yang terkandung dalam ungkapan bahasa Banjar tidak selalu diungkapkan secara nyata dan terang-terangan. Ada nasehat moral religi atau nilai-nilai hubungan manusia dengamn Tuhan yang sangat berharga yang disampaikan secara simbolis yang  disampaikan dalam bentuk impilkatur. Dengan demikian, jika ingin memahami makna religi ungkapan bahasa Banjar maka tidak cukup kalau hanya memahami kata-kata atau kalimat yang terucap semata, karena jauh dibalik itu ada tersembunyi maksud sesunggunhnya.

3.2 Saran-saran  
            Penulis menyadari bahwa hasil penelitian tentang ungkapan bahasa Banjar yang penulis laporkan ini kurang sempurna baik dari segi inventarisasi maupun pengungkapan makna dan nilai-nilai yang terkandung di dalamnya. Mengingat berbagai keterbatasan yang ada pada diri penulis, sangat mungkin ada kalimat-kalimat ungkapan yang belum penulis dokumentasikan dan belum penulis ungkapkan maknanya. Atas dasar kesadaran inilah dalam kesempatan ini penulis memberikan saran-saran dan juga harapan sebagai berikut:
Pertama, di dalam kesempatan yang akan datang sebaiknya dilakukan penelitian-penelitian lanjutan sekitar ungkapan bahasa Banjar tersebut sehingga selain dapat terinventarisasi secara lengkap, dan dapat dipahami makna dan nilai-nilai luhur yang terkandung di dalamnya. Selain itu juga untuk memperkaya dan melestarikan sastra lisan daerah Banjar yang berbentuk ungkapan. Dengan demikian ungkapan Banjar dapat dijadikan sebagai pedoman hidup untuk generasi  kini dan yang datang.
            Kedua, mengingat bahwa banyak ungkapan Banjar yang mengandung pesan moral dan pelajaran-pelajaran yang berharga, maka perlu adanya apresiasi yang positif dan proporsional dari berbagai pihak.





Mengenai Saya

Foto saya
Banjarbaru, Kalimantan Selatan, Indonesia