PERATURAN
MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 81A
TAHUN 2013
TENTANG
IMPLEMENTASI
KURIKULUM
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA
ESA
MENTERI
PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang
|
:
|
bahwa dalam rangka pelaksanaan kurikulum pada sekolah
dasar/madrasah ibtidaiyah, sekolah menengah pertama/ madrasah tsanawiyah,
sekolah menengah atas/madrasah aliyah, dan sekolah menengah kejuruan/madrasah
aliyah kejuruan, perlu menetapkan Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan
tentang Implementasi Kurikulum;
|
Mengingat
|
:
|
1. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem
|
Pendidikan Nasional (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 78, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4301);
2.
Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang
Standar Nasional Pendidikan (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2005 Nomor 41,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4496) sebagaimana telah
diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 2013 tentang Perubahan Atas
Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 71, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 5410);
3. Peraturan
Presiden Nomor 47 Tahun 2009 tentang Pembentukan dan Organisasi Kementerian
Negara sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan
Presiden Nomor 91 Tahun 2011;
4. Peraturan
Presiden Nomor 24 Tahun 2010 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, Susunan
Organisasi, dan Tata kerja Kementerian Negara Republik Indonesia sebagaimana
telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Presiden Nomor 38 Tahun
2013;
5. Keputusan
Presiden Nomor 84/P Tahun 2009 mengenai Pembentukan Kabinet Indonesia Bersatu
II sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Keputusan Presiden
Nomor 60/P Tahun 2013;
6.
Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayan Nomor 54
Tahun 2013 tentang Standar Kompetensi Lulusan Pendidikan Dasar dan Menengah;
7. Peraturan
Menteri Pendidikan dan Kebudayan Nomor 64 Tahun 2013 tentang Standar Isi
Pendidikan Dasar dan Menengah;
8. Peraturan
Menteri Pendidikan dan Kebudayan Nomor 65 Tahun 2013 tentang Standar Proses
Pendidikan Dasar dan Menengah;
9. Peraturan
Menteri Pendidikan dan Kebudayan Nomor 66 Tahun 2013 tentang Standar Penilaian
Pendidikan Dasar dan Menengah;
10. Peraturan Menteri
Pendidikan dan Kebudayan Nomor 67 Tahun 2013 tentang Kerangka Dasar dan
Struktur Kurikulum Sekolah Dasar/Madrasah Ibtidaiyah;
11. Peraturan
Menteri Pendidikan dan Kebudayan Nomor 68 Tahun 2013 tentang Kerangka Dasar dan
Struktur Kurikulum Sekolah Menengah Pertama/Madrasah
Tsanawiyah;
12. Peraturan Menteri
Pendidikan dan Kebudayan Nomor 69 Tahun 2013 tentang Kerangka Dasar dan
Struktur Kurikulum Sekolah Menengah Atas/Madrasah Aliyah;
13. Peraturan Menteri
Pendidikan dan Kebudayan Nomor 70 Tahun 2013 tentang Kerangka Dasar dan
Struktur Kurikulum Sekolah Menengah Kejuruan/Madrasah Aliyah Kejuruan;
14. Peraturan Menteri
Pendidikan dan Kebudayan Nomor 71 Tahun 2013 tentang Buku Teks Pelajaran dan
Buku Panduan Guru untuk Pendidikan Dasar dan Menengah;
MEMUTUSKAN:
Menetapkan
: PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN TENTANG IMPLEMENTASI KURIKULUM.
Pasal
1
Implementasi kurikulum pada sekolah
dasar/madrasah ibtidaiyah (SD/MI), sekolah menengah pertama/madrasah tsanawiyah
(SMP/MTs), sekolah menengah atas/madrasah aliyah (SMA/MA), dan sekolah menengah
kejuruan/madrasah aliyah kejuruan (SMK/MAK) dilakukan secara bertahap mulai
tahun pelajaran 2013/2014.
Pasal
2
(1) Implementasi
kurikulum pada SD/MI, SMP/MTs, SMA/MA, dan SMK/MAK menggunakan pedoman
implementasi kurikulum yang mencakup:
a.
Pedoman Penyusunan dan Pengelolaan Kurikulum Tingkat
Satuan
Pendidikan;
b. Pedoman
Pengembangan Muatan Lokal;
c. Pedoman
Kegiatan Ekstrakurikuler;
d. Pedoman
Umum Pembelajaran; dan
e.
Pedoman Evaluasi Kurikulum.
(2) Pedoman
implementasi kurikulum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tercantum dalam
Lampiran I sampai dengan Lampiran V yang merupakan bagian tidak terpisahkan
dari Peraturan Menteri ini.
Pasal
3
Peraturan Menteri ini mulai berlaku
pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya,
memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri ini dengan penempatannya dalam
Berita Negara Republik Indonesia.
Ditetapkan di Jakarta pada tanggal
27 Juni 2013
MENTERI PENDIDIKAN DAN
KEBUDAYAAN
REPUBLIK
INDONESIA,
TTD.
MOHAMMAD
NUH
Diundangkan di Jakarta pada
tanggal
MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA,
AMIR SYAMSUDIN
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA
TAHUN 2013 NOMOR
LAMPIRAN I
PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN DAN
KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 81A
TAHUN 2013
TENTANG
IMPLEMENTASI KURIKULUM
PEDOMAN
PENYUSUNAN DAN PENGELOLAAN
KURIKULUM
TINGKAT SATUAN PENDIDIKAN
I.
PENDAHULUAN
Indonesia merupakan negara
kepulauan yang terdiri atas pulau besar dan kecil yang berjumlah sekitar
17.500. Penduduk Indonesia berdasarkan pada Sensus Penduduk tahun 2010
berjumlah lebih dari 238 juta jiwa. Keragaman yang menjadi karakteristik dan
keunikan Indonesia adalah antara lain dari segi geografis, potensi sumber daya,
ketersediaan sarana dan prasarana, latar belakang dan kondisi sosial budaya,
dan berbagai keragaman lainnya yang terdapat di setiap daerah. Keragaman
tersebut selanjutnya melahirkan pula tingkatan kebutuhan dan tantangan pengembangan
yang berbeda antar daerah dalam rangka meningkatkan mutu dan mencerdaskan
kehidupan masyarakat di setiap daerah.
Terkait dengan pembangunan
pendidikan, masing-masing daerah memerlukan pendidikan yang sesuai dengan
karakteristik daerah. Begitu pula halnya dengan kurikulum sebagai jantungnya
pendidikan perlu dikembangkan dan diimplementasikan secara kontekstual untuk merespon
kebutuhan daerah, satuan pendidikan, dan peserta didik.
Hal tersebut sesuai dengan
ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional:
1. Pasal
36 Ayat (2) menyebutkan bahwa kurikulum pada semua jenjang dan jenis pendidikan
dikembangkan dengan prinsip diversifikasi sesuai dengan satuan pendidikan,
potensi daerah, dan peserta didik.
2. Pasal
36 Ayat (3) menyebutkan bahwa kurikulum disusun sesuai dengan jenjang
pendidikan dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia dengan
memperhatikan: (a) peningkatan iman dan takwa; (b) peningkatan akhlak mulia;
(c) peningkatan potensi, kecerdasan, dan minat peserta didik; (d) keragaman
potensi daerah dan lingkungan; (e) tuntutan pembangunan daerah dan nasional;
(f) tuntutan dunia kerja; (g) perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan
seni; (h) agama; (i) dinamika perkembangan global; dan (j) persatuan nasional
dan nilainilai kebangsaan.
3.
Pasal 38 Ayat (2) mengatur bahwa kurikulum pendidikan
dasar dan menengah dikembangkan sesuai dengan relevansinya oleh setiap kelompok
atau satuan pendidikan dan komite sekolah/madrasah di bawah koordinasi dan
supervisi dinas pendidikan atau kantor departemen agama kabupaten/kota untuk
pendidikan dasar dan provinsi untuk pendidikan menengah.
Dari amanat undang-undang tersebut
ditegaskan bahwa:
1.
Kurikulum dikembangkan secara berdiversifikasi dengan
maksud agar memungkinkan penyesuaian program pendidikan pada satuan pendidikan
dengan kondisi dan kekhasan potensi yang ada di daerah serta peserta didik; dan
2.
Kurikulum dikembangkan dan dilaksanakan di tingkat
satuan pendidikan.
Kurikulum operasional yang
dikembangkan dan dilaksanakan oleh satuan pendidikan diwujudkan dalam bentuk
Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP).
II.
TUJUAN PEDOMAN
Pedoman penyusunan dan pengelolaan
Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan bertujuan untuk.
1. Menjadi
acuan operasional bagi kepala sekolah dan guru dalam menyusun dan mengelola
KTSP secara optimal di satuan pendidikan.
2. Menjadi
acuan operasional bagi dinas pendidikan atau kantor kementerian agama provinsi
dan kabupaten/kota dalam melakukan koordinasi dan supervisi penyusunan dan
pengelolaan kurikulum di setiap satuan pendidikan.
III.
PENGGUNA PEDOMAN
Pedoman ini digunakan dalam rangka
penyusunan dan pengelolaan KTSP oleh:
1. kepala
sekolah;
2. guru;
dan
3. dinas
pendidikan atau kantor kementerian agama provinsi dan kabupaten/kota.
IV.
DEFINISI OPERASIONAL
Beberapa istilah yang perlu
dijelaskan dalam pedoman ini adalah sebagai berikut:
1. Visi
sekolah merupakan cita-cita bersama pada masa mendatang dari warga
sekolah/madrasah, yang dirumuskan berdasarkan masukan dari seluruh warga
sekolah/madrasah.
2. Misi
merupakan sesuatu yang harus diemban atau harus dilaksanakan sebagai penjabaran
visi yang telah ditetapkan dalam kurun waktu tertentu untuk menjadi rujukan
bagi penyusunan program pokok sekolah/madrasah, baik jangka pendek dan menengah
maupun jangka panjang, dengan berdasarkan masukan dari seluruh warga satuan
pendidikan.
3. Tujuan
pendidikan sekolah merupakan gambaran tingkat kualitas yang akan dicapai oleh
setiap sekolah dengan mengacu pada karakteristik dan/atau keunikan setiap
satuan pendidikan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
4. Pengembangan
diri merupakan kegiatan yang memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk
mengembangkan dan mengekspresikan diri melalui berbagai kegiatan
ekstrakurikuler.
V.
KOMPONEN KURIKULUM TINGKAT SATUAN PENDIDIKAN
A. Visi, Misi, dan Tujuan Pendidikan Satuan
Pendidikan
1. Visi
mendeskripsikan cita-cita yang hendak dicapai oleh satuan pendidikan.
2. Misi
mendeskripsikan indikator-indikator yang harus dilakukan melalui rencana
tindakan dalam mewujudkan visi satuan pendidikan.
3. Tujuan
pendidikan mendeskripsikan hal-hal yang perlu diwujudkan sesuai dengan
karakteristik satuan pendidikan.
B. Muatan Kurikulum Tingkat Satuan
Pendidikan
Muatan KTSP terdiri atas muatan
kurikulum pada tingkat nasional, muatan kurikulum pada tingkat daerah, dan
muatan kekhasan satuan pendidikan.
1. Muatan Kurikulum pada Tingkat Nasional
Muatan kurikulum pada tingkat nasional yang dimuat dalam
KTSP adalah sebagaimana yang diatur dalam ketentuan:
a.
untuk SD/MI mengacu pada Peraturan Menteri Pendidikan dan
Kebudayaan Nomor 67 Tahun 2013 tentang Kerangka Dasar dan Struktur Kurikulum
SD/MI;
b.
untuk SMP/MTs mengacu pada Peraturan Menteri Pendidikan
dan Kebudayaan Nomor 68 Tahun 2013 tentang Kerangka
Dasar dan Struktur Kurikulum
SMP/MTs;
c.
untuk SMA/MA mengacu pada Peraturan Menteri Pendidikan
dan Kebudayaan Nomor 69 Tahun 2013 tentang Kerangka
Dasar dan Struktur Kurikulum
SMA/MA;
d.
untuk SMK/MAK mengacu pada Peraturan Menteri Pendidikan
dan Kebudayaan Nomor 70 Tahun 2013 tentang Kerangka Dasar dan Struktur Kurikulum
SMK/MAK;
2. Muatan
Kurikulum pada Tingkat Daerah
Muatan kurikulum pada tingkat daerah yang dimuat dalam KTSP
terdiri atas sejumlah bahan kajian dan pelajaran dan/atau mata pelajaran muatan
lokal yang ditentukan oleh daerah yang bersangkutan. Penetapan muatan lokal
didasarkan pada kebutuhan dan kondisi setiap daerah, baik untuk provinsi maupun
kabupaten/kota.
Muatan
lokal yang berlaku untuk seluruh wilayah provinsi ditetapkan dengan peraturan
gubernur. Begitu pula halnya, apabila muatan lokal yang berlaku untuk seluruh
wilayah kabupaten/kota ditetapkan dengan peraturan bupati/walikota.
3. Muatan
Kekhasan Satuan Pendidikan
Muatan kekhasan satuan pendidikan berupa bahan kajian dan
pelajaran dan/atau mata pelajaran muatan lokal serta program kegiatan yang
ditentukan oleh satuan pendidikan yang bersangkutan dengan mempertimbangkan
kebutuhan peserta didik.
C. Pengaturan
Beban Belajar
1. Beban
belajar dalam KTSP diatur dalam bentuk sistem paket atau sistem kredit
semester. a. Sistem Paket
Beban belajar dengan sistem
paket sebagaimana diatur dalam struktur kurikulum setiap satuan pendidikan
merupakan pengaturan alokasi waktu untuk setiap mata pelajaran yang terdapat
pada semester gasal dan genap dalam satu tahun ajaran. Beban belajar pada sistem
paket terdiri atas pembelajaran tatap
muka, penugasan terstruktur, dan kegiatan mandiri.
b. Sistem Kredit Semester
Sistem Kredit Semester (SKS)
diberlakukan hanya untuk SMP/MTs, SMA/MA, dan SMK/MAK. Beban belajar setiap
mata pelajaran pada SKS dinyatakan dalam satuan kredit semester (sks). Beban
belajar 1 (satu) sks terdiri atas 1 (satu) jam pembelajaran tatap muka, 1
(satu) jam penugasan terstruktur, dan 1 (satu) jam kegiatan mandiri.
2. Beban
belajar tatap muka, penugasan terstruktur, dan kegiatan mandiri.
a. Sistem
Paket
Beban belajar penugasan
terstruktur dan kegiatan mandiri pada satuan pendidikan yang menggunakan Sistem
Paket yaitu 0%-40% untuk SD/MI, 0%-50% untuk SMP/MTs, dan 0%-60% untuk
SMA/MA/SMK/MAK dari waktu kegiatan tatap muka mata pelajaran yang bersangkutan.
Pemanfaatan alokasi waktu tersebut mempertimbangkan potensi dan kebutuhan
peserta didik dalam mencapai kompetensi.
b. Sistem
Kredit
Beban belajar tatap muka, penugasan terstruktur, dan
kegiatan mandiri pada satuan pendidikan yang menggunakan
Sistem Kredit Semester (SKS)
mengikuti aturan sebagai berikut:
1) Satu sks
pada SMP/MTs terdiri atas: 40 menit tatap muka, 20 menit penugasan terstruktur
dan kegiatan mandiri.
2) Satu sks
pada SMA/MA/SMK/MAK terdiri atas: 45 menit tatap muka dan 25 menit penugasan
terstruktur dan kegiatan mandiri.
3.
Beban Belajar Kegiatan Praktik Kerja SMK
Beban belajar kegiatan praktik kerja di SMK diatur: (i) 2
(dua) jam praktik di sekolah setara dengan 1 (satu) jam tatap muka, dan (ii) 4
(empat) jam praktik di dunia usaha dan industri setara dengan 2 (dua) jam tatap
muka.
4. Beban
Belajar Tambahan
Satuan pendidikan dapat menambah beban belajar per minggu
sesuai dengan kebutuhan belajar peserta didik. Konsekuensi penambahan beban
belajar pada satuan pendidikan menjadi tanggung jawab satuan pendidikan yang
bersangkutan.
D. Kalender
Pendidikan
Kurikulum satuan pendidikan pada
setiap jenis dan jenjang diselenggarakan dengan mengikuti kalender pendidikan.
Kalender pendidikan adalah pengaturan waktu untuk kegiatan pembelajaran peserta
didik selama satu tahun ajaran yang mencakup permulaan tahun pelajaran, minggu
efektif belajar, waktu pembelajaran efektif, dan hari libur.
1. Permulaan
Waktu Pelajaran
Permulaan waktu pelajaran di setiap satuan pendidikan
dimulai pada setiap awal tahun pelajaran.
2. Pengaturan
Waktu Belajar Efektif
a. Minggu
efektif belajar adalah jumlah minggu kegiatan pembelajaran di luar waktu libur
untuk setiap tahun pelajaran pada setiap satuan pendidikan.
b. Waktu
pembelajaran efektif adalah jumlah jam pembelajaran setiap minggu yang meliputi
jumlah jam pembelajaran untuk seluruh mata pelajaran termasuk muatan lokal
(kurikulum tingkat daerah), ditambah jumlah jam untuk kegiatan lain yang
dianggap penting oleh satuan pendidikan.
3. Pengaturan Waktu Libur
Penetapan waktu libur dilakukan dengan mengacu pada
ketentuan yang berlaku tentang hari libur, baik nasional maupun daerah. Waktu
libur dapat berbentuk jeda tengah semester, jeda antar semester, libur akhir
tahun pelajaran, hari libur keagamaan, hari libur umum termasuk hari-hari besar
nasional, dan hari libur khusus.
Alokasi waktu minggu efektif
belajar, waktu libur, dan kegiatan lainnya tertera pada Tabel berikut ini.
Tabel 1: Alokasi Waktu pada
Kalender Pendidikan
NO
|
KEGIATAN
|
ALOKASI WAKTU
|
KETERANGAN
|
1.
|
Minggu efektif belajar
|
Minimum 34 minggu dan
maksimum 38 minggu
|
Digunakan untuk kegiatan
pembelajaran efektif pada setiap satuan pendidikan
|
2.
|
Jeda tengah semester
|
Maksimum 2 minggu
|
Satu minggu setiap semester
|
3.
|
Jeda antar
|
Maksimum 2
|
Antara semester I dan II
|
NO
|
KEGIATAN
|
ALOKASI WAKTU
|
KETERANGAN
|
semester
|
minggu
|
||
4.
|
Libur akhir tahun pelajaran
|
Maksimum 3 minggu
|
Digunakan untuk penyiapan kegiatan dan administrasi akhir
dan awal tahun
pelajaran
|
5.
|
Hari libur
keagamaan
|
2 – 4 minggu
|
Daerah khusus yang
memerlukan libur keagamaan lebih panjang dapat mengaturnya sendiri tanpa
mengurangi jumlah minggu efektif belajar dan waktu pembelajaran efektif
|
6.
|
Hari libur
umum/nasional
|
Maksimum 2 minggu
|
Disesuaikan dengan
Peraturan Pemerintah
|
7.
|
Hari libur khusus
|
Maksimum 1 minggu
|
Untuk satuan pendidikan
sesuai dengan ciri kekhususan masing-masing
|
8.
|
Kegiatan khusus
sekolah/madras ah
|
Maksimum 3 minggu
|
Digunakan untuk kegiatan
yang diprogramkan secara khusus oleh sekolah/madrasah tanpa mengurangi jumlah
minggu efektif belajar dan waktu pembelajaran efektif
|
VI. MEKANISME PENYUSUNAN DAN PENGELOLAAN
A. Tahapan
Penyusunan
Penyusunan KTSP merupakan bagian
dari kegiatan perencanaan sekolah/madrasah. Kegiatan ini dapat berbentuk rapat
kerja dan/atau lokakarya sekolah/madrasah dan/atau kelompok sekolah/madrasah
yang diselenggarakan sebelum tahun pelajaran baru.
Tahap kegiatan penyusunan KTSP
secara garis besar meliputi: (i) perumusan visi dan misi berdasarkan analisis
konteks dengan tetap mempertimbangkan keunggulan dan kebutuhan nasional dan
daerah; penyiapan dan penyusunan draf; riviu, revisi, dan finalisasi;
pemantapan dan penilaian; serta pengesahan. Langkah yang lebih rinci dari
masing-masing kegiatan diatur dan diselenggarakan oleh tim pengembang kurikulum
sekolah.
B. Prinsip-prinsip
Penyusunan
Dalam menyusun KTSP perlu
memperhatikan prinsip-prinsip sebagai berikut:
1.
Peningkatan Iman, Takwa, dan Akhlak Mulia
Iman, takwa, dan akhlak mulia menjadi dasar pembentukan
kepribadian peserta didik secara utuh. KTSP disusun agar semua mata pelajaran
dapat menunjang peningkatan iman, takwa, dan akhlak mulia.
2. Kebutuhan
Kompetensi Masa Depan
Kemampuan peserta didik yang diperlukan yaitu antara lain
kemampuan berkomunikasi, berpikir kritis dan kreatif dengan mempertimbangkan
nilai dan moral Pancasila agar menjadi warga negara yang demokratis dan
bertanggungjawab, toleran dalam keberagaman, mampu hidup dalam masyarakat
global, memiliki minat luas dalam kehidupan dan kesiapan untuk bekerja,
kecerdasan sesuai dengan bakat/minatnya, dan peduli terhadap lingkungan.
Kurikulum harus mampu menjawab tantangan ini sehingga perlu mengembangkan
kemampuan-kemampuan ini dalam proses pembelajaran.
3. Peningkatan
Potensi, Kecerdasan, dan Minat sesuai dengan Tingkat Perkembangan dan Kemampuan
Peserta Didik
Pendidikan merupakan proses sistematik untuk meningkatkan
martabat manusia secara holistik yang memungkinkan potensi diri (afektif,
kognitif, psikomotor) berkembang secara optimal. Sejalan dengan itu, kurikulum
disusun dengan memperhatikan potensi, tingkat perkembangan, minat, kecerdasan
intelektual, emosional, sosial, spritual, dan kinestetik peserta didik.
4. Keragaman
Potensi dan Karakteristik Daerah dan Lingkungan
Daerah memiliki keragaman potensi, kebutuhan, tantangan, dan
karakteristik lingkungan. Masing-masing daerah memerlukan pendidikan yang
sesuai dengan karakteristik daerah dan pengalaman hidup sehari-hari. Oleh
karena itu, kurikulum perlu memuat keragaman tersebut untuk menghasilkan
lulusan yang relevan dengan kebutuhan pengembangan daerah.
5. Tuntutan
Pembangunan Daerah dan Nasional
Dalam era otonomi dan desentralisasi, kurikulum adalah salah
satu media pengikat dan pengembang keutuhan bangsa yang dapat mendorong
partisipasi masyarakat dengan tetap mengedepankan wawasan nasional. Untuk itu,
kurikulum perlu memperhatikan keseimbangan antara kepentingan daerah dan
nasional.
6. Tuntutan
Dunia Kerja
Kegiatan pembelajaran harus dapat mendukung tumbuh
kembangnya pribadi peserta didik yang berjiwa kewirausahaan dan mempunyai
kecakapan hidup. Oleh sebab itu, kurikulum perlu memuat kecakapan hidup untuk
membekali peserta didik memasuki dunia kerja. Hal ini sangat penting terutama
bagi satuan pendidikan kejuruan dan peserta didik yang tidak melanjutkan ke
jenjang yang lebih tinggi.
7. Perkembangan
Ilmu Pengetahuan, Teknologi, dan Seni
Pendidikan perlu mengantisipasi dampak global yang membawa
masyarakat berbasis pengetahuan di mana IPTEKS sangat berperan sebagai
penggerak utama perubahan. Pendidikan harus terus menerus melakukan adaptasi
dan penyesuaian perkembangan IPTEKS sehingga tetap relevan dan kontekstual
dengan perubahan. Oleh karena itu, kurikulum harus dikembangkan secara berkala
dan berkesinambungan sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi,
dan seni.
8. Agama
Kurikulum dikembangkan untuk mendukung peningkatan iman,
taqwa, serta akhlak mulia dan tetap memelihara toleransi dan kerukunan umat
beragama. Oleh karena itu, muatan kurikulum semua matapelajaran ikut mendukung
peningkatan iman, takwa, dan akhlak mulia.
9. Dinamika
Perkembangan Global
Kurikulum menciptakan kemandirian, baik pada individu maupun
bangsa, yang sangat penting ketika dunia digerakkan oleh pasar bebas. Pergaulan
antarbangsa yang semakin dekat memerlukan individu yang mandiri dan mampu
bersaing serta mempunyai kemampuan untuk hidup berdampingan dengan suku dan
bangsa lain.
10. Persatuan
Nasional dan Nilai-Nilai Kebangsaan
Kurikulum diarahkan untuk membangun karakter dan wawasan
kebangsaan peserta didik yang menjadi landasan penting bagi upaya memelihara
persatuan dan kesatuan bangsa dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia
(NKRI). Oleh karena itu, kurikulum harus menumbuhkembangkan wawasan dan sikap
kebangsaan serta persatuan nasional untuk memperkuat keutuhan bangsa dalam
wilayah NKRI.
11. Kondisi Sosial
Budaya Masyarakat Setempat
Kurikulum dikembangkan dengan memperhatikan karakteristik
sosial budaya masyarakat setempat dan menunjang kelestarian keragaman budaya.
Penghayatan dan apresiasi pada budaya setempat ditumbuhkan terlebih dahulu
sebelum mempelajari budaya dari daerah dan bangsa lain.
12. Kesetaraan Jender
Kurikulum diarahkan kepada pengembangan sikap dan perilaku
yang berkeadilan dengan memperhatikan kesetaraan jender.
13. Karakteristik
Satuan Pendidikan
Kurikulum dikembangkan sesuai dengan kondisi dan ciri khas
satuan pendidikan.
C. Mekanisme Pengelolaan
KTSP dikelola berdasarkan
prinsip-prinsip sebagai berikut.
1. Berpusat
pada potensi, perkembangan, kebutuhan, dan kepentingan peserta didik dan
lingkungannya
Kurikulum dikembangkan berdasarkan prinsip bahwa peserta
didik memiliki posisi sentral untuk mengembangkan kompetensinya agar menjadi
manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia,
sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang
demokratis serta bertanggung jawab. Untuk mendukung pencapaian tujuan tersebut
pengembangan kompetensi peserta didik disesuaikan dengan potensi, perkembangan,
kebutuhan, dan kepentingan peserta didik serta tuntutan lingkungan. Memiliki
posisi sentral berarti bahwa kegiatan pembelajaran harus berpusat pada peserta
didik.
2. Beragam
dan terpadu
Kurikulum dikembangkan dengan memperhatikan kebutuhan
nasional sesuai tujuan pendidikan, keragaman karakteristik peserta didik,
kondisi daerah, jenjang dan jenis pendidikan, serta menghargai dan tidak
diskriminatif terhadap perbedaan agama, suku, budaya, adat istiadat, status
sosial ekonomi, dan jender. Kurikulum meliputi substansi komponen muatan wajib
dan muatan lokal.
3. Tanggap
terhadap perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi dan seni
Kurikulum dikembangkan atas dasar kesadaran bahwa ilmu
pengetahuan, teknologi, dan seni berkembang secara dinamis. Oleh karena itu,
semangat dan isi kurikulum memberikan pengalaman belajar peserta didik untuk
mengikuti dan memanfaatkan perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni.
4. Relevan
dengan kebutuhan kehidupan
Pengembangan kurikulum satuan pendidikan dilakukan dengan
melibatkan pemangku kepentingan (stakeholders)
untuk menjamin relevansi pendidikan dengan kebutuhan kehidupan, termasuk di
dalamnya kehidupan kemasyarakatan, dunia usaha dan dunia kerja. Oleh karena
itu, pengembangan kurikulum perlu memperhatikan keseimbangan antara hard skills dan soft skills pada setiap kelas antarmata pelajaran, dan
memperhatikan kesinambungan hard skills
dan soft skills antarkelas.
5. Menyeluruh
dan berkesinambungan
Substansi kurikulum mencakup keseluruhan dimensi kompetensi
(sikap, pengetahuan, dan keterampilan), bidang kajian keilmuan dan mata
pelajaran yang direncanakan dan disajikan secara berkesinambungan antar jenjang
pendidikan.
6. Belajar
sepanjang hayat
Kurikulum diarahkan pada proses pengembangan, pembudayaan,
dan pemberdayaan kemampuan peserta didik untuk belajar sepanjang hayat.
Kurikulum mencerminkan keterkaitan antara unsur-unsur pendidikan formal,
nonformal, dan informal dengan memperhatikan kondisi dan tuntutan lingkungan
yang selalu berkembang serta arah pengembangan manusia seutuhnya.
7. Seimbang
antara kepentingan nasional dan kepentingan daerah
Kurikulum dikembangkan dengan memperhatikan kepentingan
nasional dan daerah untuk membangun kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan
bernegara. Kepentingan nasional dan daerah saling mengisi dan memberdayakan
sejalan dengan prinsip Bhinneka Tunggal Ika dalam kerangka NKRI.
VII.
PIHAK YANG TERLIBAT
KTSP dikembangkan sesuai dengan
relevansinya oleh setiap kelompok atau satuan pendidikan dan Komite
Sekolah/Madrasah di bawah koordinasi dan supervisi dinas pendidikan atau kantor
kementerian agama kabupaten/kota untuk pendidikan dasar dan dinas pendidikan
atau kantor wilayah kementerian agama provinsi untuk pendidikan menengah.
a. Tim
penyusun KTSP pada SD, SMP, SMA dan SMK terdiri atas: guru, konselor, dan
kepala sekolah sebagai ketua merangkap anggota. Dalam kegiatan penyusunan KTSP,
tim penyusun melibatkan komite sekolah, nara sumber, dan pihak lain yang
terkait. Koordinasi dan supervisi dilakukan oleh dinas yang bertanggung jawab
di bidang pendidikan tingkat kabupaten/kota untuk SD dan SMP dan dinas yang
bertanggung jawab di bidang pendidikan di tingkat provinsi untuk SMA dan
SMK.
b. Tim
penyusun KTSP pada MI, MTs, MA dan MAK terdiri atas: guru, konselor, dan kepala
madrasah sebagai ketua merangkap anggota. Dalam kegiatan penyusunan KTSP, tim
penyusun melibatkan komite madrasah, nara sumber, dan pihak lain yang terkait.
Koordinasi dan supervisi dilakukan oleh kementerian yang menangani urusan
pemerintahan di bidang agama.
c. Tim
penyusun KTSP pada pendidikan khusus (SDLB, SMPLB, dan SMALB) terdiri atas:
guru, konselor, dan kepala sekolah sebagai ketua merangkap anggota. Dalam
kegiatan penyusunan KTSP, tim penyusun melibatkan komite sekolah, nara sumber,
dan pihak lain yang terkait. Koordinasi dan supervisi dilakukan oleh dinas
provinsi yang bertanggung jawab di bidang pendidikan.
VIII.
PENUTUP
Demikian Pedoman ini disusun
sebagai acuan operasional dalam penyusunan dan pengelolaan KTSP oleh satuan
pendidikan. Dengan adanya KTSP tersebut, satuan pendidikan dapat mengatur
implementasi Kurikulum 2013 ke dalam tataran teknis secara fleksibel, terutama
pada aspek pembelajaran.
MENTERI
PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
REPUBLIK
INDONESIA,
MOHAMMAD
NUH
LAMPIRAN II
PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN DAN
KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 81A
TAHUN 2013
TENTANG
IMPLEMENTASI
KURIKULUM
PEDOMAN
PENGEMBANGAN MUATAN LOKAL
I. PENDAHULUAN
Muatan lokal, sebagaimana dimaksud
dalam Penjelasan Atas Undangundang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional, merupakan bahan kajian yang dimaksudkan untuk membentuk
pemahaman peserta didik terhadap potensi di daerah tempat tinggalnya.
Dalam Pasal 77 N Peraturan
Pemerintah Nomor 32 Tahun 2013 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah
Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional dinyatakan bahwa : (1) Muatan
lokal untuk setiap satuan pendidikan berisi muatan dan proses pembelajaran
tentang potensi dan keunikan lokal; (2) Muatan lokal dikembangkan dan
dilaksanakan pada setiap satuan pendidikan.
Selanjutnya, dalam Pasal 77P antara
lain dinyatakan bahwa : (1) Pemerintah daerah provinsi melakukan koordinasi dan
supervisi pengelolaan muatan lokal pada pendidikan menengah; (2) Pemerintah
daerah kabupaten/kota melakukan koordinasi dan supervisi pengelolaan muatan
lokal pada pendidikan dasar; (3) Pengelolaan muatan lokal meliputi penyiapan, penyusunan,
dan evaluasi terhadap dokumen muatan lokal, buku teks pelajaran, dan buku
panduan guru; dan (4) Dalam hal seluruh kabupaten/kota pada 1 (satu) provinsi
sepakat menetapkan 1 (satu) muatan lokal yang sama, koordinasi dan supervisi
pengelolaan kurikulum pada pendidikan dasar dilakukan oleh pemerintah daerah
provinsi.
Muatan lokal sebagai bahan kajian
yang membentuk pemahaman terhadap potensi di daerah tempat tinggalnya
bermanfaat untuk memberikan bekal sikap, pengetahuan, dan keterampilan kepada
peserta didik agar:
1. mengenal
dan menjadi lebih akrab dengan lingkungan alam, sosial, dan budayanya;
2. memiliki
bekal kemampuan dan keterampilan serta pengetahuan mengenai daerahnya yang
berguna bagi dirinya maupun lingkungan masyarakat pada umumnya; dan
3. memiliki
sikap dan perilaku yang selaras dengan nilai-nilai/aturanaturan yang berlaku di
daerahnya, serta melestarikan dan mengembangkan nilai-nilai luhur budaya
setempat dalam rangka menunjang pembangunan nasional.
II.
TUJUAN PEDOMAN
Pedoman muatan lokal merupakan
acuan bagi satuan pendidikan (guru, kepala sekolah, dan komite sekolah) dalam
pengembangan muatan lokal oleh masing- masing satuan pendidikan.
Pedoman muatan lokal ini juga
menjadi acuan bagi : (1) Pemerintah daerah provinsi dalam melakukan koordinasi
dan supervisi pengelolaan muatan lokal pada pendidikan menengah, dan (2)
Pemerintah daerah kabupaten/kota dalam melakukan koordinasi dan supervisi pengelolaan
muatan lokal pada pendidikan dasar.
III.
PENGGUNA PEDOMAN
Pedoman muatan lokal digunakan
bagi:
1. Satuan
pendidikan (guru, kepala sekolah, komite sekolah/ madrasah) dalam mengembangkan
materi/substansi/program muatan lokal yang sesuai dengan kebutuhan dan potensi
di sekitarnya.
2. Pemerintah
provinsi (dinas pendidikan provinsi, kanwil kementerian agama) dalam melakukan
koordinasi dan supervisi pengelolaan muatan lokal pada pendidikan menengah
(SMA/MA dan SMK/MAK).
3. Pemerintah
daerah kabupaten/kota (dinas pendidikan kabupaten/ kota, kantor kementerian
agama kabupaten/kota) dalam melakukan koordinasi dan supervisi pengelolaan
muatan lokal pada pendidikan dasar (SD/MI dan SMP/MTs).
IV.
DEFINISI OPERASIONAL
Beberapa istilah yang perlu
dijelaskan dalam pedoman ini adalah sebagai berikut:
1. Muatan
lokal merupakan bahan kajian pada satuan pendidikan yang berisi muatan dan
proses pembelajaran tentang potensi dan keunikan lokal yang dimaksudkan untuk
membentuk pemahaman peserta didik terhadap potensi di daerah tempat tinggalnya.
2. Pemerintah
provinsi adalah gubernur dan berbagai perangkat daerah sebagai unsur penyelenggara
pemerintahan daerah provinsi.
3. Pemerintah
kabupaten/kota adalah bupati/walikota dan berbagai perangkat daerah sebagai
unsur penyelenggara pemerintahan daerah kabupaten/kota.
V.
KOMPONEN MUATAN LOKAL
A. Ruang Lingkup
Ruang lingkup muatan lokal adalah
sebagai berikut.
1. Lingkup keadaan dan kebutuhan
daerah.
Keadaan daerah adalah segala sesuatu yang terdapat di daerah
tertentu yang pada dasarnya berkaitan dengan lingkungan alam, lingkungan
sosial ekonomi, dan lingkungan sosial
budaya.
Kebutuhan daerah adalah segala sesuatu yang diperlukan oleh
masyarakat di suatu daerah, khususnya untuk kelangsungan hidup dan peningkatan taraf kehidupan
masyarakat tersebut, yang disesuaikan dengan arah perkembangan daerah serta potensi
daerah yang bersangkutan. Kebutuhan daerah tersebut adalah seperti kebutuhan
untuk:
a. melestarikan
dan mengembangkan kebudayaan daerah;
b. meningkatkan
kemampuan dan keterampilan di bidang tertentu sesuai dengan keadaan
perekonomian daerah;
c. meningkatkan
penguasaan Bahasa Inggris untuk keperluan peserta didik dan untuk mendukung
pengembangan potensi daerah, seperti potensi pariwisata; dan
d. meningkatkan
kemampuan berwirausaha.
2. Lingkup isi/jenis muatan lokal.
Lingkup isi/jenis muatan lokal dapat berupa: bahasa daerah,
bahasa Inggris, kesenian daerah, keterampilan dan kerajinan daerah, adat
istiadat, dan pengetahuan tentang berbagai ciri khas lingkungan alam sekitar,
serta hal-hal yang dianggap perlu untuk pengembangan potensi daerah yang
bersangkutan.
B. Prinsip
Pengembangan
Pengembangan muatan lokal untuk
SD/MI, SMP/MTs, SMA/MA, dan SMK/MAK perlu memperhatikan beberapa prinsip
pengembangan sebagai berikut.
1. Utuh
Pengembangan pendidikan muatan lokal dilakukan berdasarkan
pendidikan berbasis kompetensi, kinerja, dan kecakapan hidup.
2. Kontekstual
Pengembangan pendidikan muatan lokal dilakukan berdasarkan
budaya, potensi, dan masalah daerah.
3. Terpadu
Pendidikan muatan lokal dipadukan dengan lingkungan satuan
pendidikan, termasuk terpadu dengan dunia usaha dan industri.
4. Apresiatif
Hasil-hasil pendidikan muatan lokal dirayakan (dalam bentuk
pertunjukkan, lomba-lomba, pemberian penghargaan) di level satuan pendidikan
dan daerah.
5. Fleksibel
Jenis muatan lokal yang dipilih oleh satuan pendidikan dan
pengaturan waktunya bersifat fleksibel sesuai dengan kondisi dan karakteristik
satuan pendidikan.
6.
Pendidikan Sepanjang Hayat
Pendidikan muatan lokal tidak hanya berorientasi pada hasil
belajar, tetapi juga mengupayakan peserta didik untuk belajar secara terus-
menerus.
7. Manfaat
Pendidikan muatan lokal berorientasi pada upaya melestarikan
dan mengembangkan budaya lokal dalam menghadapi tantangan global.
C. Strategi
Pengembangan Muatan Lokal
Terdapat dua strategi dalam
pengembangan muatan lokal, yaitu:
1. Dari
bawah ke atas (bottom up)
Penyelenggaraan pendidikan muatan lokal dapat dibangun
secara bertahap tumbuh di dan dari satuan-satuan pendidikan. Hal ini berarti
bahwa satuan pendidikan diberi kewenangan untuk menentukan jenis muatan lokal
sesuai dengan hasil analisis konteks. Penentuan jenis muatan lokal kemudian
diikuti dengan penyusunan kurikulum yang sesuai dengan identifikasi kebutuhan
dan/atau ketersediaan sumber daya pendukung. Jenis muatan lokal yang sudah
diselenggarakan satuan pendidikan kemudian dianalisis untuk mencari dan
menentukan bahan kajian umum/ besarannya.
2. Dari
atas ke bawah (top down)
Pada tahap ini pemerintah daerah) sudah memiliki bahan
kajian muatan lokal yang diidentifikasi dari jenis muatan lokal yang
diselenggarakan satuan pendidikan di daerahnya. Tim pengembang muatan lokal
dapat menganalisis core and content
dari jenis muatan lokal secara keseluruhan. Setelah core and content umum ditemukan, maka tim pengembang kurikulum
daerah dapat merumuskan rekomendasi kepada pemerintah daerah untuk membuat
kebijakan tentang jenis muatan lokal yang akan diselenggarakan di daerahnya.
VI.
MEKANISME PENGEMBANGAN DAN PELAKSANAAN
A. Tahapan
Pengembangan Muatan Lokal
Muatan Lokal dikembangkan melalui
tahapan sebagai berikut:
1. Melakukan
identifikasi dan analisis konteks kurikulum.
Identifikasi konteks kurikulum meliputi analisis ciri khas,
potensi, keunggulan, kearifan lokal, dan kebutuhan/tuntutan daerah. Metode
identifikasi dan analisis disesuaikan dengan kemampuan tim.
2. Menentukan
jenis muatan lokal yang akan dikembangkan.
Jenis muatan
lokal meliputi empat rumpun muatan lokal yang merupakan persinggungan antara
budaya lokal (dimensi sosiobudaya-politik), kewirausahaan, pra-vokasional
(dimensi ekonomi), pendidikan lingkungan, dan kekhususan lokal lainnya (dimensi
fisik).
a. Budaya
lokal mencakup pandangan-pandangan yang mendasar, nilai-nilai sosial, dan
artifak-artifak (material dan perilaku) yang luhur yang bersifat lokal.
b. Kewirausahaan
dan pra-vokasional adalah muatan lokal yang mencakup pendidikan yang tertuju
pada pengembangan potensi jiwa usaha dan kecakapannya.
c. Pendidikan
lingkungan & kekhususan lokal lainnya adalah mata pelajaran muatan lokal
yang bertujuan untuk mengenal lingkungan lebih baik, mengembangkan kepedulian
terhadap lingkungan, dan mengembangkan potensi lingkungan.
d.
Perpaduan antara
budaya lokal, kewirausahaan,
pravokasional, lingkungan hidup, dan
kekhususan lokal lainnya yang dapat menumbuhkan suatu kecakapan hidup.
3. Menentukan
bahan kajian muatan lokal
Kegiatan ini pada dasarnya untuk mendata dan mengkaji
berbagai kemungkinan muatan lokal yang dapat diangkat sebagai bahan kajian
sesuai dengan dengan keadaan dan kebutuhan satuan pendidikan. Penentuan bahan
kajian muatan lokal didasarkan pada kriteria berikut:
a. kesesuaian
dengan tingkat perkembangan peserta didik;
b. kemampuan
guru dan ketersediaan tenaga pendidik yang diperlukan;
c. tersedianya
sarana dan prasarana;
d. tidak
bertentangan dengan agama dan nilai luhur bangsa;
e. tidak
menimbulkan kerawanan sosial dan keamanan;
f. kelayakan
yang berkaitan dengan pelaksanaan di satuan pendidikan;
g. karakteristik
yang sesuai dengan kondisi dan situasi daerah;
h. komponen
analisis kebutuhan muatan lokal (ciri khas, potensi, keunggulan, dan
kebutuhan/tuntutan);
i. mengembangkan
kompetensi dasar yang mengacu pada kompetensi inti;
j. menyusun
silabus muatan lokal.
B. Rambu-Rambu
Pengembangan Muatan Lokal
Berikut ini rambu-rambu yang
perlu diperhatikan dalam pengembangan muatan lokal:
1. Satuan
pendidikan yang mampu mengembangkan standar kompetensi dan kompetensi dasar
beserta silabusnya dapat melaksanakan mata pelajaran muatan lokal. Apabila
satuan pendidikan belum mampu mengembangkan standar kompetensi dan kompetensi
dasar beserta silabusnya, maka satuan pendidikan dapat melaksanakan muatan
lokal berdasarkan kegiatan-kegiatan yang direncanakan oleh satuan pendidikan,
atau dapat meminta bantuan kepada satuan pendidikan terdekat yang masih dalam
satu daerahnya. Beberapa satuan pendidikan dalam satu daerah yang belum mampu
mengembangkannya dapat meminta bantuan tim pengembang kurikulum daerah atau
meminta bantuan dari Lembaga Penjaminan Mutu Pendidikan (LPMP) di propinsinya.
2. Bahan
kajian disesuaikan dengan tingkat perkembangan peserta didik yang mencakup
perkembangan pengetahuan dan cara berpikir, emosional, dan sosial peserta
didik. Pembelajaran diatur agar tidak memberatkan peserta didik dan tidak
mengganggu penguasaan kurikulum nasional. Oleh karena itu, pelaksanaan muatan
lokal dihindarkan dari penugasan pekerjaan rumah (PR).
3. Program
pengajaran dikembangkan dengan melihat kedekatannya dengan peserta didik yang
meliputi kedekatan secara fisik dan secara psikis. Dekat secara fisik berarti
bahwa terdapat dalam lingkungan tempat tinggal dan sekolah peserta didik,
sedangkan dekat secara psikis berarti bahwa bahan kajian tersebut mudah
dipahami oleh kemampuan berpikir dan mencerna informasi sesuai dengan usia peserta
didik. Untuk itu, bahan pengajaran perlu disusun berdasarkan prinsip belajar
yaitu: (1) bertitik tolak dari hal-hal konkret ke abstrak; (2) dikembangkan
dari yang diketahui ke yang belum diketahui; (3) dari pengalaman lama ke
pengalaman baru; (4) dari yang mudah/sederhana ke yang lebih sukar/rumit.
Selain itu, bahan kajian/pelajaran diharapkan bermakna bagi peserta didik yaitu
bermanfaat karena dapat membantu peserta didik dalam kehidupan sehari-hari.
4. Bahan
kajian/pelajaran diharapkan dapat memberikan keluwesan bagi guru dalam memilih
metode mengajar dan sumber belajar seperti buku dan nara sumber. Dalam kaitan
dengan sumber belajar, guru diharapkan dapat mengembangkan sumber belajar yang
sesuai dengan memanfaatkan potensi di lingkungan satuan pendidikan, misalnya
dengan memanfaatkan tanah/kebun satuan pendidikan, meminta bantuan dari
instansi terkait atau dunia usaha/industri (lapangan kerja) atau tokoh-tokoh
masyarakat. Selain itu, guru diharapkan dapat memilih dan menggunakan strategi
yang melibatkan peserta didik aktif dalam proses belajar mengajar, baik secara
mental, fisik, maupun sosial.
5. Bahan
kajian muatan lokal yang diajarkan harus bersifat utuh dalam arti mengacu
kepada suatu tujuan pengajaran yang jelas dan memberi makna kepada peserta
didik. Namun demikian bahan kajian muatan lokal tertentu tidak harus secara
terus-menerus diajarkan mulai dari kelas I sampai dengan kelas VI, atau dari
kelas VII sampai dengan kelas IX, atau dari kelas X sampai dengan kelas XII.
Bahan kajian muatan lokal juga dapat disusun dan diajarkan hanya dalam jangka
waktu satu semester, dua semester, atau satu tahun ajaran.
6. Alokasi
waktu untuk bahan kajian/pelajaran muatan lokal perlu memperhatikan jumlah
hari/minggu dan minggu efektif untuk mata pelajaran muatan lokal pada setiap
semester.
C. Langkah
Pelaksanaan Muatan Lokal
Berikut adalah rambu-rambu
pelaksanaan pendidikan muatan lokal di satuan pendidikan:
1. Muatan
lokal diajarkan pada setiap jenjang kelas mulai dari tingkat pra satuan
pendidikan hingga satuan pendidikan menengah. Khusus pada jenjang pra satuan
pendidikan, muatan lokal tidak berbentuk sebagai mata pelajaran.
2. Muatan
lokal dilaksanakan sebagai mata pelajaran tersendiri dan/atau bahan kajian yang
dipadukan ke dalam mata pelajaran lain dan/atau pengembangan diri.
3. Alokasi
waktu adalah 2 jam/minggu jika muatan lokal berupa mata pelajaran khusus muatan
lokal.
4. Muatan
lokal dilaksanakan selama satu semester atau satu tahun atau bahkan selama tiga
tahun.
5.
Proses pembelajaran muatan lokal mencakup empat aspek
(kognitif, afektif, psikomotor, dan action).
6. Penilaian
pembelajaran muatan lokal mengutamakan unjuk kerja, produk, dan portofolio.
7. Satuan
pendidikan dapat menentukan satu atau lebih jenis bahan kajian mata pelajaran
muatan lokal.
8. Penyelenggaraan
muatan lokal disesuaikan dengan potensi dan karakteristik satuan pendidikan.
9. Satuan
pendidikan yang tidak memiliki tenaga khusus untuk muatan lokal dapat bekerja
sama atau menggunakan tenaga dengan pihak lain.
D. Daya
Dukung Pelaksanaan Muatan Lokal
Daya dukung pelaksanaan muatan
lokal meliputi segala hal yang dianggap perlu dan penting untuk mendukung
keterlaksanaan muatan lokal di satuan pendidikan. Beberapa hal penting yang
perlu diperhatikan adalah kebijakan mengenai muatan lokal, guru, sarana dan
prasarana, dan manajemen sekolah.
1. Kebijakan
Muatan Lokal
Pelaksanaan muatan lokal harus didukung kebijakan, baik pada
level pusat, provinsi, kabupaten/kota, dan satuan pendidikan. Kebijakan
diperlukan dalam hal:
a. kerja
sama dengan lembaga lain, baik pemerintah maupun swasta;
b. pemenuhan
kebutuhan sumber daya (ahli, peralatan, dana, sarana dan lain-lain); dan
c. penentuan
jenis muatan lokal pada level kabupaten/kota/provinsi sebagai muatan lokal
wajib pada daerah tertentu. Yang dimaksud daerah tertentu adalah daerah yang
memiliki kondisi khusus seperti: rawan konflik, rawan sosial, rawan bencana,
dan lain-lain.
2. Guru
Guru yang ditugaskan sebagai pengampu muatan lokal adalah
yang memiliki:
a. kemampuan
atau keahlian dan/atau lulusan pada bidang yang relevan;
b. pengalaman
melakukan bidang yang diampu; dan
c.
minat tinggi terhadap bidang yang diampu.
Guru muatan lokal dapat berasal dari luar satuan pendidikan,
seperti: satuan pendidikan terdekat, tokoh masyarakat, pelaku sosial-budaya,
dan lain-lain.
3. Sarana
dan Prasarana Sekolah
Kebutuhan sarana dan prasarana muatan lokal harus dipenuhi
oleh satuan pendidikan. Jika satuan pendidikan belum mampu memenuhi kebutuhan
sarana dan prasarana, maka pemenuhannya dapat dibantu melalui kerja sama dengan
pihak tertentu atau bantuan dari pihak lain.
4. Manajemen
Sekolah
Untuk memfasilitasi implementasi muatan lokal, kepala
sekolah:
a. menugaskan
guru, menjadwalkan, dan menyediakan sumber daya secara khusus untuk muatan
local;
b. menjaga
konsistensi pembelajaran sesuai dengan prinsipprinsip pembelajaran umum dan
muatan lokal khususnya; dan
c. mencantumkan
kegiatan pameran atau sejenisnya dalam kalender akademik satuan pendidikan.
VII.
PIHAK YANG TERLIBAT
Pihak-pihak yang terkait dengan
pengembangan dan pengelolaan muatan lokal, antara lain :
1. Satuan
pendidikan
Kepala sekolah, guru, dan komite
sekolah/madrasah secara bersamasama mengembangkan materi/ substansi/program
muatan lokal yang sesuai dengan kebutuhan dan potensi di sekitarnya.
2. Pemerintah
provinsi
Gubernur dan dinas pendidikan
provinsi melakukan koordinasi dan supervisi pengelolaan muatan lokal pada
pendidikan menengah (SMA dan SMK).
3. Kantor
Wilayah Kementerian Agama melakukan koordinasi dan supervisi pengelolaan muatan
lokal pada pendidikan menengah (MA dan MAK).
4. Pemerintah
Kabupaten/Kota
Bupati/walikota dan dinas
pendidikan kabupaten/kota melakukan koordinasi dan supervisi pengelolaan muatan
lokal pada pendidikan dasar (SD dan SMP).
5. Kantor
Kementerian Agama Kabupaten/Kota
melakukan koordinasi dan supervisi pengelolaan muatan lokal pada pendidikan
dasar (MI dan MTs).
VIII.
PENUTUP
Pengembangan dan pelaksanaan muatan
lokal di setiap satuan pendidikan harus tetap sinergi dengan pengembangan dan
pelaksanaan kurikulum setiap satuan pendidik. Dalam pengembangan muatan lokal
perlu keterlibatan berbagai unsur, terutama di tingkat satuan pendidikan
seperti: guru, kepala sekolah, serta komite sekolah/madrasah. Di sisi lain,
pemerintah daerah beserta perangkat daerah yang melaksanakan pemerintahan
daerah di bidang pendidikan perlu mendukung dalam bentuk supervisi serta
koordinasi sesuai dengan kewenangan masingmasing. Pada kekhususan jenis muatan
lokal, seperti untuk SMK/MAK, berbagai unsur masyarakat baik dari dunia
industri maupun asosiasi profesi dapat dilibatkan.
MENTERI
PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
REPUBLIK
INDONESIA,
MOHAMMAD
NUH
LAMPIRAN III
PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN DAN
KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 81A
TAHUN 2013
TENTANG
IMPLEMENTASI
KURIKULUM
PEDOMAN
KEGIATAN EKSTRAKURIKULER
I. PENDAHULUAN
Pasal 3 Undang-Undang Nomor 20
Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional menyebutkan bahwa pendidikan
nasional bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi
manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia,
sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang
demokratis serta bertanggung jawab.
Pengembangan potensi peserta didik
sebagaimana dimaksud dalam tujuan pendidikan nasional tersebut dapat diwujudkan
melalui kegiatan ekstrakurikuler yang merupakan salah satu kegiatan dalam
program kurikuler. Kegiatan ekstrakurikuler adalah program kurikuler yang
alokasi waktunya tidak ditetapkan dalam kurikulum. Jelasnya bahwa kegiatan
ekstrakurikuler merupakan perangkat operasional (supplement dan complements)
kurikulum, yang perlu disusun dan dituangkan dalam rencana kerja
tahunan/kalender pendidikan satuan pendidikan.
Kegiatan ekstrakurikuler
menjembatani kebutuhan perkembangan peserta didik yang berbeda; seperti
perbedaan sense akan nilai moral dan
sikap, kemampuan, dan kreativitas. Melalui partisipasinya dalam kegiatan
ekstrakurikuler peserta didik dapat belajar dan mengembangkan kemampuan
berkomunikasi, bekerja sama dengan orang lain, serta menemukan dan
mengembangkan potensinya. Kegiatan ekstrakurikuler juga memberikan manfaat
sosial yang besar.
Kegiatan ekstrakurikuler merupakan
salah satu perangkat operasional (supplement
dan complements) kurikulum, yang
perlu disusun dan dituangkan dalam rencana kerja tahunan/kalender pendidikan
satuan pendidikan (seperti disebutkan pada Pasal 53 ayat (2) butir a Peraturan
Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan sebagaimana
telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 2013 tentang Perubahan
Atas Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional
Pendidikan) serta dievaluasi pelaksanaannya setiap semester oleh satuan
pendidikan (seperti disebutkan pada Pasal 79 ayat (2) butir b Peraturan
Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan sebagaimana
telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 2013 tentang Perubahan
Atas Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional
Pendidikan).
II.
TUJUAN
Pedoman kegiatan ekstrakurikuler
ini disusun dengan tujuan untuk.
1. Menjadi
arahan operasional dalam pengembangan program dan kegiatan ekstrakurikuler oleh
satuan pendidikan.
2. Menjadi
arahan operasional dalam pelaksanaan dan penilaian kegiatan ekstrakurikuler di
tingkat satuan pendidikan.
III.
PENGGUNA PEDOMAN
Pedoman kegiatan ekstrakurikuler
ini diharapkan bermanfaat bagi pengguna yang meliputi :
1. Dewan
guru dan tenaga kependidikan sebagai pengembang dan pembina program
ekstrakurikuler.
2. Kepala
sekolah sebagai penanggung jawab program ekstrakurikuler di satuan pendidikan.
3. Komite
sekolah/madrasah sebagai mitra sekolah yang mewakili orang tua peserta didik
dalam pengembangan program dan dukungan pelaksanaan program ekstrakurikuler.
IV.
DEFINISI OPERASIONAL
Beberapa istilah yang perlu
dijelaskan dalam pedoman ini adalah sebagai berikut.
1. Ekstrakurikuler
adalah kegiatan pendidikan yang dilakukan oleh peserta didik di luar jam
belajar kurikulum standar sebagai perluasan dari kegiatan kurikulum dan
dilakukan di bawah bimbingan sekolah dengan tujuan untuk mengembangkan
kepribadian, bakat, minat, dan kemampuan peserta didik yang lebih luas atau di
luar minat yang dikembangkan oleh kurikulum. Berdasarkan definisi tersebut,
maka kegiatan di sekolah atau pun di luar sekolah yang terkait dengan tugas
belajar suatu mata pelajaran bukanlah kegiatan ekstrakurikuler.
2. Ekstrakurikuler
wajib merupakan program ekstrakurikuler yang harus diikuti oleh seluruh peserta
didik, terkecuali bagi peserta didik dengan kondisi tertentu yang tidak
memungkinkannya untuk mengikuti kegiatan ekstrakurikuler tersebut.
3. Ekstrakurikuler
pilihan merupakan program ekstrakurikuler yang dapat diikuti oleh peserta didik
sesuai dengan bakat dan minatnya masing-masing.
V.
KOMPONEN KEGIATAN EKSTRAKURIKULER
A. Visi dan Misi
1. Visi
Visi kegiatan ekstrakurikuler
pada satuan pendidikan adalah berkembangnya potensi, bakat, minat, kemampuan,
kepribadian, dan kemandirian peserta didik secara optimal melalui
kegiatankegiatan di luar kegiatan intrakurikuler.
2. Misi
Misi kegiatan ekstrakurikuler
pada satuan pendidikan adalah sebagai berikut:
a. Menyediakan
sejumlah kegiatan yang dapat dipilih dan diikuti sesuai dengan kebutuhan,
potensi, bakat, dan minat peserta didik.
b. Menyelenggarakan
sejumlah kegiatan yang memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk dapat
mengekspresikan dan mengaktualisasikan diri secara optimal melalui kegiatan
mandiri dan atau berkelompok.
B. Fungsi
dan Tujuan
1. Fungsi
Kegiatan ekstrakurikuler pada satuan pendidikan memiliki
fungsi pengembangan, sosial, rekreatif, dan persiapan karir.
a. Fungsi
pengembangan, yakni bahwa kegiatan ekstrakurikuler berfungsi untuk mendukung
perkembangan personal peserta didik melalui perluasan minat, pengembangan
potensi, dan pemberian kesempatan untuk pembentukan karakter dan pelatihan
kepemimpinan.
b. Fungsi
sosial, yakni bahwa kegiatan ekstrakurikuler berfungsi untuk mengembangkan
kemampuan dan rasa tanggung jawab sosial peserta didik. Kompetensi sosial
dikembangkan dengan memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk memperluas
pengalaman sosial, praktek keterampilan sosial, dan internalisasi nilai moral
dan nilai sosial.
c. Fungsi
rekreatif, yakni bahwa kegiatan ekstrakurikuler dilakukan dalam suasana rileks,
menggembirakan, dan menyenangkan sehingga menunjang proses perkembangan peserta
didik. Kegiatan ekstrakurikuler harus dapat menjadikan kehidupan atau atmosfer
sekolah lebih menantang dan lebih menarik bagi peserta didik.
d. Fungsi
persiapan karir, yakni bahwa kegiatan ekstrakurikuler berfungsi untuk
mengembangkan kesiapan karir peserta didik melalui pengembangan kapasitas.
2. Tujuan
Tujuan pelaksanaan kegiatan ekstrakurikuler pada satuan
pendidikan adalah:
a. Kegiatan
ekstrakurikuler harus dapat meningkatkan kemampuan kognitif, afektif, dan
psikomotor peserta didik.
b. Kegiatan
ekstrakurikuler harus dapat mengembangkan bakat dan minat peserta didik dalam
upaya pembinaan pribadi menuju pembinaan manusia seutuhnya.
C. Prinsip
Kegiatan ekstrakurikuler pada
satuan pendidikan dikembangkan dengan prinsip sebagai berikut.
1. Bersifat
individual, yakni bahwa kegiatan ekstrakurikuler dikembangkan sesuai dengan
potensi, bakat, dan minat peserta didik masing-masing.
2. Bersifat
pilihan, yakni bahwa kegiatan ekstrakurikuler dikembangkan sesuai dengan minat
dan diikuti oleh peserta didik secara sukarela.
3. Keterlibatan
aktif, yakni bahwa kegiatan ekstrakurikuler menuntut keikutsertaan peserta
didik secara penuh sesuai dengan minat dan pilihan masing-masing.
4. Menyenangkan,
yakni bahwa kegiatan ekstrakurikuler dilaksanakan dalam suasana yang
menggembirakan bagi peserta didik.
5. Membangun
etos kerja, yakni bahwa kegiatan ekstrakurikuler dikembangkan dan dilaksanakan
dengan prinsip membangun semangat peserta didik untuk berusaha dan bekerja
dengan baik dan giat.
6. Kemanfaatan
sosial, yakni bahwa kegiatan ekstrakurikuler dikembangkan dan dilaksanakan
dengan tidak melupakan kepentingan masyarakat.
D. Jenis
Kegiatan
Kegiatan ekstrakurikuler dapat
berbentuk.
1. Krida;
meliputi Kepramukaan, Latihan Dasar Kepemimpinan Siswa (LDKS), Palang Merah
Remaja (PMR), Pasukan Pengibar Bendera Pusaka (Paskibraka), dan lainnya;
2. Karya
ilmiah; meliputi Kegiatan Ilmiah Remaja (KIR), kegiatan penguasaan keilmuan dan
kemampuan akademik, penelitian, dan lainnya;
3. Latihan/olah
bakat/prestasi; meliputi pengembangan bakat olahraga, seni dan budaya, cinta
alam, jurnalistik, teater, keagamaan, dan lainnya; atau
4. Jenis
lainnya.
E. Format
Kegiatan
Kegiatan ekstrakurikuler dapat
diselenggarakan dalam berbagai bentuk.
1. Individual;
yakni kegiatan ekstrakurikuler dapat dilakukan dalam format yang diikuti oleh
peserta didik secara perorangan.
2. Kelompok;
yakni kegiatan ekstrakurikuler dapat dilakukan dalam format yang diikuti oleh
kelompok-kelompok peserta didik.
3. Klasikal;
yakni kegiatan ekstrakurikuler dapat dilakukan dalam format yang diikuti oleh
peserta didik dalam satu kelas.
4.
Gabungan; yakni kegiatan ekstrakurikuler dapat
dilakukan dalam format yang diikuti oleh peserta didik antarkelas.
5. Lapangan;
yakni kegiatan ekstrakurikuler dapat dilakukan dalam format yang diikuti oleh
seorang atau sejumlah peserta didik melalui kegiatan di luar sekolah atau
kegiatan lapangan.
VI. MEKANISME KEGIATAN EKSTRAKURIKULER
A. Pengembangan Program dan Kegiatan
Kegiatan ekstrakurikuler dalam
Kurikulum 2013 dikelompokkan berdasarkan kaitan kegiatan tersebut dengan
kurikulum, yakni ekstrakurikuler wajib dan ekstrakurikuler pilihan.
Ekstrakurikuler wajib merupakan program ekstrakurikuler yang harus
diikuti oleh seluruh peserta didik, terkecuali peserta didik dengan kondisi
tertentu yang tidak memungkinkannya untuk mengikuti kegiatan ekstrakurikuler
tersebut.
Dalam Kurikulum 2013, Kepramukaan
ditetapkan sebagai kegiatan ekstrakurikuler wajib dari sekolah dasar (SD/MI)
hingga sekolah menengah atas (SMA/SMK), dalam pendidikan dari sekolah dasar
hingga sekolah menengah atas. Pelaksananannya dapat bekerja sama dengan
organisasi Kepramukaan setempat/terdekat.
Ekstrakurikuler pilihan merupakan kegiatan yang antara lain OSIS,
UKS, dan PMR. Selain itu, kegiatan ini dapat juga dalam bentuk antara lain
kelompok atau klub yang kegiatan ekstrakurikulernya dikembangkan atau berkenaan
dengan konten suatu mata pelajaran, misalnya klub olahraga seperti klub sepak
bola atau klub bola voli.
Berkenaan dengan hal tersebut,
satuan pendidikan (kepala sekolah, guru, dan tenaga kependidikan) perlu secara
aktif mengidentifikasi kebutuhan dan minat peserta didik yang selanjutnya
dikembangkan ke dalam kegiatan ekstrakurikuler yang bermanfaat positif bagi
peserta didik. Ide pengembangan suatu kegiatan ekstrakurikuler dapat pula
berasal dari peserta didik atau sekelompok peserta didik.
Program ekstrakurikuler berikut
adalah contoh yang dapat dikembangkan di satuan pendidikan sesuai dengan kondisi
dan kemampuan yang dimilikinya.
PROGRAM EKSTRAKURIKULER
|
1. Klub Tari,
Nyanyi, Sandiwara, Melukis, berbagai kesenian daerah
|
2. Klub Diskusi
Bahasa, Sastra, Drama, Orasi
|
3. Klub Voli, Sepak bola, Basket, Dayung,
Badminton, Renang, Atletik, Silat, Karate, Yudo, Bela Diri lainnya.
|
4. Klub Pencinta
Matematika, Komputer, Otomotif, Elektronika.
|
5. Klub Pencinta Alam, Pencinta
Kupu-kupu, Pencinta, Arung
Jeram, Pencinta Astronomi, Kebersihan
Lingkungan, Pertanian
|
6. Klub Pendaki Gunung, Kelompok Pekerja
Sosial, Polisi Lalu Lintas Sekolah
|
7. Perkumpulan Pengelola Rumah Ibadah,
Kelompok Peduli Rumah Jompo, Kelompok Peduli Rumah Yatim.
Satuan pendidikan selanjutnya
menyusun “Panduan Kegiatan Ekstrakurikuler” yang berlaku di satuan pendidikan
dan mendiseminasikannya kepada peserta didik pada setiap awal tahun pelajaran.
Panduan kegiatan ekstrakurikuler
yang diberlakukan pada satuan pendidikan paling sedikit memuat.
1. Kebijakan
mengenai program ekstrakurikuler;
2. Rasional
dan tujuan kebijakan program ekstrakurikuler;
3. Deskripsi
program ekstrakurikuler meliputi:
a. ragam
kegiatan ekstrakurikuler yang disediakan;
b. tujuan
dan kegunaan kegiatan ekstrakurikuler;
c. keanggotaan/kepesertaan
dan persyaratan;
d. jadwal
kegiatan; dan
e. level
supervisi yang diperlukan dari orang tua peserta didik.
4. Manajemen
program ekstrakurikuler meliputi:
a. Struktur
organisasi pengelolaan program ekstrakurikuler pada satuan pendidikan;
b.
Level supervisi yang disiapkan/disediakan oleh satuan
pendidikan untuk masing-masing kegiatan
ekstrakurikuler; dan
c. Level
asuransi yang disiapkan/disediakan oleh satuan pendidikan untuk masing-masing
kegiatan ekstrakurikuler.
5. Pendanaan
dan mekanisme pendanaan program ekstrakurikuler.
B. Pelaksanaan Kegiatan Ekstrakurikuler
Peserta didik harus mengikuti
program ekstrakurikuler wajib (kecuali bagi yang terkendala), dan dapat
mengikuti suatu program ekstrakurikuler pilihan baik yang terkait maupun yang
tidak terkait dengan suatu mata pelajaran di satuan pendidikan tempatnya
belajar.
Penjadwalan waktu kegiatan
ekstrakurikuler sudah harus dirancang pada awal tahun atau semester dan di
bawah bimbingan kepala sekolah atau wakil kepala sekolah bidang kurikulum dan
peserta didik. Jadwal waktu kegiatan ekstrakurikuler diatur sedemikian rupa
sehingga tidak menghambat pelaksanaan kegiatan kurikuler atau dapat menyebabkan
gangguan bagi peserta didik dalam mengikuti kegiatan kurikuler.
Kegiatan ekstrakurikuler dilakukan di luar jam pelajaran
kurikuler yang terencana setiap hari. Kegiatan ekstrakurikuler dapat dilakukan
setiap hari atau waktu tertentu (blok waktu). Kegiatan ekstrakurikuler seperti
OSIS, klub olahraga, atau seni mungkin saja dilakukan setiap hari setelah jam
pelajaran usai. Sementara itu kegiatan lain seperti
Klub Pencinta Alam, Panjat Gunung, dan kegiatan lain yang
memerlukan waktu panjang dapat direncanakan sebagai kegiatan dengan waktu
tertentu (blok waktu).
Khusus untuk Kepramukaan,
kegiatan yang dilakukan di luar sekolah atau terkait dengan berbagai satuan
pendidikan lainnya, seperti Jambore Pramuka, ditentukan oleh pengelola/pembina
Kepramukaan dan diatur agar tidak bersamaan dengan waktu belajar kurikuler
rutin.
C. Penilaian Kegiatan Ekstrakurikuler
Penilaian perlu diberikan
terhadap kinerja peserta didik dalam kegiatan ekstrakurikuler. Kriteria
keberhasilan lebih ditentukan oleh proses dan keikutsertaan peserta didik dalam
kegiatan ekstrakurikuler yang dipilihnya. Penilaian dilakukan secara kualitatif.
Peserta didik diwajibkan untuk
mendapatkan nilai memuaskan pada kegiatan ekstrakurikuler wajib pada setiap
semester. Nilai yang diperoleh pada kegiatan ekstrakurikuler wajib Kepramukaan
berpengaruh terhadap kenaikan kelas peserta didik. Nilai di bawah memuaskan
dalam dua semester atau satu tahun memberikan sanksi bahwa peserta didik
tersebut harus mengikuti program khusus yang diselenggarakan bagi mereka.
Persyaratan demikian tidak
dikenakan bagi peserta didik yang mengikuti program ekstrakurikuler pilihan.
Meskipun demikian, penilaian tetap diberikan dan dinyatakan dalam buku rapor.
Penilaian didasarkan atas keikutsertaan dan prestasi peserta didik dalam suatu
kegiatan ekstrakurikuler yang diikuti. Hanya nilai memuaskan atau di atasnya
yang dicantumkan dalam buku rapor.
Satuan pendidikan dapat dan perlu
memberikan penghargaan kepada peserta didik yang memiliki prestasi sangat
memuaskan atau cemerlang dalam satu kegiatan ekstrakurikuler wajib atau
pilihan. Penghargaan tersebut diberikan untuk pelaksanaan kegiatan dalam satu
kurun waktu akademik tertentu; misalnya pada setiap akhir semester, akhir
tahun, atau pada waktu peserta didik telah menyelesaikan seluruh program
pembelajarannya. Penghargaan tersebut memiliki arti sebagai suatu sikap
menghargai prestasi seseorang. Kebiasaan satuan pendidikan memberikan
penghargaan terhadap prestasi baik akan menjadi bagian dari diri peserta didik
setelah mereka menyelesaikan pendidikannya.
D. Evaluasi Program Ekstrakurikuler
Program ekstrakurikuler
merupakan program yang dinamis. Satuan pendidikan dapat menambah atau
mengurangi ragam kegiatan ekstrakurikuler berdasarkan hasil evaluasi yang
dilakukan pada setiap semester.
Satuan pendidikan melakukan
revisi “Panduan Kegiatan Ekstrakurikuler” yang berlaku di satuan pendidikan
untuk tahun ajaran berikutnya berdasarkan hasil evaluasi tersebut dan
mendiseminasikannya kepada peserta didik dan pemangku kepentingan lainnya.
VII.
PIHAK YANG TERLIBAT
Pihak-pihak yang terkait dengan
pengembangan, pelaksanaan, dan penilaian kegiatan ekstrakurikuler antara lain :
A. Satuan
Pendidikan
Kepala sekolah, dewan guru, guru
pembina ekstrakurikuler, dan tenaga kependidikan bersama-sama mengembangkan
ragam kegiatan ekstrakurikuler; sesuai dengan penugasannya melaksanakan
supervisi dan pembinaan dalam pelaksanaan kegiatan ekstrakurikuler, serta
melaksanakan evaluasi terhadap program ekstrakurikuler.
B. Komite
Sekolah/Madrasah
Sebagai mitra sekolah yang
mewakili orang tua peserta didik memberikan usulan dalam pengembangan ragam
kegiatan ekstrakurikuler dan dukungan dalam pelaksanaan kegiatan
ekstrakurikuler.
C. Orang
tua
Memberikan kepedulian dan
komitmen penuh terhadap suksesnya kegiatan ekstrakurikuler pada satuan
pendidikan karena pendidikan holistik bergantung pada pendekatan kooperatif
antara satuan pendidikan/sekolah dan orang tua
VIII.
PENUTUP
Demikian pedoman ini disusun
sebagai arahan operasional dalam pengembangan, pelaksanaan, dan penilaian
program ekstrakurikuler pada satuan pendidikan. Semoga pengembangan dan
pelaksanaan program ekstrakurikuler pada satuan pendidikan menuai manfaat yang
signifikan dalam pengembangan kemampuan intelektual, emosional, spiritual,
sosial, serta pengembangan keterampilan dan kepribadian peserta didik.
MENTERI PENDIDIKAN DAN
KEBUDAYAAN
REPUBLIK
INDONESIA,
MOHAMMAD
NUH
LAMPIRAN IV
PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN DAN
KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 81A
TAHUN 2013
TENTANG
IMPLEMENTASI KURIKULUM
PEDOMAN
UMUM PEMBELAJARAN
I. PENDAHULUAN
Pedoman Umum Pembelajaran mencakup
kerangka konseptual dan operasional tentang: strategi pembelajaran, sistem
kredit semester, penilaian hasil belajar, dan layanan bimbingan dan konseling.
Cakupan pedoman tersebut dikembangkan dalam kerangka implementasi Kurikulum
2013.
Strategi pembelajaran sangat
diperlukan dalam menunjang terwujudnya seluruh kompetensi yang dimuat dalam
Kurikulum 2013. Dalam arti bahwa kurikulum memuat apa yang seharusnya diajarkan
kepada peserta didik, sedangkan pembelajaran merupakan cara bagaimana apa yang
diajarkan bisa dikuasai oleh peserta didik. Pelaksanaan pembelajaran didahului
dengan penyiapan rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) yang dikembangkan oleh
guru baik secara individual maupun kelompok yang mengacu pada Silabus.
Sistem Kredit Semester (SKS)
disiapkan untuk memfasilitasi satuan pendidikan dalam merintis atau melanjutkan
pengelolaan kurikulum dengan menerapkan SKS sebagai perwujudan konsep belajar
tuntas, yang memungkinkan peserta didik dapat belajar sesuai dengan kecepatan
belajarnya.
Strategi penilaian disiapkan untuk
memfasilitasi guru dalam mengembangkan pendekatan, teknik dan instrumen
penilaian hasil belajar dengan pendekatan otentik Penilaian memungkinkan para
pendidik mampu menerapkan program remedial bagi peserta didik yang tergolong
pebelajar lambat dan program pengayaan bagi peserta didik yang termasuk
kategori pebelajar cepat
Sedangkan substansi bimbingan dan
konseling disiapkan untuk memfasilitasi satuan pendidikan dalam mewujudkan
proses pendidikan yang memperhatikan dan menjawab ragam kemampuan, kebutuhan,
dan minat sesuai dengan karakteristik peserta didik. Khusus untuk SMA/MA dan
SMK/MAK) bimbingan dan konseling dimaksudkan untuk membantu satuan pendidikan
dalam memfasilitasi peserta didik dalam memilih dan menetapkan program
peminatan akademik bagi peserta didik SMA/MA dan peminatan vokasi bagi peserta
didik SMK/MAK serta pemilihan mata pelajaran lintas peminatan khusus bagi
peserta didik SMA/MA. Selain itu bimbingan dan konseling juga dimaksudkan untuk
memfasilitasi guru bimbingan dan konseling (guru BK) atau konselor sekolah
untuk menangani dan membantu peserta didik yang secara individual mengalami
masalah psikologis atau psikososial, seperti sulit berkonsentrasi, rasa cemas,
dan gejala perilaku menyimpang.
Dalam konteks konseptual penjelasan
Pasal 77O huruf c Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 2013 tentang Perubahan
Atas Peraturan Pemerintah Nomor 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional
Pendidikan keempat substansi tersebut secara kurikuler dan pedagogik terkait
erat dengan instrumentasi dan praksis pembelajaran dalam arti luas. Oleh karena
itu, keempat substansi pedoman tersebut dikemas dalam satu pedoman yakni
Pedoman Umum Pembelajaran.
II.
TUJUAN PEDOMAN
Pedoman ini dimaksudkan untuk:
1. memfasilitasi
guru secara individual dan kelompok dalam mengembangkan rencana pelaksanaan
pembelajaran (RPP) dan melaksanakan pembelajaran dalam berbagai modus,
strategi, dan model untuk muatan dan/atau mata pelajaran yang diampunya;
2. memfasilitasi
satuan pendidikan dalam merintis atau melanjutkan pengelolaan kurikulum dengan
menerapkan sistem kredit semester sebagai perwujudan konsep belajar tuntas
sesuai dengan kesiapan masing-masing;
3. memfasilitasi
guru secara individual atau kelompok dalam mengembangkan teknik dan instrumen
penilaian hasil belajar dengan pendekatan otentik untuk muatan dan/atau mata
pelajarannya; dan
4. memfasilitasi
satuan pendidikan dalam mewujudkan proses pendidikan sesuai dengan kemampuan,
kebutuhan, dan minat sesuai karakteristik peserta didik dan dalam memfasilitasi
peserta didik untuk memilih dan menetapkan program peminatan, serta
memfasilitasi guru BK atau konselor sekolah untuk menangani dan membantu
peserta didik yang secara individual mengalami masalah psikologis atau
psikososial.
III.
PENGGUNA PEDOMAN
Pengguna pedoman ini mencakup
pihak-pihak sebagai berikut.
1. Guru
secara individual atau kelompok guru
(guru mata pelajaran, guru kelas, dan guru pembina kegiatan ekstrakurikuler);
2. Pimpinan
satuan pendidikan (kepala sekolah, wakil kepala sekolah, wali kelas);
3. Guru
bimbingan dan konseling atau konselor sekolah; dan
4. Tenaga
kependidikan (pengawas, pustakawan sekolah, pembina pramuka).
IV.
CAKUPAN PEDOMAN
Pedoman ini mencakup substansi
sebagai berikut.
1.
Konsep dan strategi pembelajaran sebagai dasar dan
kerangka pengembangan rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) dan pelaksanaa
pembelajaran dalam berbagai modus, strategi, dan model.
2. Konsep
dan strategi penerapan Sistem Kredit Semester sebagai landasan bagi satuan
pendidikan dalam merintis atau melanjutkan pengelolaan kurikulum dengan
menerapkan sistem kredit semester.
3. Konsep
dan strategi penilaian sebagai dasar dan kerangka pengembangan teknik dan
instrumen penilaian hasil belajar dengan pendekatan otentik.
4. Konsep
dan strategi pembimbingan dan konsultasi agar peserta didik mampu mengenali
potensi diri dan akademik sesuai dengan kemampuan, bakat, dan minat.
V.
KONSEP DAN STRATEGI PEMBELAJARAN
A. Pandangan tentang pembelajaran
Secara prinsip, kegiatan
pembelajaran merupakan proses pendidikan yang memberikan kesempatan kepada
peserta didik untuk mengembangkan potensi mereka menjadi kemampuan yang semakin
lama semakin meningkat dalam sikap, pengetahuan, dan keterampilan yang diperlukan
dirinya untuk hidup dan untuk bermasyarakat, berbangsa, serta berkontribusi
pada kesejahteraan hidup umat manusia. Oleh karena itu, kegiatan pembelajaran
diarahkan untuk memberdayakan semua potensi peserta didik menjadi kompetensi
yang diharapkan.
Lebih lanjut, strategi
pembelajaran harus diarahkan untuk memfasilitasi pencapaian kompetensi yang
telah dirancang dalam dokumen kurikulum agar setiap individu mampu menjadi
pebelajar mandiri sepanjang hayat. dan yang pada gilirannya mereka menjadi
komponen penting untuk mewujudkan masyarakat belajar. Kualitas lain yang dikembangkan kurikulum dan harus
terealisasikan dalam proses pembelajaran antara lain kreativitas, kemandirian,
kerja sama, solidaritas, kepemimpinan, empati, toleransi dan kecakapan hidup peserta
didik guna membentuk watak serta meningkatkan peradaban dan martabat bangsa.
Untuk mencapai kualitas yang
telah dirancang dalam dokumen kurikulum, kegiatan pembelajaran perlu
menggunakan prinsip yang: (1) berpusat pada peserta didik, (2) mengembangkan
kreativitas peserta didik, (3) menciptakan kondisi menyenangkan dan menantang,
(4) bermuatan nilai, etika, estetika, logika, dan kinestetika, dan (5)
menyediakan pengalaman belajar yang beragam melalui penerapan berbagai strategi
dan metode pembelajaran yang menyenangkan, kontekstual, efektif, efisien, dan
bermakna.
Di dalam pembelajaran, peserta
didik didorong untuk menemukan sendiri dan mentransformasikan informasi
kompleks, mengecek informasi baru dengan yang sudah ada dalam ingatannya, dan
melakukan pengembangan menjadi informasi atau kemampuan yang sesuai dengan
lingkungan dan jaman tempat dan waktu ia hidup. Kurikulum 2013 menganut
pandangan dasar bahwa pengetahuan tidak dapat dipindahkan begitu saja dari guru
ke peserta didik. Peserta didik adalah subjek yang memiliki kemampuan untuk
secara aktif mencari, mengolah, mengkonstruksi, dan menggunakan pengetahuan.
Untuk itu pembelajaran harus berkenaan dengan kesempatan yang diberikan kepada
peserta didik untuk mengkonstruksi pengetahuan dalam proses kognitifnya. Agar
benarbenar memahami dan dapat menerapkan pengetahuan, peserta didik perlu
didorong untuk bekerja memecahkan masalah, menemukan segala sesuatu untuk
dirinya, dan berupaya keras mewujudkan ideidenya.
Guru memberikan kemudahan untuk
proses ini, dengan mengembangkan suasana belajar yang memberi kesempatan
peserta didik untuk menemukan, menerapkan ide-ide mereka sendiri, menjadi sadar
dan secara sadar menggunakan strategi mereka sendiri untuk belajar. Guru
mengembangkan kesempatan belajar kepada peserta didik untuk meniti anak tangga
yang membawa peserta didik kepemahaman yang lebih tinggi, yang semula dilakukan
dengan bantuan guru tetapi semakin lama semakin mandiri. Bagi peserta didik,
pembelajaran harus bergeser dari “diberi tahu” menjadi “aktif mencari tahu”.
Di dalam pembelajaran, peserta
didik mengkonstruksi pengetahuan bagi dirinya. Bagi peserta didik, pengetahuan
yang dimilikinya bersifat dinamis, berkembang dari sederhana menuju kompleks,
dari ruang lingkup dirinya dan di sekitarnya menuju ruang lingkup yang lebih
luas, dan dari yang bersifat konkrit menuju abstrak. Sebagai manusia yang
sedang berkembang, peserta didik telah, sedang, dan/atau akan mengalami empat
tahap perkembangan intelektual, yakni sensori motor, pra-operasional, operasional
konkrit, dan operasional formal. Secara umum jenjang pertama terjadi sebelum
seseorang memasuki usia sekolah, jejang kedua dan ketiga dimulai ketika
seseorang menjadi peserta didik di jenjang pendidikan dasar, sedangkan jenjang
keempat dimulai sejak tahun kelima dan keenam sekolah dasar.
Proses pembelajaran terjadi
secara internal pada diri peserta didik. Proses tersebut mungkin saja terjadi
akibat dari stimulus luar yang diberikan guru, teman, lingkungan. Proses
tersebut mungkin pula terjadi akibat dari stimulus dalam diri peserta didik
yang terutama disebabkan oleh rasa ingin tahu. Proses pembelajaran dapat pula
terjadi sebagai gabungan dari stimulus luar dan dalam. Dalam proses
pembelajaran, guru perlu mengembangkan kedua stimulus pada diri setiap peserta
didik.
Di dalam pembelajaran, peserta
didik difasilitasi untuk terlibat secara aktif mengembangkan potensi dirinya
menjadi kompetensi. Guru menyediakan pengalaman belajar bagi peserta didik
untuk melakukan berbagai kegiatan yang memungkinkan mereka mengembangkan
potensi yang dimiliki mereka menjadi kompetensi yang ditetapkan dalam dokumen
kurikulum atau lebih. Pengalaman belajar tersebut semakin lama semakin
meningkat menjadi kebiasaan belajar mandiri dan ajeg sebagai salah satu dasar
untuk belajar sepanjang hayat.
Dalam suatu kegiatan belajar
dapat terjadi pengembangan sikap, pengetahuan, dan keterampilan dalam kombinasi
dan penekanan yang bervariasi. Setiap kegiatan belajar memiliki kombinasi dan
penekanan yang berbeda dari kegiatan belajar lain tergantung dari sifat muatan yang dipelajari. Meskipun demikian,
pengetahuan selalu menjadi unsur penggerak untuk pengembangan kemampuan lain.
B. Pembelajaran langsung dan tidak langsung
Kurikulum 2013 mengembangkan dua
modus proses pembelajaran yaitu proses pembelajaran langsung dan proses
pembelajaran tidak langsung. Proses pembelajaran langsung adalah proses
pendidikan di mana peserta didik mengembangkan pengetahuan, kemampuan berpikir
dan keterampilan psikomotorik melalui interaksi langsung dengan sumber belajar
yang dirancang dalam silabus dan RPP berupa kegiatan-kegiatan pembelajaran.
Dalam pembelajaran langsung tersebut peserta didik melakukan kegiatan belajar
mengamati, menanya, mengumpulkan informasi, mengasosiasi atau menganalisis, dan
mengkomunikasikan apa yang sudah ditemukannya dalam kegiatan analisis. Proses
pembelajaran langsung menghasilkan pengetahuan dan keterampilan langsung atau
yang disebut dengan instructional effect.
Pembelajaran tidak langsung
adalah proses pendidikan yang terjadi selama proses pembelajaran langsung
tetapi tidak dirancang dalam kegiatan khusus. Pembelajaran tidak langsung
berkenaan dengan pengembangan nilai dan sikap. Berbeda dengan pengetahuan
tentang nilai dan sikap yang dilakukan dalam proses pembelajaran langsung oleh
mata pelajaran tertentu, pengembangan sikap sebagai proses pengembangan moral
dan perilaku dilakukan oleh seluruh mata pelajaran dan dalam setiap kegiatan
yang terjadi di kelas, sekolah, dan masyarakat. Oleh karena itu, dalam proses
pembelajaran Kurikulum 2013, semua kegiatan yang terjadi selama belajar di
sekolah dan di luar dalam kegiatan kokurikuler dan ekstrakurikuler terjadi
proses pembelajaran untuk mengembangkan moral dan perilaku yang terkait dengan
sikap.
Baik pembelajaran langsung maupun
pembelajaran tidak langsung terjadi secara terintegrasi dan tidak terpisah.
Pembelajaran langsung berkenaan dengan pembelajaran yang menyangkut KD yang
dikembangkan dari KI-3 dan KI-4. Keduanya, dikembangkan secara bersamaan dalam
suatu proses pembelajaran dan menjadi wahana untuk mengembangkan KD pada KI-1
dan KI-2. Pembelajaran tidak langsung berkenaan dengan pembelajaran yang
menyangkut KD yang dikembangkan dari KI-1 dan KI-2.
Proses
pembelajaran terdiri atas lima pengalaman belajar pokok yaitu: a. mengamati;
b. menanya;
c. mengumpulkan
informasi;
d. mengasosiasi;
dan
e. mengkomunikasikan.
Kelima pembelajaran pokok tersebut dapat dirinci dalam berbagai
kegiatan belajar sebagaimana tercantum dalam tabel berikut:
Tabel 1:
Keterkaitan antara Langkah Pembelajaran dengan Kegiatan Belajar dan Maknanya.
LANGKAH PEMBELAJARAN
|
KEGIATAN BELAJAR
|
KOMPETENSI
YANG
DIKEMBANGKAN
|
Mengamati
|
Membaca, mendengar, menyimak, melihat
(tanpa atau dengan alat)
|
Melatih kesungguhan,
ketelitian, mencari informasi
|
LANGKAH PEMBELAJARAN
|
KEGIATAN BELAJAR
|
KOMPETENSI
YANG
DIKEMBANGKAN
|
Menanya
|
Mengajukan pertanyaan tentang informasi yang tidak dipahami
dari apa yang diamati atau pertanyaan untuk mendapatkan informasi tambahan
tentang apa yang diamati
(dimulai dari pertanyaan faktual sampai ke
pertanyaan yang bersifat hipotetik)
|
Mengembangkan
kreativitas, rasa ingin tahu,
kemampuan merumuskan
pertanyaan untuk membentuk pikiran kritis
yang perlu untuk hidup cerdas dan belajar sepanjang hayat
|
Mengumpulkan informasi/ eksperimen
|
- melakukan
eksperimen
- membaca
sumber lain selain buku teks
- mengamati
objek/ kejadian/
- aktivitas
- wawancara
dengan nara sumber
|
Mengembangkan
sikap teliti, jujur,sopan, menghargai pendapat orang lain,
kemampuan berkomunikasi, menerapkan kemampuan
mengumpulkan
informasi melalui berbagai cara yang dipelajari,
mengembangkan
kebiasaan belajar dan
belajar sepanjang hayat.
|
Mengasosiasikan/ mengolah informasi
|
- mengolah
informasi yang sudah dikumpulkan baik terbatas dari hasil
kegiatan
mengumpulkan/eksperi men mau pun hasil dari kegiatan
mengamati
dan kegiatan mengumpulkan informasi.
- Pengolahan
informasi yang dikumpulkan dari yang
bersifat menambah keluasan dan kedalaman sampai kepada pengolahan informasi
yang bersifat mencari solusi dari berbagai sumber yang
|
Mengembangkan
sikap jujur, teliti,
disiplin, taat aturan, kerja keras, kemampuan
menerapkan prosedur dan kemampuan
berpikir induktif
serta deduktif dalam
menyimpulkan .
|
LANGKAH PEMBELAJARAN
|
KEGIATAN BELAJAR
|
KOMPETENSI
YANG
DIKEMBANGKAN
|
memiliki pendapat yang berbeda sampai
kepada yang bertentangan
|
||
Mengkomunikasikan
|
Menyampaikan hasil pengamatan, kesimpulan
berdasarkan hasil analisis secara lisan, tertulis, atau media lainnya
|
Mengembangkan
sikap jujur, teliti, toleransi,
kemampuan
berpikir sistematis,
mengungkapkan pendapat dengan singkat dan jelas, dan mengembangkan kemampuan
berbahasa yang baik dan benar.
|
C. Perencanaan pembelajaran
Tahap pertama dalam pembelajaran
menurut standar proses yaitu perencanaan pembelajaran yang diwujudkan dengan
kegiatan penyusunan rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP).
1. Hakikat RPP
Rencana pelaksanaan pembelajaran adalah rencana pembelajaran
yang dikembangkan secara rinci dari suatu materi pokok atau tema tertentu yang
mengacu pada silabus. RPP mencakup: (1) data sekolah, matapelajaran, dan
kelas/semester; (2) materi pokok; (3) alokasi waktu; (4) tujuan pembelajaran,
KD dan indikator pencapaian kompetensi; (5) materi pembelajaran; metode
pembelajaran; (6) media, alat dan sumber belajar; (6) langkahlangkah kegiatan
pembelajaran; dan (7) penilaian.
Setiap guru di setiap satuan pendidikan berkewajiban
menyusun RPP untuk kelas di mana guru tersebut mengajar (guru kelas) di SD dan
untuk guru matapelajaran yang diampunya untuk guru SMP/MTs, SMA/MA, dan
SMK/MAK. Pengembangan RPP dapat dilakukan pada setiap awal semester atau awal
tahun pelajaran, dengan maksud agar RPP telah tersedia terlebih dahulu dalam setiap
awal pelaksanaan pembelajaran. Pengembangan RPP dapat dilakukan secara mandiri
atau secara berkelompok.
Pengembangan RPP yang dilakukan oleh guru secara mandiri
dan/atau secara bersama-sama melalui musyawarah guru MATA pelajaran (MGMP) di
dalam suatu sekolah tertentu difasilitasi dan disupervisi kepala sekolah atau
guru senior yang ditunjuk oleh kepala sekolah.
Pengembangan RPP yang dilakukan oleh guru secara berkelompok
melalui MGMP antarsekolah atau antarwilayah dikoordinasikan dan disupervisi
oleh pengawas atau dinas pendidikan.
2. Prinsip-Prinsip Pengembangan RPP
Berbagai prinsip dalam mengembangkan atau menyusun RPP
adalah sebagai berikut.
a. RPP
disusun guru sebagai terjemahan dari ide kurikulum dan berdasarkan silabus yang
telah dikembangkan di tingkat nasional ke dalam bentuk rancangan proses
pembelajaran untuk direalisasikan dalam pembelajaran.
b. RPP
dikembangkan guru dengan menyesuaikan apa yang dinyatakan dalam silabus dengan
kondisi di satuan pendidikan baik kemampuan awal peserta didik, minat, motivasi
belajar, bakat, potensi, kemampuan sosial, emosi, gaya belajar, kebutuhan
khusus, kecepatan belajar, latar belakang budaya, norma, nilai, dan/atau
lingkungan peserta didik.
c. Mendorong
partisipasi aktif peserta didik
d. Sesuai
dengan tujuan Kurikulum 2013 untuk menghasilkan peserta didik sebagai manusia
yang mandiri dan tak berhenti belajar, proses pembelajaran dalam RPP dirancang
dengan berpusat pada peserta didik untuk mengembangkan motivasi, minat, rasa
ingin tahu, kreativitas, inisiatif, inspirasi, kemandirian, semangat belajar,
keterampilan belajar dan kebiasaan belajar.
e. Mengembangkan
budaya membaca dan menulis
f. Proses
pembelajaran dalam RPP dirancang untuk mengembangkan kegemaran membaca,
pemahaman beragam bacaan, dan berekspresi dalam berbagai bentuk tulisan.
g. Memberikan
umpan balik dan tindak lanjut.
h. RPP
memuat rancangan program pemberian umpan balik positif, penguatan, pengayaan,
dan remedi. Pemberian pembelajaran remedi dilakukan setiap saat setelah suatu
ulangan atau ujian dilakukan, hasilnya dianalisis, dan kelemahan setiap peserta
didik dapat teridentifikasi. Pemberian pembelajaran diberikan sesuai dengan
kelemahan peserta didik.
i. Keterkaitan
dan keterpaduan.
j. RPP
disusun dengan memperhatikan keterkaitan dan keterpaduan antara KI dan KD,
materi pembelajaran, kegiatan pembelajaran, penilaian, dan sumber belajar dalam
satu keutuhan pengalaman belajar. RPP disusun dengan mengakomodasikan
pembelajaran tematik, keterpaduan lintas matapelajaran untuk sikap dan keterampilan,
dan keragaman budaya.
k. Menerapkan
teknologi informasi dan komunikasi
l. RPP
disusun dengan mempertimbangkan penerapan teknologi informasi dan komunikasi
secara terintegrasi, sistematis, dan efektif sesuai dengan situasi dan kondisi.
3. Komponen
dan Sistematika RPP
RPP paling
sedikit memuat: (i) tujuan pembelajaran, (ii) materi pembelajaran, (iii) metode
pembelajaran, (iv) sumber belajar, dan (v) penilaian.
Komponen-komponen tersebut secara operasional diwujudkan
dalam bentuk format berikut ini.
Sekolah :
Matapelajaran :
Kelas/Semester :
Materi Pokok :
Alokasi Waktu :
A.
Kompetensi Inti (KI)
B.
Kompetensi Dasar dan Indikator
1.
_____________ (KD pada KI-1)
2.
_____________ (KD pada KI-2)
3.
_____________ (KD pada KI-3) Indikator:
__________________
4.
_____________ (KD pada KI-4) Indikator:
__________________
|
Catatan:
KD-1 dan KD-2 dari KI-1 dan KI-2 tidak harus
dikembangkan dalam indikator karena keduanya
dicapai melalui proses pembelajaran yang tidak langsung. Indikator
dikembangkan hanya untuk KD-3 dan KD-4 yang dicapai melalui proses
pembelajaran langsung.
|
C.
Tujuan Pembelajaran
D.
Materi
Pembelajaran (rincian dari Materi Pokok)
E.
Metode Pembelajaran (Rincian dari Kegiatan
Pembelajaran)
F.
Media, Alat, dan Sumber Pembelajaran
1.
Media
2.
Alat/Bahan
3.
Sumber Belajar
G.
Langkah-langkah Kegiatan Pembelajaran
1.
Pertemuan Kesatu:
a.
Pendahuluan/Kegiatan Awal (…menit)
b.
Kegiatan Inti (...menit)
c.
Penutup (…menit)
2.
Pertemuan Kedua:
a.
Pendahuluan/Kegiatan Awal (…menit)
b.
Kegiatan Inti (...menit)
c.
Penutup (…menit), dan seterusnya.
|
H. Penilaian
1. Jenis/teknik
penilaian
2. Bentuk
instrumen dan instrumen
3. Pedoman
penskoran
|
4. Langkah-Langkah
Pengembangan RPP
a. Mengkaji
Silabus
Secara umum, untuk setiap materi
pokok pada setiap silabus terdapat 4 KD sesuai dengan aspek KI (sikap kepada
Tuhan, sikap diri dan terhadap lingkungan, pengetahuan, dan keterampilan).
Untuk mencapai 4 KD tersebut, di dalam silabus dirumuskan kegiatan peserta
didik secara umum dalam pembelajaran berdasarkan standar proses. Kegiatan
peserta didik ini merupakan rincian dari eksplorasi, elaborasi, dan konfirmasi,
yakni: mengamati, menanya, mengumpulkan
informasi, mengolah dan mengkomunikasikan. Kegiatan inilah yang harus dirinci
lebih lanjut di dalam RPP, dalam bentuk langkah-langkah yang dilakukan guru
dalam pembelajaran, yang membuat peserta didik aktif belajar. Pengkajian
terhadap silabus juga meliputi perumusan indikator KD dan penilaiannya.
b. Mengidentifikasi
Materi Pembelajaran
Mengidentifikasi materi
pembelajaran yang menunjang pencapaian KD dengan mempertimbangkan:
1) potensi
peserta didik;
2) relevansi
dengan karakteristik daerah,
3) tingkat
perkembangan fisik, intelektual, emosional, sosial, dan spritual peserta didik;
4) kebermanfaatan
bagi peserta didik;
5) struktur
keilmuan;
6) aktualitas,
kedalaman, dan keluasan materi pembelajaran;
7) relevansi
dengan kebutuhan peserta didik dan tuntutan lingkungan; dan 8) alokasi
waktu.
c. Menentukan
Tujuan
Tujuan dapat diorganisasikan
mencakup seluruh KD atau diorganisasikan untuk setiap pertemuan. Tujuan mengacu
pada indikator, paling tidak mengandung dua aspek: Audience (peserta didik) dan Behavior
(aspek kemampuan).
d. Mengembangkan
Kegiatan Pembelajaran
Kegiatan pembelajaran dirancang
untuk memberikan pengalaman belajar yang melibatkan proses mental dan fisik
melalui interaksi antar peserta didik, peserta didik dengan guru, lingkungan,
dan sumber belajar lainnya dalam rangka pencapaian KD. Pengalaman belajar yang
dimaksud dapat terwujud melalui penggunaan pendekatan pembelajaran yang
bervariasi dan berpusat pada peserta didik. Pengalaman belajar memuat kecakapan
hidup yang perlu dikuasai peserta didik.
Hal-hal yang harus diperhatikan
dalam mengembangkan kegiatan pembelajaran adalah sebagai berikut.
1) Kegiatan
pembelajaran disusun untuk memberikan bantuan kepada para pendidik, khususnya
guru, agar dapat melaksanakan proses pembelajaran secara profesional.
2) Kegiatan
pembelajaran memuat rangkaian kegiatan manajerial yang dilakukan guru, agar
peserta didik dapat melakukan kegiatan seperti di silabus.
3) Kegiatan
pembelajaran untuk setiap pertemuan merupakan skenario langkah-langkah guru
dalam membuat peserta didik aktif belajar. Kegiatan ini diorganisasikan menjadi
kegiatan: Pendahuluan, Inti, dan Penutup. Kegiatan inti dijabarkan lebih lanjut
menjadi rincian dari kegiatan eksplorasi, elaborasi, dan konfirmasi, yakni:
mengamati, menanya, mengumpulkan informasi, mengasosiasikan, dan
mengkomunikasikan. Untuk pembelajaran yang bertujuan menguasai prosedur untuk
melakukan sesuatu, kegiatan pembelajaran dapat berupa pemodelan/demonstrasi
oleh guru atau ahli, peniruan oleh peserta didik, pengecekan dan pemberian umpan
balik oleh guru, dan pelatihan lanjutan.
e. Penjabaran
Jenis Penilaian
Di dalam silabus telah
ditentukan jenis penilaiannya. Penilaian pencapaian KD peserta didik dilakukan
berdasarkan indikator. Penilaian dilakukan dengan menggunakan tes dan nontes
dalam bentuk tertulis maupun lisan, pengamatan kinerja, pengukuran sikap,
penilaian hasil karya berupa tugas, proyek dan/atau produk, penggunaan
portofolio, dan penilaian diri. Oleh karena pada setiap pembelajaran peserta
didik didorong untuk menghasilkan karya, maka penyajian portofolio merupakan
cara penilaian yang harus dilakukan untuk jenjang pendidikan dasar dan
menengah.
Penilaian merupakan serangkaian
kegiatan untuk memperoleh, menganalisis, dan menafsirkan data tentang proses
dan hasil belajar peserta didik yang dilakukan secara sistematis dan
berkesinambungan, sehingga menjadi informasi yang bermakna dalam pengambilan
keputusan.
Hal-hal yang perlu diperhatikan
dalam merancang penilaian yaitu sebagai berikut:
1) Penilaian
diarahkan untuk mengukur pencapaian kompetensi yaitu KD-KD pada KI-3 dan
KI-4.
2) Penilaian
menggunakan acuan kriteria; yaitu berdasarkan apa yang bisa dilakukan peserta
didik setelah mengikuti proses pembelajaran, dan bukan untuk menentukan posisi
seseorang terhadap kelompoknya.
3) Sistem
yang direncanakan adalah sistem penilaian yang berkelanjutan. Berkelanjutan
dalam arti semua indikator ditagih, kemudian hasilnya dianalisis untuk
menentukan KD yang telah dimiliki dan yang belum, serta untuk mengetahui
kesulitan peserta didik.
4) Hasil penilaian
dianalisis untuk menentukan tindak lanjut. Tindak lanjut berupa perbaikan
proses pembelajaran berikutnya, program remedi bagi peserta didik yang
pencapaian kompetensinya di bawah ketuntasan, dan program pengayaan bagi
peserta didik yang telah memenuhi ketuntasan.
5) Sistem
penilaian harus disesuaikan dengan pengalaman belajar yang ditempuh dalam
proses pembelajaran. Misalnya, jika pembelajaran menggunakan pendekatan tugas
observasi lapangan maka evaluasi harus diberikan baik pada proses misalnya
teknik wawancara, maupun produk berupa hasil melakukan observasi lapangan.
f. Menentukan
Alokasi Waktu
Penentuan alokasi waktu pada
setiap KD didasarkan pada jumlah minggu efektif dan alokasi waktu matapelajaran
per minggu dengan mempertimbangkan jumlah KD, keluasan, kedalaman, tingkat
kesulitan, dan tingkat kepentingan KD. Alokasi waktu yang dicantumkan dalam
silabus merupakan perkiraan waktu rerata untuk menguasai KD yang dibutuhkan
oleh peserta didik yang beragam. Oleh karena itu, alokasi tersebut dirinci dan
disesuaikan lagi di RPP.
g. Menentukan
Sumber Belajar
Sumber belajar adalah rujukan,
objek dan/atau bahan yang digunakan untuk kegiatan pembelajaran, yang berupa
media cetak dan elektronik, nara sumber, serta lingkungan fisik, alam, sosial,
dan budaya.
D. Proses pembelajaran
Tahap kedua dalam pembelajaran
menurut standar proses yaitu pelaksanaan pembelajaran yang meliputi kegiatan
pendahuluan, kegiatan inti, dan kegiatan penutup.
1. Kegiatan
Pendahuluan
Dalam kegiatan pendahuluan, guru:
a. menyiapkan
peserta didik secara psikis dan fisik untuk mengikuti proses pembelajaran;
b. mengajukan
pertanyaan-pertanyaan tentang materi yang sudah dipelajari dan terkait dengan
materi yang akan dipelajari;
c. mengantarkan
peserta didik kepada suatu permasalahan atau tugas yang akan dilakukan untuk
mempelajari suatu materi dan menjelaskan tujuan pembelajaran atau KD yang akan
dicapai; dan
d. menyampaikan
garis besar cakupan materi dan penjelasan tentang kegiatan yang akan dilakukan
peserta didik untuk menyelesaikan permasalahan atau tugas.
2. Kegiatan
Inti
Kegiatan inti merupakan proses pembelajaran untuk mencapai
tujuan, yang dilakukan secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang,
memotivasi peserta didik untuk secara aktif menjadi pencari informasi, serta
memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai
dengan bakat, minat dan perkembangan fisik serta psikologis peserta didik.
Kegiatan inti menggunakan metode yang disesuaikan dengan
karakteristik peserta didik dan matapelajaran, yang meliputi proses observasi,
menanya, mengumpulkan informasi, asosiasi, dan komunikasi. Untuk pembelajaran
yang berkenaan dengan KD yang bersifat prosedur untuk melakukan sesuatu, guru
memfasilitasi agar peserta didik dapat melakukan pengamatan terhadap pemodelan/demonstrasi oleh guru atau ahli,
peserta didik menirukan, selanjutnya guru melakukan pengecekan dan pemberian
umpan balik, dan latihan lanjutan kepada peserta didik.
Dalam setiap kegiatan guru harus memperhatikan kompetensi
yang terkait dengan sikap seperti jujur, teliti, kerja sama, toleransi,
disiplin, taat aturan, menghargai pendapat orang lain yang tercantum dalam
silabus dan RPP. Cara pengumpulan data sedapat mungkin relevan dengan jenis
data yang dieksplorasi, misalnya di laboratorium, studio, lapangan,
perpustakaan, museum, dan sebagainya. Sebelum menggunakannya peserta didik
harus tahu dan terlatih dilanjutkan dengan menerapkannya.
Berikutnya adalah contoh aplikasi dari kelima kegiatan
belajar (learning event) yang
diuraikan dalam tabel 1 di atas. a. Mengamati
Dalam kegiatan mengamati, guru
membuka secara luas dan bervariasi
kesempatan peserta didik untuk melakukan pengamatan melalui kegiatan:
melihat, menyimak, mendengar, dan membaca. Guru memfasilitasi peserta didik
untuk melakukan pengamatan, melatih mereka untuk memperhatikan (melihat,
membaca, mendengar) hal yang penting dari suatu benda atau objek.
b. Menanya
Dalam kegiatan mengamati, guru
membuka kesempatan secara luas kepada peserta didik untuk bertanya mengenai apa
yang sudah dilihat, disimak, dibaca atau dilihat. Guru perlu membimbing peserta
didik untuk dapat mengajukan pertanyaan: pertanyaan tentang yang hasil
pengamatan objek yang konkrit sampai kepada yang abstra berkenaan dengan fakta,
konsep, prosedur, atau pun hal lain yang lebih abstrak. Pertanyaan yang
bersifat faktual sampai kepada pertanyaan yang bersifat hipotetik.
Dari situasi di mana peserta
didik dilatih menggunakan pertanyaan dari guru, masih memerlukan bantuan guru
untuk mengajukan pertanyaan sampai ke tingkat di mana peserta didik mampu
mengajukan pertanyaan secara mandiri.
Dari kegiatan kedua dihasilkan
sejumlah pertanyaan. Melalui kegiatan bertanya dikembangkan rasa ingin tahu
peserta didik. Semakin terlatih dalam bertanya maka rasa ingin tahu semakin
dapat dikembangkan.
Pertanyaan terebut menjadi dasar
untuk mencari informasi yang lebih lanjut dan beragam dari sumber yang
ditentukan guru sampai yang ditentukan peserta didik, dari sumber yang tunggal
sampai sumber yang beragam.
c. Mengumpulkan
dan mengasosiasikan
Tindak lanjut dari bertanya
adalah menggali dan mengumpulkan informasi dari berbagai sumber melalui
berbagai cara. Untuk itu peserta didik dapat membaca buku yang lebih banyak,
memperhatikan fenomena atau objek yang lebih teliti, atau bahkan melakukan
eksperimen. Dari kegiatan tersebut terkumpul sejumlah informasi.
Informasi tersebut menjadi dasar
bagi kegiatan berikutnya yaitu memeroses informasi untuk menemukan keterkaitan
satu informasi dengan informasi lainnya, menemukan pola dari keterkaitan
informasi dan bahkan mengambil berbagai kesimpulan dari pola yang ditemukan.
d. Mengkomunikasikan
hasil
Kegiatan berikutnya adalah
menuliskan atau menceritakan apa yang ditemukan dalam kegiatan mencari
informasi, mengasosiasikan dan menemukan pola. Hasil tersebut disampikan di
kelas dan dinilai oleh guru sebagai hasil belajar peserta didik atau kelompok
peserta didik tersebut.
3. Kegiatan Penutup
Dalam kegiatan penutup, guru bersama-sama dengan peserta
didik dan/atau sendiri membuat rangkuman/simpulan pelajaran, melakukan
penilaian dan/atau refleksi terhadap kegiatan yang sudah dilaksanakan secara
konsisten dan terprogram, memberikan umpan balik terhadap proses dan hasil
pembelajaran, merencanakan kegiatan tindak lanjut dalam bentuk pembelajaran
remedi, program pengayaan, layanan konseling dan/atau memberikan tugas baik tugas
individual maupun kelompok sesuai dengan hasil belajar peserta didik, dan
menyampaikan rencana pembelajaran pada pertemuan berikutnya.
Perlu diingat, bahwa KD-KD diorganisasikan ke dalam empat
KI. KI-1 berkaitan dengan sikap diri terhadap Tuhan Yang Maha Esa. KI-2
berkaitan dengan karakter diri dan sikap sosial. KI-3 berisi KD tentang
pengetahuan terhadap materi ajar, sedangkan KI-4 berisi KD tentang penyajian
pengetahuan. KI-1, KI-2, dan KI-4 harus dikembangkan dan ditumbuhkan melalui
proses pembelajaran setiap materi pokok yang tercantum dalam KI-3, untuk semua
matapelajaran. KI-1 dan KI-2 tidak diajarkan langsung, tetapi indirect teaching
pada setiap kegiatan pembelajaran.
VI. KONSEP DAN STRATEGI PENERAPAN SISTEM KREDIT SEMESTER
A. Konsep
Sistem Kredit Semester
Sistem Kredit Semester (SKS) adalah
sistem penyelenggaraan program pendidikan yang peserta didiknya menentukan
sendiri beban belajar dan mata pelajaran yang diikuti setiap semester pada
satuan pendidikan.
Beban belajar setiap mata
pelajaran pada SKS dinyatakan dalam satuan kredit semester (sks). Beban belajar
satu sks meliputi satu jam pembelajaran tatap muka, satu jam penugasan
terstruktur, dan satu jam kegiatan mandiri.
B. Komponen
Sistem Kredit Semester
1.
Prinsip
Penyelenggaraan SKS di SMP/MTs, SMA/MA, dan SMK/MAK mengacu
pada prinsip sebagai berikut.
a. Peserta
didik menentukan sendiri beban belajar dan mata pelajaran yang diikuti pada
setiap semester sesuai dengan kemampuan, bakat, dan minatnya.
b. Peserta
didik yang berkemampuan dan berkemauan tinggi dapat mempersingkat waktu
penyelesaian studinya dari periode belajar yang ditentukan dengan tetap
memperhatikan ketuntasan belajar.
c. Peserta
didik didorong untuk memberdayakan dirinya sendiri dalam belajar secara
mandiri.
d. Peserta
didik dapat menentukan dan mengatur strategi belajar dengan lebih fleksibel.
e. Peserta
didik memiliki kesempatan untuk memilih kelompok peminatan, lintas minat, dan
pendalaman minat, serta mata pelajaran sesuai dengan potensinya.
f. Peserta
didik dapat pindah ke sekolah lain yang sejenis dan telah menggunakan SKS dan
semua kredit yang telah diambil dapat dipindahkan ke sekolah yang baru
(transfer kredit).
g. Sekolah
menyediakan sumber daya pendidikan yang lebih memadai secara teknis dan
administratif.
h. Penjadwalan
kegiatan pembelajaran diupayakan dapat memenuhi kebutuhan untuk pengembangan
potensi peserta didik yang mencakup pengetahuan, sikap, dan keterampilan.
i. Guru
memfasilitasi kebutuhan akademik peserta didik sesuai dengan kemampuan, bakat,
dan minatnya.
j. Persyaratan
Penyelenggaraan.
Satuan pendidikan SMP/MTs, SMA/MA, dan SMK/MAK yang
terakreditasi A dari Badan Akreditasi Nasional Sekolah/Madrasah (BAN-S/M) dapat
menyelenggarakan SKS.
Penyelenggaraan SKS pada setiap satuan pendidikan dilakukan
dengan tetap mempertimbangkan ketuntasan minimal dalam pencapaian setiap
kompetensi.
2. Unsur-unsur
Beban Belajar
Beban belajar setiap mata pelajaran pada SKS dinyatakan
dalam sks. Beban belajar satu sks meliputi satu jam pembelajaran tatap muka,
satu jam penugasan terstruktur, dan satu jam kegiatan mandiri, yang
pengertiannya sebagai berikut
a.
Kegiatan tatap muka adalah kegiatan pembelajaran yang
berupa proses interaksi antara peserta didik dengan pendidik.
b. Kegiatan
terstruktur adalah kegiatan pembelajaran yang berupa pendalaman materi
pembelajaran oleh peserta didik yang dirancang oleh pendidik untuk mencapai
kompetensi dasar. Waktu penyelesaian penugasan terstruktur ditentukan oleh
pendidik.
c. Kegiatan
mandiri adalah kegiatan pembelajaran yang berupa pendalaman materi pembelajaran
oleh peserta didik yang dirancang oleh pendidik untuk mencapai kompetensi
dasar. Waktu penyelesaiannya diatur oleh peserta didik atas dasar kesepakatan
dengan pendidik.
3. Cara Menetapkan Beban Belajar
Penetapan beban belajar sks untuk SMP/MTs, SMA/MA, dan
SMK/MAK ditetapkan sebagai berikut:
a. Beban
belajar kegiatan tatap muka per jam pembelajaran pada:
1) SMP/MTs berlangsung selama 40 menit;
2) SMA/MA berlangsung selama 45 menit;
3) SMK/MAK berlangsung selama 45 menit.
b. Waktu
untuk penugasan terstruktur dan kegiatan mandiri bagi peserta didik pada SMP/MTs maksimum 50%
dari jumlah waktu kegiatan tatap muka dari mata pelajaran yang
bersangkutan.
c. Waktu
untuk penugasan terstruktur dan kegiatan mandiri bagi peserta didik pada
SMA/MA/SMK/MAK maksimum 60% dari jumlah waktu kegiatan tatap muka dari mata
pelajaran yang bersangkutan.
Dengan demikian, cara menetapkan beban belajar sks untuk
SMP/MTs dan SMA/MA masing-masing adalah sebagai berikut: a. Penetapan
Beban Belajar sks untuk SMP/MTs
Sebelum menetapkan beban belajar
sks untuk SMP/MTs yaitu memadukan semua komponen beban belajar, baik untuk
Sistem Paket maupun untuk SKS, sebagaimana yang tercantum dalam Tabel 1.
Tabel 1:
Penetapan Beban Belajar sks di SMP/MTs
berdasarkan pada Sistem Paket
Kegiatan
|
Sistem Paket
|
Sistem SKS
|
Tatap Muka
|
40 menit
|
40 menit
|
Penugasan Terstruktur
|
50% x 40 menit =
20 menit
|
40 menit
|
Kegiatan Mandiri
|
40 menit
|
|
Jumlah
|
60 menit
|
120 menit
|
Berdasarkan pada Tabel 1 dapat dijelaskan lebih lanjut bahwa
untuk menetapkan beban belajar 1 sks yaitu dengan formula sebagai berikut:
Dengan demikian, beban belajar sks untuk SMP/MTs dengan
mengacu pada rumus tersebut dapat ditetapkan bahwa setiap pembelajaran dengan
beban belajar 1 sks pada SKS sama dengan beban belajar 2 jam pembelajaran pada
Sistem Paket. Agar lebih jelas lagi, dalam Tabel 2 disajikan contoh konversi
kedua jenis beban pembelajaran tersebut.
Tabel 2: Contoh Konversi Beban Belajar di SMP/MTs
Sistem Paket
|
SKS
|
2 jam pembelajaran
|
1 sks
|
4 jam pembelajaran
|
2 sks
|
6 jam pembelajaran
|
3 sks
|
8 jam pembelajaran
|
4 sks
|
b. Penetapan Beban Belajar sks untuk SMA/MA dan SMK/MAK
Sebelum menetapkan beban belajar
sks untuk SMA/MA yaitu memadukan semua komponen beban belajar, baik untuk
Sistem Paket maupun untuk SKS, sebagaimana yang tercantum dalam Tabel 3.
Tabel
3: Penetapan Beban Belajar sks di SMA/MA dan SMK/MAK berdasarkan pada Sistem
Paket
Kegiatan
|
Sistem Paket
|
Sistem SKS
|
Tatap muka
|
45 menit
|
45 menit
|
Penugasan terstruktur
|
60% x 45 menit =
27 menit
|
45 menit
|
Kegiatan mandiri
|
45 menit
|
|
Jumlah
|
72 menit
|
135 menit
|
Berdasarkan pada Tabel 3 dapat dijelaskan lebih lanjut bahwa
untuk menetapkan beban belajar 1 sks yaitu dengan formula sebagai berikut:
Dengan
demikian, beban belajar sks untuk SMA/MA dengan mengacu pada rumus tersebut
dapat ditetapkan bahwa setiap pembelajaran dengan beban belajar 1 sks pada SKS
sama dengan beban belajar 1.88 jam pembelajaran pada Sistem Paket. Agar lebih
jelas lagi, dalam Tabel 4 disajikan contoh konversi kedua jenis beban
pembelajaran tersebut.
Tabel 4: Contoh Konversi Beban Belajar di SMA/MA dan
SMK/MAK
Sistem Paket
|
SKS
|
1.88 jam pembelajaran
|
1 sks
|
3.76 jam pembelajaran
|
2 sks
|
5.64 jam pembelajaran
|
3 sks
|
7.52 jam pembelajaran
|
4 sks
|
4. Beban
Belajar Minimal
Agar proses pembelajaran di setiap satuan pendidikan yang
menggunakan SKS dapat dilaksanakan secara efektif dan efisien perlu ditetapkan
batas minimal beban belajar sks sebagai berikut:
a. Beban
belajar yang harus ditempuh oleh peserta didik SMP/MTs yaitu minimal 114 sks,
yang dapat ditempuh paling cepat 2 tahun (4 semester) dan paling lama 5 tahun
(10 semester).
b. Beban
belajar yang harus ditempuh oleh peserta didik SMA/MA yaitu minimal 130 sks,
yang dapat ditempuh paling cepat 2 tahun
(4 semester) dan paling lama 5 tahun (10 semester).
c. Beban
belajar yang harus ditempuh oleh peserta didik SMK/MAK yaitu minimal 144 sks,
yang dapat ditempuh paling cepat 2 tahun (4 semester) dan paling lama 5 tahun
(10 semester).
5. Komposisi
Beban Belajar
Komposisi beban belajar di SMP/MTs, SMA/MA, dan SMK/MAK
adalah sebagai berikut:
a. Komposisi
beban belajar untuk peserta didik SMP/MTs terdiri atas kelompok A (wajib) dan B
(wajib) .
b. Komposisi
beban belajar untuk peserta didik SMA/MA terdiri atas kelompok A (wajib), B
(wajib), dan salah satu dari kelompok C (peminatan), serta lintas minat
dan/atau pendalaman minat.
c. Komposisi
beban belajar untuk peserta didik SMK/MAK terdiri atas kelompok A (wajib), B
(wajib), C1 (kelompok mata pelajaran bidang keahlian), C2 (kelompok mata
pelajaran dasar program keahlian), dan salah satu dari C3 (kelompok mata
pelajaran paket keahlian).
6. Kriteria
Pengambilan Beban Belajar
Kriteria yang digunakan dalam pengambilan beban belajar
adalah sebagai berikut:
a. Fleksibilitas
dalam SKS yaitu peserta didik diberi keleluasaan untuk menentukan beban belajar
pada setiap semester.
b.
Pengambilan beban belajar oleh peserta didik didampingi
oleh Pembimbing Akademik.
c. Kriteria
yang digunakan untuk menentukan beban belajar bagi peserta didik yaitu:
1) pengambilan
beban belajar (jumlah sks) pada semester
1 sesuai dengan prestasi yang dicapai pada satuan pendidikan sebelumnya atau
hasil tes seleksi masuk dan/atau penempatan
peserta didik baru;
2) pengambilan
beban belajar (jumlah sks) semester berikutnya ditentukan berdasarkan Indeks Prestasi (IP) yang diperoleh pada semester sebelumnya.
3) Peserta
didik wajib menyelesaikan mata pelajaran yang tertuang dalam Struktur
Kurikulum.
4) Satuan
pendidikan dapat mengatur penyajian mata pelajaran secara tuntas dengan prinsip
”on and off”, yaitu suatu mata
pelajaran bisa diberikan hanya pada semester tertentu dengan mempertimbangkan
ketuntasan kompetensi pada setiap semester.
7. Penilaian,
Penentuan Indeks Prestasi, dan Kelulusan
Pengaturan mengenai penilaian, penentuan indeks prestasi,
dan kelulusan adalah sebagaimana diuraikan di bawah ini. a. Penilaian
1) Penilaian setiap mata pelajaran meliputi kompetensi
pengetahuan, kompetensi keterampilan, dan kompetensi sikap. Kompetensi
pengetahuan dan kompetensi keterampilan menggunakan skala 1–4 (kelipatan 0.33),
sedangkan kompetensi sikap
menggunakan skala Sangat Baik (SB), Baik
(B), Cukup (C), dan Kurang (K), yang dapat dikonversi ke dalam Predikat A - D
seperti pada Tabel 5 di bawah ini.
Tabel 5:
Konversi Kompetensi Pengetahuan, Keterampilan, dan Sikap
Predikat
|
Nilai Kompetensi
|
||
Pengetahuan
|
Keterampilan
|
Sikap
|
|
A
|
4
|
4
|
SB
|
A-
|
3.66
|
3.66
|
|
B+
|
3.33
|
3.33
|
B
|
B
|
3
|
3
|
|
B-
|
2.66
|
2.66
|
|
C+
|
2.33
|
2.33
|
C
|
C
|
2
|
2
|
|
C-
|
1.66
|
1.66
|
|
D+
|
1.33
|
1.33
|
K
|
D
|
1
|
1
|
2) Ketuntasan
minimal untuk seluruh kompetensi dasar pada kompetensi pengetahuan dan
kompetensi keterampilan yaitu 2.66 (B-)
3) Pencapaian
minimal untuk kompetensi sikap adalah B.
Untuk kompetensi yang belum
tuntas, kompetensi tersebut dituntaskan melalui pembelajaran remedial sebelum
melanjutkan pada kompetensi berikutnya.
Untuk mata pelajaran yang belum
tuntas pada semester berjalan, dituntaskan melalui pembelajaran remedial sebelum memasuki
semester berikutnya.
b. Penentuan Indeks Prestasi (IP)
1) SMP/MTs
a) IP
merupakan rata-rata dari gabungan hasil penilaian kompetensi pengetahuan dan
kompetensi keterampilan yang masing-masing dihitung dengan rumus sebagai
berikut:
N x sks
IP
Jumlah
sks
Keterangan:
IP : Indeks Prestasi ΣN : Jumlah mata pelajaran
sks : Satuan kredit semester yang diambil untuk
setiap mata pelajaran
Jumlah sks : jumlah sks dalam
satu semester
b) Peserta
didik pada semester 2 dan seterusnya dapat mengambil sejumlah mata pelajaran dengan jumlah sks
berdasarkan IP semester sebelumnya
dengan ketentuan sebagai berikut:
(1) IP
< 2.66 dapat mengambil maksimal 20
sks.
(2) IP
2.66 – 3.32 dapat mengambil maksimal 24 sks.
(3) IP
3.33 – 3.65 dapat mengambil maksimal 28 sks.
(4) IP
> 3.65 dapat mengambil maksimal 32 sks.
Selain itu, nilai kompetensi sikap paling rendah B.
2) SMA/MA
a) IP
merupakan rata-rata dari gabungan hasil penilaian kompetensi pengetahuan dan
kompetensi keterampilan yang masing-masing dihitung dengan rumus sebagai
berikut:
N x sks
IP
Jumlah
sks
Keterangan:
IP : Indeks Prestasi ΣN : Jumlah mata pelajaran
sks : Satuan kredit semester yang diambil untuk
setiap mata pelajaran
Jumlah sks : jumlah sks dalam
satu semester
b) Peserta
didik pada semester 2 dan seterusnya dapat mengambil sejumlah mata pelajaran dengan jumlah sks
berdasarkan IP semester sebelumnya
dengan ketentuan sebagai berikut:
(1) IP
< 2.66 dapat mengambil maksimal 24 sks.
(2) IP
2.66 – 3.32 dapat mengambil maksimal 28 sks.
(3) IP
3.33 – 3.65 dapat mengambil maksimal 32 sks.
(4) IP
> 3.65 dapat mengambil maksimal 36 sks.
Selain itu, nilai kompetensi
sikap paling rendah B.
3) SMK/MAK
a) IP
merupakan rata-rata dari gabungan hasil penilaian kompetensi pengetahuan dan
kompetensi keterampilan yang masing-masing dihitung dengan rumus sebagai
berikut:
N x sks
IP
Jumlah
sks
Keterangan:
IP : Indeks Prestasi ΣN : Jumlah mata pelajaran
sks : Satuan kredit semester yang diambil untuk
setiap mata pelajaran
Jumlah sks : jumlah sks dalam
satu semester
b)
Peserta didik pada semester 2 dan seterusnya dapat
mengambil sejumlah mata pelajaran dengan
jumlah sks berdasarkan IP semester sebelumnya
dengan ketentuan sebagai berikut:
(1) IP
< 2.66 dapat mengambil maksimal 28 sks.
(2) IP
2.66 – 3.32 dapat mengambil maksimal 32 sks.
(3) IP
3.33 – 3.65 dapat mengambil maksimal 36 sks.
(4) IP
> 3.66 dapat mengambil maksimal 40 sks.
Selain itu, nilai kompetensi
sikap paling rendah B.
c. Kelulusan
Peserta didik dapat memanfaatkan
semester pendek hanya untuk mengulang
mata pelajaran yang belum tuntas. Bagi yang sudah tuntas (mencapai ketuntasan
minimal yang ditetapkan oleh sekolah) tidak diperbolehkan untuk mengikuti
semester pendek.
Kelulusan peserta didik dari
satuan pendidikan yang menyelenggarakan SKS dapat dilakukan pada setiap akhir
semester.
Peserta didik dinyatakan lulus
dari satuan pendidikan di SMP/MTs, SMA/MA, dan SMK/MAK setelah:
1) menyelesaikan
seluruh program pembelajaran;
2) memperoleh
nilai minimal baik pada penilaian akhir untuk seluruh mata pelajaran;
3) lulus
ujian sekolah/madrasah; dan 4) lulus
Ujian Nasional.
C. Pihak Yang Terlibat
Berdasarkan amanat tersebut, dalam rangka penerapan SKS
diatur hal-hal sebagai berikut:
1.
Pusat Kurikulum dan Perbukuan membuat model-model
penyelenggaraan SKS bagi satuan pendidikan.
2.
Direktorat teknis persekolahan membuat dan melaksanakan
program pembinaan penerapan SKS sesuai dengan karakteristik masing-masing
satuan pendidikan.
3.
Dinas pendidikan provinsi dan kabupaten/kota membuat
dan melaksanakan program koordinasi dan supervisi penerapan SKS di setiap
satuan pendidikan.
D. Mekanisme Penyelenggaraan
Penyelenggaraan SKS di setiap
satuan pendidikan SMP/MTs, SMA/MA, dan SMK/MAK dilakukan dengan
mempertimbangkan kebutuhan, kelayakan, dan ketersediaan sumberdaya pendidikan
bagi keberlangsungan penyelenggaraan SKS secara optimal.
Kepala satuan pendidikan
menginformasikan terlebih dahulu kepada seluruh komunitas sekolah (guru, tenaga
kependidikan, dan orang tua) sebelum dilaksanakannya penyelenggaraan SKS.
VII. KONSEP DAN STRATEGI PENILAIAN HASIL
BELAJAR
A. Konsep
Penilaian Hasil Belajar
1. Definisi
Operasional
Dalam pedoman ini, pengertian penilaian sama dengan asesmen.
Terdapat tiga kegiatan yang perlu didefinisikan, yakni pengukuran,
penilaian, dan evaluasi. Ketiga istilah
tersebut memiliki makna yang berbeda, walaupun memang saling berkaitan.
Pengukuran adalah kegiatan membandingkan hasil pengamatan dengan suatu kriteria
atau ukuran. Penilaian adalah proses mengumpulkan informasi/bukti melalui
pengukuran, menafsirkan, mendeskripsikan, dan menginterpretasi bukti-bukti
hasil pengukuran. Evaluasi adalah proses mengambil keputusan berdasarkan
hasil-hasil penilaian. a. Cakupan
Penilaian
Dalam Kurikulum 2013, kompetensi
inti (KI) dirumuskan sebagai berikut:
a) KI-1:
kompetensi inti sikap spiritual.
b) KI-2:
kompetensi inti sikap sosial.
c) KI-3:
kompetensi inti pengetahuan.
d) KI-4:
kompetensi inti keterampilan.
b. Untuk
setiap materi pokok tertentu terdapat rumusan KD untuk setiap aspek KI. Jadi,
untuk suatu materi pokok tertentu, muncul 4 KD sebagai berikut:
1) KD
pada KI-1: aspek sikap spiritual (untuk matapelajaran tertentu bersifat
generik, artinya berlaku untuk seluruh materi pokok).
2) KD
pada KI-2: aspek sikap sosial (untuk matapelajaran tertentu bersifat relatif
generik, namun beberapa materi pokok tertentu ada KD pada KI-3 yang berbeda
dengan KD lain pada KI-2).
3) KD
pada KI-3: aspek pengetahuan
4) KD
pada KI-4: aspek keterampilan
2. Metode
dan instrumen penilaian
Berbagai metode dan instrumen baik formal maupun nonformal
digunakan dalam penilaian untuk mengumpulkan informasi. Informasi yang
dikumpulkan menyangkut semua perubahan yang terjadi baik secara kualitatif
maupun kuantitatif. Penilaian dapat dilakukan selama pembelajaran berlangsung
(penilaian proses) dan setelah pembelajaran usai dilaksanakan (penilaian
hasil/produk).
Penilaian
informal bisa berupa komentar-komentar guru yang diberikan/diucapkan selama
proses pembelajaran. Saat seorang peserta didik menjawab pertanyaan guru, saat
seorang peserta didik atau beberapa peserta didik mengajukan pertanyaan kepada
guru atau temannya, atau saat seorang peserta didik memberikan komentar
terhadap jawaban guru atau peserta didik lain, guru telah melakukan penilaian
informal terhadap performansi peserta didik tersebut.
Penilaian proses formal, sebaliknya, merupakan suatu teknik
pengumpulan informasi yang dirancang untuk mengidentifikasi dan merekam
pengetahuan dan keterampilan peserta didik. Berbeda dengan penilaian proses
informal, penilaian proses formal merupakan kegiatan yang disusun dan dilakukan
secara sistematis dengan tujuan untuk membuat suatu simpulan tentang kemajuan
peserta didik.
B. Komponen
Penilaian Hasil Belajar
1. Prinsip,
Pendekatan, dan Karakteristik Penilaian
a. Prinsip Penilaian
Penilaian hasil belajar peserta
didik pada jenjang pendidikan dasar dan menengah didasarkan pada
prinsip-prinsip sebagai berikut:
1) Sahih,
berarti penilaian didasarkan pada data yang mencerminkan kemampuan yang
diukur.
2) Objektif,
berarti penilaian didasarkan pada prosedur dan kriteria yang jelas, tidak
dipengaruhi subjektivitas penilai.
3) Adil,
berarti penilaian tidak menguntungkan atau merugikan peserta didik karena
berkebutuhan khusus serta perbedaan latar belakang agama, suku, budaya, adat
istiadat, status sosial ekonomi, dan gender.
4) Terpadu,
berarti penilaian oleh pendidik merupakan salah satu komponen yang tak
terpisahkan dari kegiatan pembelajaran.
5) Terbuka,
berarti prosedur penilaian, kriteria penilaian, dan dasar pengambilan keputusan
dapat diketahui oleh pihak yang berkepentingan.
6) Menyeluruh
dan berkesinambungan, berarti penilaian oleh pendidik mencakup semua aspek
kompetensi dengan menggunakan berbagai teknik penilaian yang sesuai, untuk
memantau perkembangan kemampuan peserta didik.
7) Sistematis,
berarti penilaian dilakukan secara berencana dan bertahap dengan mengikuti
langkah-langkah baku.
8) Beracuan
kriteria, berarti penilaian didasarkan pada ukuran pencapaian kompetensi yang
ditetapkan.
9) Akuntabel,
berarti penilaian dapat dipertanggungjawabkan, baik dari segi teknik, prosedur,
maupun hasilnya.
10) Edukatif, berarti
penilaian dilakukan untuk kepentingan dan kemajuan pendidikan peserta
didik
b. Pendekatan Penilaian
Penilaian menggunakan pendekatan
sebagai berikut:
1) Acuan
Patokan
Semua kompetensi perlu dinilai
dengan menggunakan acuan patokan berdasarkan pada indikator hasil belajar.
Sekolah menetapkan acuan patokan sesuai dengan kondisi dan kebutuhannya.
2) Ketuntasan
Belajar
Ketuntasan belajar ditentukan
sebagai berikut:
Predikat
|
Nilai Kompetensi
|
||
Pengetahuan
|
Keterampilan
|
Sikap
|
|
A
|
4
|
4
|
SB
|
A-
|
3.66
|
3.66
|
|
B+
|
3.33
|
3.33
|
B
|
B
|
3
|
3
|
|
B-
|
2.66
|
2.66
|
|
C+
|
2.33
|
2.33
|
C
|
C
|
2
|
2
|
|
C-
|
1.66
|
1.66
|
|
D+
|
1.33
|
1.33
|
K
|
D
|
1
|
1
|
a) Untuk
KD pada KI-3 dan KI-4, seorang peserta didik dinyatakan belum tuntas belajar
untuk menguasai KD yang dipelajarinya apabila menunjukkan indikator nilai <
2.66 dari hasil tes formatif.
b) Untuk
KD pada KI-3 dan KI-4, seorang peserta didik dinyatakan sudah tuntas belajar
untuk menguasai KD yang dipelajarinya apabila menunjukkan indikator nilai ≥ 2.66 dari hasil tes formatif.
c) Untuk
KD pada KI-1 dan KI-2, ketuntasan seorang peserta didik dilakukan dengan
memperhatikan aspek sikap pada KI-1 dan KI-2 untuk seluruh matapelajaran, yakni
jika profil sikap peserta didik secara umum berada pada kategori baik (B)
menurut standar yang ditetapkan satuan pendidikan yang bersangkutan.
Implikasi dari ketuntasan
belajar tersebut adalah sebagai berikut.
a) Untuk
KD pada KI-3 dan KI-4: diberikan remedial individual sesuai dengan kebutuhan
kepada peserta didik yang memperoleh nilai kurang dari 2.66;
b)
Untuk KD pada KI-3 dan KI-4: diberikan kesempatan untuk
melanjutkan pelajarannya ke KD berikutnya kepada peserta didik yang memperoleh
nilai 2.66 atau lebih dari 2.66; dan
c) Untuk
KD pada KI-3 dan KI-4: diadakan remedial klasikal sesuai dengan kebutuhan
apabila lebih dari 75% peserta didik memperoleh nilai kurang dari 2.66.
d) Untuk
KD pada KI-1 dan KI-2, pembinaan terhadap peserta didik yang secara umum profil
sikapnya belum berkategori baik dilakukan secara holistik (paling tidak oleh
guru matapelajaran, guru BK, dan orang tua).
2. Karakteristik
Penilaian
a. Belajar
Tuntas
Untuk kompetensi pada kategori
pengetahuan dan keterampilan (KI-3 dan KI-4), peserta didik tidak diperkenankan
mengerjakan pekerjaan berikutnya, sebelum mampu menyelesaikan pekerjaan dengan
prosedur yang benar dan hasil yang baik.Asumsi yang digunakan dalam belajar
tuntas adalah peserta didik dapat belajar apapun, hanya waktu yang dibutuhkan
yang berbeda. Peserta didik yang belajar lambat perlu waktu lebih lama untuk
materi yang sama, dibandingkan peserta didik pada umumnya.
b. Otentik
Memandang penilaian dan
pembelajaran secara terpadu. Penilaian otentik harus mencerminkan masalah dunia
nyata, bukan dunia sekolah. Menggunakan berbagai cara dan kriteria holistik
(kompetensi utuh merefleksikan pengetahuan, keterampilan, dan sikap). Penilaian
otentik tidak hanya mengukur apa yang diketahui oleh peserta didik, tetapi
lebih menekankan mengukur apa yang dapat dilakukan oleh peserta didik.
c. Berkesinambungan
Tujuannya adalah untuk
mendapatkan gambaran yang utuh mengenai perkembangan hasil belajar peserta
didik, memantau proses, kemajuan, dan perbaikan hasil terus menerus dalam
bentuk penilaian proses, dan berbagai jenis ulangan secara berkelanjutan
(ulangan harian, ulangan tengah semester, ulangan akhir semester, atau ulangan
kenaikan kelas).
d. Berdasarkan
acuan kriteria
Kemampuan peserta didik tidak
dibandingkan terhadap kelompoknya, tetapi dibandingkan terhadap kriteria yang
ditetapkan, misalnya ketuntasan minimal, yang ditetapkan oleh satuan pendidikan
masing-masing.
e. Menggunakan teknik penilaian yang bervariasi
Teknik penilaian yang dipilih
dapat berupa tertulis, lisan, produk, portofolio, unjuk kerja, projek,
pengamatan, dan penilaian diri.
C. Strategi
Penilaian Hasi Belajar
Strategi penilaian hasil belajar
dengan menggunakan Metode dan Teknik Penilaian sebagai berikut:
1.
Metode Penilaian
Penilaian dapat dilakukan melalui metode tes maupun nontes.
Metode tes dipilih bila respons yang dikumpulkan dapat dikategorikan benar atau
salah (KD-KD pada KI-3 dan KI-4). Bila respons yang dikumpulkan tidak dapat
dikategorikan benar atau salah digunakan metode nontes (KD-KD pada KI-1 dan
KI-2).
Metode tes dapat berupa tes tulis atau tes kinerja.
a. Tes
tulis dapat dilakukan dengan cara memilih jawaban yang tersedia, misalnya soal
bentuk pilihan ganda, benar-salah, dan menjodohkan; ada pula yang meminta
peserta menuliskan sendiri responsnya, misalnya soal berbentuk esai, baik esai
isian singkat maupun esai bebas.
b. Tes
kinerja juga dibedakan menjadi dua, yaitu prilaku terbatas, yang meminta
peserta untuk menunjukkan kinerja dengan tugas-tugas tertentu yang terstruktur
secara ketat, misalnya peserta diminta menulis paragraf dengan topik yang sudah
ditentukan, atau mengoperasikan suatu alat tertentu; dan prilaku meluas, yang
menghendaki peserta untuk menunjukkan kinerja lebih komprehensif dan tidak
dibatasi, misalnya peserta diminta merumuskan suatu hipotesis, kemudian diminta
membuat rancangan dan melaksanakan eksperimen untuk menguji hipotesis
tersebut.
Metode nontes digunakan untuk
menilai sikap, minat, atau motivasi.
Metode nontes umumnya digunakan untuk mengukur ranah afektif (KD-KD pada KI-1
dan KI-2). Metode nontes lazimnya menggunakan instrumen angket, kuisioner,
penilaian diri, penilaian rekan sejawat, dan lain-lain.Hasil penilaian ini
tidak dapat diinterpretasi ke dalam kategori benar atau salah, namun untuk
mendapatkan deskripsi tentang profil sikap peserta didik.
2. Teknik dan Instrumen Penilaian
Untuk mengumpulkan informasi tentang kemajuan peserta didik
dapat dilakukan berbagai teknik, baik berhubungan dengan proses maupun hasil
belajar. Teknik mengumpulkan informasi tersebut pada prinsipnya adalah cara
penilaian kemajuan belajar peserta didik terhadap pencapaian kompetensi.
Penilaian dilakukan berdasarkan indikator-indikator pencapaian hasil relajar,
baik pada domain kognitif, afektif, maupun psikomotor. Ada tujuh teknik yang
dapat digunakan, yaitu : a. Penilaian Unjuk Kerja
Penilaian unjuk kerja merupakan
penilaian yang dilakukan dengan mengamati kegiatan peserta didik dalam
melakukan sesuatu. Penilaian digunakan untuk menilai ketercapaian kompetensi
yang menuntut peserta didik melakukan tugas tertentu seperti: praktek di
laboratorium, praktek sholat, praktek olahraga, bermain peran, memainkan alat
musik, bernyanyi, membaca puisi/deklamasi dll.
Penilaian unjuk kerja perlu
mempertimbangkan hal-hal berikut:
1) Langkah-langkah
kinerja yang diharapkan dilakukan peserta didik untuk menunjukkan kinerja dari
suatu kompetensi.
2)
Kelengkapan dan ketepatan aspek yang akan dinilai dalam
kinerja tersebut.
3) Kemampuan-kemampuan
khusus yang diperlukan untuk menyelesaikan tugas.
4) Upayakan
kemampuan yang akan dinilai tidak terlalu banyak, sehingga semua dapat diamati.
5) Kemampuan
yang akan dinilai diurutkan berdasarkan urutan pengamatan.
Penilaian unjuk kerja dapat
menggunakan daftar cek dan skala penilaian.
1) Daftar
Cek
Daftar cek dipilih jika unjuk
kerja yang dinilai relatif sederhana, sehingga kinerja peserta didik
representatif untuk diklasifikasikan menjadi dua kategorikan saja, ya atau
tidak.
2) Skala
Penilaian
Ada kalanya kinerja peserta
didik cukup kompleks, sehingga sulit atau merasa tidak adil kalau hanya
diklasifikasikan menjadi dua kategori, ya atau tidak, memenuhi atau tidak
memenuhi. Oleh karena itu dapat dipilih skala penilaian lebih dari dua
kategori, misalnya 1, 2, dan 3. Namun setiap kategori harus dirumuskan
deskriptornya sehingga penilai mengetahui kriteria secara akurat kapan mendapat
skor 1, 2, atau 3. Daftar kategori beserta deskriptor kriterianya itu disebut
rubrik. Di lapangan sering dirumuskan rubrik universal, misalnya 1 = kurang, 2
= cukup, 3 = baik. Deskriptor semacam ini belum akurat, karena kriteria kurang
bagi seorang penilai belum tentu sama dengan penilai lain, karena itu deskriptor
dalam rubrik harus jelas dan terukur. Berikut contoh penilaian unjuk kerja
dengan skala penilaian beserta rubriknya.
b. Penilaian Kinerja Melakukan Praktikum
No
|
Aspek yang dinilai
|
Penilaian
|
||
1
|
2
|
3
|
||
1
|
Merangkai alat
|
|||
2
|
Pengamatan
|
|||
3
|
Data yang diperoleh
|
|||
4
|
Kesimpulan
|
Rubrik:
Aspek
yang dinilai
|
Penilaian
|
||
1
|
2
|
3
|
|
Merangkai
alat
|
Rangkaian alat tidak benar
|
Rangkaian alat benar, tetapi tidak rapi
atau
|
Rangkaian alat benar, rapi, dan
memperhatikan
|
tidak memperhatikan
keselamatan kerja
|
keselamatan kerja
|
||
Pengamatan
|
Pengamatan tidak cermat
|
Pengamatan
cermat, tetapi mengandung
interpretasi
|
Pengamatan cermat dan bebas
interpretasi
|
Data yang diperoleh
|
Data tidak lengkap
|
Data lengkap, tetapi tidak
terorganisir, atau ada yang salah tulis
|
Data lengkap, terorganisir,
dan ditulis dengan benar
|
Kesimpulan
|
Tidak benar atau tidak
sesuai tujuan
|
Sebagian kesimpulan ada
yang salah atau tidak sesuai tujuan
|
Semua benar atau sesuai
tujuan
|
1) Penilaian Sikap
Sikap bermula dari perasaan
(suka atau tidak suka) yang terkait dengan kecenderungan seseorang dalam
merespons sesuatu/objek. Sikap juga
sebagai ekspresi dari nilai-nilai atau pandangan hidup yang dimiliki
oleh seseorang. Sikap terdiri dari tiga komponen, yakni: afektif, kognitif, dan
konatif/perilaku. Komponen afektif adalah perasaan yang dimiliki oleh seseorang
atau penilaiannya terhadap sesuatu objek. Komponen kognitif adalah kepercayaan
atau keyakinan seseorang mengenai objek. Adapun komponen konatif adalah
kecenderungan untuk berperilaku atau berbuat dengan cara-cara tertentu
berkenaan dengan kehadiran objek sikap.
Secara umum, objek sikap yang
perlu dinilai dalam proses pembelajaran adalah:
a) Sikap
terhadap materi pelajaran. Peserta didik perlu memiliki sikap positif terhadap
matapelajaran. Dengan sikap`positif dalam diri peserta didik akan tumbuh dan
berkembang minat belajar, akan lebih mudah diberi motivasi, dan akan lebih
mudah menyerap materi pelajaran yang diajarkan.
b) Sikap
terhadap guru/pengajar. Peserta didik perlu memiliki sikap positif terhadap
guru. Peserta didik yang tidak memiliki sikap positif terhadap guru akan
cenderung mengabaikan hal-hal yang diajarkan. Dengan demikian, peserta didik
yang memiliki sikap negatif terhadap guru/pengajar akan sukar menyerap materi
pelajaran yang diajarkan oleh guru tersebut.
c) Sikap
terhadap proses pembelajaran. Peserta didik juga perlu memiliki sikap positif
terhadap proses pembelajaran yang berlangsung. Proses pembelajaran mencakup
suasana pembelajaran, strategi, metodologi, dan teknik pembelajaran yang
digunakan. Proses pembelajaran yang menarik, nyaman dan menyenangkan dapat
menumbuhkan motivasi belajar peserta didik, sehingga dapat mencapai hasil
belajar yang maksimal.
d)
Sikap berkaitan dengan nilai atau norma yang
berhubungan dengan suatu materi pelajaran. Misalnya, masalah lingkungan hidup
(materi Biologi atau
Geografi). Peserta didik perlu
memiliki sikap yang tepat, yang dilandasi oleh nilai-nilai positif terhadap
kasus lingkungan tertentu (kegiatan pelestarian/kasus perusakan lingkungan
hidup). Misalnya, peserta didik memiliki sikap positif terhadap program
perlindungan satwa liar.
e) Teknik
Penilaian Sikap
Penilaian sikap dapat dilakukan
dengan beberapa cara atau teknik. Teknik-teknik tersebut antara lain: observasi
perilaku, pertanyaan langsung, dan laporan pribadi.
Teknik-teknik tersebut secara
ringkas dapat diuraikan sebagai berikut.
i. Observasi perilaku
Perilaku
seseorang pada umumnya menunjukkan kecenderungan seseorang dalam sesuatu hal. Guru
dapat melakukan observasi terhadap peserta didiknya. Hasil observasi dapat
dijadikan sebagai umpan balik dalam
pembinaan. Observasi perilaku di sekolah dapat dilakukan dengan
menggunakan buku catatan khusus tentang kejadian-kejadian berkaitan dengan
peserta didik selama di sekolah. ii. Pertanyaan langsung
Guru juga dapat menanyakan
secara langsung tentang sikap peserta didik berkaitan dengan sesuatu hal.
Misalnya, bagaimana tanggapan peserta didik tentang kebijakan yang baru
diberlakukan di sekolah mengenai “Peningkatan Ketertiban”. Berdasarkan jawaban
dan reaksi lain yang tampil dalam memberi jawaban dapat dipahami sikap peserta
didik itu terhadap objek sikap. Dalam penilaian sikap peserta didik di sekolah,
guru juga dapat menggunakan teknik ini dalam menilai sikap dan membina peserta
didik.
iii. Laporan pribadi
Teknik ini meminta peserta didik
membuat ulasan yang berisi pandangan atau tanggapannya tentang suatu masalah,
keadaan, atau hal yang menjadi objek sikap. Misalnya, peserta didik diminta
menulis pandangannya tentang “Kerusuhan Antaretnis” yang terjadi akhir-akhir
ini di Indonesia. Dari ulasan yang dibuat peserta didik dapat dibaca dan
dipahami kecenderungan sikap yang dimilikinya.
-61-
Contoh Format Lembar Pengamatan
Sikap Peserta Didik
1
|
|||||||||||||
2
|
|||||||||||||
3
|
|||||||||||||
4
|
|||||||||||||
5
|
|||||||||||||
6
|
|||||||||||||
7
|
|||||||||||||
8
|
Keterangan:
Skala penilaian sikap dibuat
dengan rentang antara 1 s.d 5.
1 =
sangat kurang;
2 =
kurang konsisten;
3 =
mulai konsisten;
4 =
konsisten; dan
5 =
selalu konsisten.
2) Tes Tertulis
a) Pengertian
Tes Tertulis merupakan tes
dimana soal dan jawaban yang diberikan kepada peserta didik dalam bentuk
tulisan. Dalam menjawab soal peserta didik tidak selalu merespon dalam bentuk
menulis jawaban tetapi dapat juga dalam bentuk yang lain seperti memberi tanda,
mewarnai, menggambar, dan lain sebagainya.
b) Teknik
Tes Tertulis
Ada
dua bentuk soal tes tertulis, yaitu:
i.
Soal dengan memilih jawaban (selected response),
mencakup: pilihan ganda, benar-salah, dan menjodohkan.
ii. Soal
dengan mensuplai jawaban (supply response), mencakup: isian atau melengkapi,
uraian objektif, dan uraian non-objektif.
Penyusunan instrumen penilaian
tertulis perlu dipertimbangkan hal-hal berikut.
i. materi,
misalnya kesesuaian soal dengan KD dan indikator pencapaian pada kurikulum
tingkat satuan pendidikan;
ii. konstruksi,
misalnya rumusan soal atau pertanyaan harus jelas dan tegas.
iii. bahasa,
misalnya rumusan soal tidak menggunakan kata/kalimat yang menimbulkan
penafsiran ganda.
iv. kaidah
penulisan, harus berpedoman pada kaidah penulisan soal yang baku dari berbagai
bentuk soal penilaian.
3) Penilaian Projek
a) Pengertian
Penilaian proyek merupakan
kegiatan penilaian terhadap suatu tugas yang harus diselesaikan dalam
periode/waktu tertentu. Tugas tersebut berupa suatu investigasi sejak dari
perencanaan, pengumpulan data, pengorganisasian, pengolahan dan penyajian data.
Penilaian proyek dapat digunakan untuk mengetahui pemahaman, kemampuan
mengaplikasikan, kemampuan penyelidikan dan kemampuan menginformasikan peserta
didik pada matapelajaran tertentu secara jelas.
Pada penilaian proyek
setidaknya ada 3 (tiga) hal yang perlu dipertimbangkan yaitu: i. Kemampuan pengelolaan
Kemampuan peserta didik dalam
memilih topik, mencari informasi dan mengelola waktu pengumpulan data serta
penulisan laporan.
ii. Relevansi
Kesesuaian
dengan mata pelajaran, dengan mempertimbangkan tahap pengetahuan, pemahaman dan
keterampilan dalam pembelajaran. iii. Keaslian
Projek yang dilakukan peserta
didik harus merupakan hasil karyanya, dengan mempertimbangkan kontribusi guru
berupa petunjuk dan dukungan terhadap proyek peserta didik.
b) Teknik
Penilaian Proyek
Penilaian proyek dilakukan mulai
dari perencanaan, proses pengerjaan, sampai hasil akhir proyek. Untuk itu, guru
perlu menetapkan hal-hal atau tahapan yang perlu dinilai, seperti penyusunan
disain, pengumpulan data, analisis data, dan penyiapkan laporan tertulis.
Laporan tugas atau hasil
penelitian juga dapat disajikan dalam bentuk poster. Pelaksanaan penilaian
dapat menggunakan alat/instrumen penilaian berupa daftar cek ataupun skala
penilaian.
Contoh Teknik Penilaian Proyek
Matapelajaran :
_________________________________________________________
Nama Proyek :
_________________________________________________________
Alokasi Waktu :
_________________________________________________________
Guru Pembimbing :
_________________________________________________________
Nama :
___________________________________________
NIS : ___________________________________________
Kelas :
___________________________________________
No
|
ASPEK
|
SKOR (1 - 5)
|
||||
1
|
2
|
3
|
4
|
5
|
||
1
|
PERENCANAAN : a. Persiapan
b. Rumusan Judul
|
|||||
2
|
PELAKSANAAN :
a.
Sistematika Penulisan
b.
Keakuratan Sumber Data / Informasi
c.
Kuantitas Sumber Data
d.
Analisis Data
e.
Penarikan Kesimpulan
|
|||||
3
|
LAPORAN PROYEK : a. Performans
b. Presentasi / Penguasaan
|
|||||
TOTAL SKOR
|
Penilaian Proyek dilakukan
mulai dari perencanaan, proses pengerjaan sampai dengan akhir proyek.
Untuk itu perlu memperhatikan hal-hal
atau tahapan yang perlu dinilai. Pelaksanaan penilaian dapat juga menggunakan
skala penilaian dan daftar cek
c) Penilaian
Produk
Penilaian produk adalah
penilaian terhadap proses pembuatan dan kualitas suatu produk. Penilaian produk
meliputi penilaian kemampuan peserta didik membuat produk-produk teknologi dan
seni, seperti: makanan, pakaian, hasil karya seni (patung, lukisan, gambar),
barang-barang terbuat dari kayu, keramik, plastik, dan logam. Pengembangan
produk meliputi 3 (tiga) tahap dan setiap tahap perlu diadakan penilaian
yaitu:
i. Tahap
persiapan, meliputi: penilaian kemampuan peserta didik dan merencanakan,
menggali, dan mengembangkan gagasan, dan mendesain produk.
ii. Tahap
pembuatan produk (proses), meliputi: penilaian kemampuan peserta didik dalam
menyeleksi dan menggunakan bahan, alat, dan teknik.
iii.
Tahap penilaian
produk (appraisal), meliputi:
penilaian produk yang dihasilkan peserta didik sesuai kriteria yang ditetapkan.
d) TeknikPenilaian
Produk
Penilaian produk biasanya
menggunakan cara holistik atau analitik.
i. Cara
holistik, yaitu berdasarkan kesan keseluruhan dari produk, biasanya dilakukan
pada tahap appraisal.
ii. Cara
analitik, yaitu berdasarkan aspek-aspek produk, biasanya dilakukan terhadap
semua kriteria yang terdapat pada semua tahap proses pengembangan.
Contoh Penilaian Produk
Mata Ajar :
_____________________________________________________
Nama Proyek : ______________________________________________________
Alokasi Waktu :
______________________________________________________
Nama Peserta didik :
______________________________________________________
Kelas/SMT : ______________________________________________________
No
|
Tahapan
|
Skor ( 1 – 5 )*
|
1
|
Tahap Perencanaan Bahan
|
|
2
|
Tahap Proses Pembuatan :
a.
Persiapan alat dan bahan
b.
Teknik Pengolahan
c.
K3 (Keselamatan kerja, keamanan dan kebersihan)
|
|
3
|
Tahap Akhir (Hasil
Produk) a. Bentuk fisik
b. Inovasi
|
|
TOTAL SKOR
|
Catatan :
*) Skor diberikan dengan rentang skor 1 (satu)
sampai dengan 5 (lima), dengan ketentuan semakin lengkap jawaban dan ketepatan
dalam proses pembuatan maka semakin tinggi nilainya.
e) Penilaian Portofolio
Pengertian
Penilaian portofolio merupakan
penilaian berkelanjutan yang didasarkan pada kumpulan informasi yang
menunjukkan perkembangan kemampuan peserta didik dalam satu periode tertentu.
Informasi tersebut dapat berupa karya peserta didik dari proses pembelajaran
yang dianggap terbaik oleh peserta didik.
Penilaian portofolio pada
dasarnya menilai karya-karya peserta didik secara individu pada satu periode
untuk suatu matapelajaran. Akhir suatu periode hasil karya tersebut dikumpulkan
dan dinilai oleh guru dan peserta didik.Berdasarkan informasi perkembangan
tersebut, guru dan peserta didik sendiri dapat menilai perkembangan kemampuan
peserta didik dan terus melakukan perbaikan. Dengan demikian, portofolio dapat
memperlihatkan perkembangan kemajuan belajar peserta didik melalui karyanya,
antara lain: karangan, puisi, surat, komposisi, musik.
Hal-hal yang perlu diperhatikan
dan dijadikan pedoman dalam penggunaan penilaian portofolio di sekolah, antara
lain:
i. Karya
peserta didik adalah benar-benar karya peserta didik itu sendiri
Guru melakukan penelitian atas
hasil karya peserta didik yang dijadikan bahan penilaian portofolio agar karya
tersebut merupakan hasil karya yang dibuat oleh peserta didik itu sendiri.
ii. Saling
percayaantara guru dan peserta didik
Dalam proses penilaian guru dan
peserta didik harus memiliki rasa saling percaya, saling memerlukan dan saling
membantu sehingga terjadi proses pendidikan berlangsung dengan baik.
iii. Kerahasiaan bersama antara guru dan peserta didik
Kerahasiaan hasil pengumpulan
informasi perkembangan peserta didik perlu dijaga dengan baik dan tidak
disampaikan kepada pihak-pihak yang tidak berkepentingan sehingga memberi
dampak negatif proses pendidikan.
iv. Milik
bersama antara peserta didik dan guru
Guru dan peserta didik perlu
mempunyai rasa memiliki berkas portofolio sehingga peserta didik akan merasa
memiliki karya yang dikumpulkan dan akhirnya akan
berupaya terus
meningkatkan kemampuannya.
v. Kepuasan
Hasil kerja portofolio
sebaiknya berisi keterangan dan atau bukti yang memberikan dorongan peserta
didik untuk lebih meningkatkan diri.
vi. Kesesuaian
Hasil kerja yang dikumpulkan
adalah hasil kerja yang sesuai dengan kompetensi yang tercantum dalam
kurikulum.
vii. Penilaian
proses dan hasil
Penilaian portofolio menerapkan
prinsip proses dan hasil. Proses belajar yang dinilai misalnya diperoleh dari
catatan guru tentang kinerja dan karya peserta didik.
viii.Penilaian
dan pembelajaran
Penilaian portofolio merupakan
hal yang tak terpisahkan dari proses pembelajaran. Manfaat utama penilaian ini
sebagai diagnostik yang sangat berarti bagi guru untuk melihat kelebihan dan
kekurangan peserta didik.
f) Teknik Penilaian Portofolio
Teknik penilaian portofolio di
dalam kelas memerlukan langkah-langkah sebagai berikut:
i. Jelaskan
kepada peserta didik bahwa penggunaan portofolio, tidak hanya merupakan
kumpulan hasil kerja peserta didik yang digunakan guru untuk penilaian, tetapi
digunakan juga oleh peserta didik sendiri. Dengan melihat portofolio peserta
didik dapat mengetahui kemampuan, keterampilan, dan minatnya.
ii. Tentukan
bersama peserta didik sampel-sampel portofolio apa saja yang akan dibuat.
Portofolio antara peserta didik yang satu dan yang lain bisa sama bisa
berbeda.
iii. Kumpulkan
dan simpanlah karya-karya peserta didik dalam satu map atau folder di rumah
masing atau loker masing-masing di sekolah.
iv. Berilah
tanggal pembuatan pada setiap bahan informasi perkembangan peserta didik
sehingga dapat terlihat perbedaan kualitas dari waktu ke waktu.
v. Tentukan
kriteria penilaian sampel portofolio dan bobotnya dengan para peserta didik.
Diskusikan cara penilaian kualitas karya para peserta didik.
vi. Minta
peserta didik menilai karyanya secara berkesinambungan. Guru dapat membimbing
peserta didik, bagaimana cara menilai dengan memberi keterangan tentang
kelebihan dan kekurangan karya tersebut, serta bagaimana cara memperbaikinya.
Hal ini dapat dilakukan pada saat membahas portofolio.
vii. Setelah
suatu karya dinilai dan nilainya belum memuaskan, maka peserta didik diberi
kesempatan untuk memperbaiki. Namun, antara peserta didik dan guru perlu dibuat
“kontrak” atau perjanjian mengenai jangka waktu perbaikan, misalnya 2 minggu
karya yang telah diperbaiki harus diserahkan kepada guru.
viii.Bila perlu, jadwalkan pertemuan
untuk membahas portofolio. Jika perlu, undang orang tua peserta didik dan
diberi penjelasan tentang maksud serta tujuan portofolio,
sehingga orang tua dapat membantu dan memotivasi anaknya.
Contoh Penilaian Portofolio
|
|
Sekolah
|
:
________________________________________________________
|
Matapelajaran
|
:
________________________________________________________
|
Durasi Waktu
|
:
________________________________________________________
|
Nama Peserta didik :
________________________________________________________
Kelas/SMT :
________________________________________________________
No
|
KI / KD / PI
|
Waktu
|
KRITERIA
|
Ket
|
|||
1
|
Pengenalan
|
16/07/07
|
|||||
24/07/07
|
|||||||
17/08/07
|
|||||||
Dst....
|
|||||||
2
|
Penulisan
|
12/09/07
|
|||||
22/09/07
|
|||||||
15/10/07
|
|||||||
3
|
Ingatan Terhadap Kosakata
|
15/11/07
|
|||||
12/12/07
|
Catatan:
PI = Pencapaian Indikator
Untuk setiap karya peserta
didik dikumpulkan dalam satu file sebagai bukti pekerjaan yang masuk dalam
portofolio. Skor yang digunakan dalam penilaian portofolio menggunakan rentang
antara 0 -10 atau 10 – 100. Kolom keterangan diisi oleh guru untuk menggambarkan
karakteristik yang menonjol dari hasil kerja tersebut.
g) Penilaian Diri
i. Pengertian
Penilaian diri adalah suatu
teknik penilaian di mana peserta didik diminta untuk menilai dirinya sendiri
berkaitan dengan status, proses dan tingkat pencapaian kompetensi yang
dipelajarinya. Teknik penilaian diri dapat digunakan untuk mengukur kompetensi
kognitif, afektif dan psikomotor. Penilaian konpetensi kognitif di kelas, misalnya: peserta didik diminta untuk menilai
penguasaan pengetahuan dan keterampilan berpikirnya sebagai hasil belajar dari
suatu matapelajaran tertentu. Penilaian dirinya didasarkan atas kriteria atau
acuan yang telah disiapkan. Penilaian kompetensi afektif, misalnya, peserta
didik dapat diminta untuk membuat tulisan yang memuat curahan perasaannya
terhadap suatu objek tertentu. Selanjutnya, peserta didik diminta untuk
melakukan penilaian berdasarkan kriteria atau acuan yang telah disiapkan.
Berkaitan dengan penilaian kompetensi psikomotorik, peserta didik dapat diminta untuk menilai
kecakapan atau keterampilan yang telah dikuasainya berdasarkan kriteria atau
acuan yang telah disiapkan. Untuk menentukan pencapaian kompetensi tertentu,
peniaian diri perlu digabung dengan teknik lain.
Penggunaan teknik ini dapat
memberi dampak positif terhadap perkembangan kepribadian seseorang. Keuntungan
penggunaan penilaian diri di kelas antara lain:
(a) dapat
menumbuhkan rasa percaya diri peserta didik, karena mereka diberi kepercayaan
untuk menilai dirinya sendiri;
(b) peserta
didik menyadari kekuatan dan kelemahan dirinya, karena ketika mereka melakukan
penilaian, harus melakukan introspeksi terhadap kekuatan dan kelemahan yang
dimilikinya;
(c) dapat
mendorong, membiasakan, dan melatih peserta didik untuk berbuat jujur, karena
mereka dituntut untuk jujur dan objektif dalam melakukan penilaian.
ii. Teknik
Penilaian Diri
Penilaian diri dilakukan
berdasarkan kriteria yang jelas dan objektif. Oleh karena itu, penilaian diri
oleh peserta didik di kelas perlu dilakukan melalui langkah-langkah sebagai
berikut.
(a) Menentukan
kompetensi atau aspek kemampuan yang akan dinilai.
(b) Menentukan
kriteria penilaian yang akan digunakan.
(c) Merumuskan
format penilaian, dapat berupa pedoman penskoran, daftar tanda cek, atau skala
penilaian.
(d) Meminta
peserta didik untuk melakukan penilaian diri.
(e) Guru
mengkaji sampel hasil penilaian secara acak, untuk mendorong peserta didik
supaya senantiasa melakukan penilaian diri secara cermat dan objektif.
(f) Menyampaikan
umpan balik kepada peserta didik berdasarkan hasil kajian terhadap sampel hasil
penilaian yang diambil secara acak.
Contoh Format Penilaian Konsep Diri
Peserta Didik
Nama sekolah :
_____________________________________________________________
Mata Ajar :
_____________________________________________________________
Nama :
_____________________________________________________________
Kelas :
_____________________________________________________________
No
|
Pernyataan
|
Alternatif
|
|
Ya
|
Tidak
|
||
1.
|
Saya
berusaha meningkatkan keimanan dan ketaqwaan kepada Tuhan YME agar mendapat
ridho-Nya dalam belajar
|
||
2.
|
Saya berusaha belajar
dengan sungguhsungguh
|
||
3.
|
Saya optimis bisa meraih
prestasi
|
||
4.
|
Saya bekerja keras untuk
meraih cita-cita
|
||
5.
|
Saya berperan aktif dalam kegiatan sosial di sekolah dan
masyarakat
|
||
6.
|
Saya suka membahas masalah politik, hukum dan pemerintahan
|
||
7.
|
Saya berusaha mematuhi segala peraturan yang berlaku
|
||
8.
|
Saya berusaha membela kebenaran dan
|
||
keadilan
|
|||
9.
|
Saya rela berkorban demi kepentingan masyarakat, bangsa dan
Negara
|
||
10.
|
Saya berusaha menjadi warga negara yang baik dan
bertanggung jawab
|
||
JUMLAH SKOR
|
Inventori digunakan untuk
menilai konsep diri peserta didik dengan tujuan untuk mengetahui kekuatan dan
kelemahan diri peserta didik.Rentangan nilai yang digunakan antara 1 dan 2.
Jika jawaban YA maka diberi skor 2, dan jika jawaban TIDAK maka diberi skor 1. Kriteria penilaianya adalah jika rentang
nilai antara 0–5 dikategorikan tidak positif; 6–10, kurang positif; 11– 5
positif dan 16–20 sangat positif.
D. Pihak Yang Terlibat
1.
Penilaian Berdasarkan Standar
Sebuah standar, serendah apapun diperlukan karena ia
berperan sebagai patokan dan sekaligus pemicu untuk memperbaiki aktivitas
hidup. Dalam konteks pendidikan, standar diperlukan sebagai acuan minimal
(dalam hal kompetensi) yang harus dipenuhi oleh seorang lulusan dari suatu
lembaga pendidikan sehingga setiap calon lulusan dinilai apakah yang
bersangkutan telah memenuhi standar minimal yang telah ditetapkan. Dengan
diterapkannya standar dalam bentuk SKL, KI, dan KD sebagai acuan dalam proses
pendidikan, diharapkan semua komponen yang terlibat dalam pengelolaan
pendidikan di semua tingkatan, termasuk anak didik itu sendiri akan mengarahkan
upayanya pada pencapaian standar dimaksud. Diharapkan dengan pendekatan ini
guru memiliki orientasi yang jelas tentang apa yang harus dikuasai anak di
setiap tingkatan dan jenjang, serta pada saat yang sama memiliki kebebasan yang
luas untuk mendesain dan melakukan proses pembelajaran yang ia pandang paling
efektif dan efisien untuk mencapai standar tersebut. Dengan demikian, guru
didorong untuk menerapkan prinsip-prinsip pembelajaran tuntas (master learning)
serta tidak berorientasi pada pencapaian target
kurikulum semata.
2.
Penilaian Kelas Otentik
Seperti dijelaskan di atas, implikasi diterapkannya SKL
adalah proses penilaian yang dilakukan oleh guru, baik yang bersifat formatif
maupun sumatif harus menggunakan acuan kriteria. Untuk itu, guru harus
mengembangkan penilaian otentik berkelanjutan yang menjamin pencapaian dan
penguasaan kompetensi.
Penilaian otentik adalah proses pengumpulan informasi oleh
guru tentang perkembangan dan pencapaian pembelajaran yang dilakukan anak didik
melalui berbagai teknik yang mampu mengungkapkan, membuktikan, atau menunjukkan
secara tepat bahwa tujuan pembelajaran dan kemampuan (kompetensi) telah
benar-benar dikuasai dan dicapai.
Berikut adalah prinsip-prinsip penilaian otentik.
a. Proses
penilaian harus merupakan bagian yang tak terpisahkan dari proses pembelajaran,
bukan bagian terpisah dari proses pembelajaran. Penilaian harus mencerminkan
masalah dunia nyata, bukan masalah dunia sekolah
b. Penilaian
harus menggunakan berbagai ukuran, metoda dan kriteria yang sesuai dengan
karakteristik dan esensi pengalaman belajar,
c. Penilaian
harus bersifat holistik yang mencakup semua aspek dari tujuan pembelajaran
(sikap, keterampilan, dan pengetahuan).
Karakteristik penilaian kelas:
a. Pusat
belajar. Penilaian kelas berfokus perhatian guru dan peserta didik pada
pengamatan dan perbaikan belajar, daripada pengamatan dan perbaikan mengajar.
Penilaian kelas memberi informasi dan petunjuk bagi guru dan peserta didik
dalam membuat pertimbangan untuk memperbaiki hasil belajar.
b. Partisipasi-aktif
peserta didik. Karena difokuskan pada belajar, maka penilaian kelas memerlukan
partisipasi aktif peserta didik. Kerjasama dalam penilaian, peserta didik
memperkuat penilaian materi matapelajaran dan skill dirinya. Guru memotivasi
peserta didik agar meningkat dengan tiga pertanyaan bagi guru: (1) apakah
kemampuan dasar dan pengetahuan saya sudah tepat untuk mengajar?; (2) bagaimana
saya dapat menemukan bahwa peserta didik sedang belajar?; (3) bagaimana saya
dapat membantu peserta didik belajar lebih baik? Karena guru bekerja lebih
dekat dengan peserta didik untuk menjawab pertanyaan ini,maka guru dapat memperbaiki skill mengajarnya.
c. Formatif.
Tujuan penilaian kelas adalah untuk memperbaiki mutu hasil belajar peserta
didik.
d. Kontekstual
spesifik. Pelaksanaan penilaian kelas adalah jawaban terhadap kebutuhan khusus
bagi guru dan peserta didik. Kebutuhan khusus berada dalam kontekstual guru dan
peserta didik yangharus bekerja dengan baik dalam kelas.
e. Umpan
balik. Penilaian kelas adalah suatu alur proses umpan balik di kelas. Dengan
sejumlah TPK, guru dan peserta didik dengan cepat dan mudah menggunakan umpan
balik dan melakukan saran perbaikan belajar berdasarkan hasil-hasil penilaian.
Untuk mengecek pemanfaatan saran tersebut, pimpinan sekolah menggunakan hasil
penilaian kelas,dan melanjutkan pengecekan alur umpan balik. Karena pendekatan
umpan balik ini dalam kegiatan di kelas setiap hari, maka komunikasi alur
hubungan antara pimpinan sekolah, guru dan peserta didik dalam KBM akan menjadi
lebih efisien dan lebih efektif.
f. Berakar
dalam praktek mengajar yang baik. Penilaian kelas adalah suatu usaha untuk
membangun praktek mengajar yang lebih baik dengan melakukan umpan balik pada
pembelajaran peserta didik lebih sistimatik, lebih fleksibel, dan lebih
efektif. Guru siap menanyakan dan mereaksi pertanyaan peserta didik, memonitor
bahasa badan dan ekspresi wajah peserta didik, mengerjakan pekerjaan rumah dan
tes peserta didik,dan seterusnya. Penilaian kelas memberi suatu cara untuk
melakukan penilaian secara menyeluruh dan sistimatik dalam proses pembelajaran
di kelas.
VIII. KONSEP DAN STRATEGI LAYANAN BIMBINGAN
DAN KONSELING
A. Konsep
Layanan Bimbingan dan Konseling
Guru Bimbingan dan Konseling atau
Konselor adalah guru yag mempunyai tugas, tanggung jawab, wewenang, dan hak
secara penuh dalam kegiatan pelayanan bimbingan dan konseling terhadap sejumlah
siswa.
Layanan bimbingan dan konseling
adalah kegiatan Guru Bimbingan dan Konseling atau Konselor dalam menyusun
rencana pelayanan bimbingan dan konseling, melaksanakan pelayanan bimbingan dan
konseling, mengevaluasi proses dan hasil pelayanan bimbingan dan konseling
serta melakukan perbaikan tindak lanjut memanfaatkan hasil evaluasi.
B. Komponen
Layanan Bimbingan dan Konseling
Pedoman bimbingan dan konseling
mencakup komponen-komponen berikut ini.
1. Jenis Layanan meliputi :
a. Layanan
Orientasi yaitu layanan bimbingan dan konseling yang membantu peserta didik memahami
lingkungan baru, seperti lingkungan
satuan pendidikan bagi siswa baru, dan obyek-obyek yang perlu dipelajari, untuk
menyesuaikan diri serta mempermudah dan memperlancar peran di lingkungan baru
yang efektif dan berkarakter.
b. Layanan
Informasi yaitu layanan bimbingan dan konseling yang membantu peserta didik
menerima dan memahami berbagai informasi
diri, sosial, belajar, karir/ jabatan, dan pendidikan lanjutan secara terarah,
objektif dan bijak.
c. Layanan
Penempatan dan Penyaluran yaitu layanan bimbingan dan konseling yang membantu
peserta didik memperoleh penempatan dan penyaluran yang tepat di dalam
kelas, kelompok belajar,
peminatan/lintas minat/pendalaman minat,
program latihan, magang, dan kegiatan ekstrakurikuler secara terarah,
objektif dan bijak.
d. Layanan
Penguasaan Konten yaitu
layanan bimbingan dan konseling
yang membantu peserta didik
menguasai konten tertentu, terutama kompetensi dan atau kebiasaan dalam
melakukan, berbuat atau mengerjakan sesuatu yang berguna dalam kehidupan di
sekolah/madrasah, keluarga, dan masyarakat sesuai dengan tuntutan kemajuan dan
berkarakter-cerdas yang terpuji, sesuai dengan potensi dan peminatan dirinya.
e. Layanan
Konseling Perseorangan yaitu layanan bimbingan dan konseling yang membantu
peserta didik dalam mengentaskan masalah pribadinya melalui prosedur
perseorangan.
f. Layanan
Bimbingan Kelompok yaitu layanan bimbingan dan konseling yang membantu
peserta didik dalam pengembangan pribadi, kemampuan hubungan sosial, kegiatan
belajar, karir/jabatan, dan pengambilan keputusan, serta melakukan kegiatan
tertentu sesuai dengan tuntutan karakter yang terpuji melalui dinamika
kelompok.
g. Layanan
Konseling Kelompok yaitu layanan
bimbingan dan konseling yang membantu peserta didik dalam pembahasan dan
pengentasan masalah yang dialami sesuai dengan tuntutan karakter-cerdas yang
terpuji melalui dinamika kelompok.
h. Layanan
Konsultasi yaitu layanan bimbingan dan konseling yang membantu peserta didik
dan atau pihak lain dalam memperoleh
wawasan, pemahaman, dan cara-cara dan atau perlakuan yang perlu dilaksanakan
kepada pihak ketiga sesuai dengan
tuntutan karakter-cerdas yang terpuji.
i. Layanan
Mediasi yaitu layanan bimbingan dan konseling yang membantu peserta didik dalam
menyelesaikan permasalahan dan memperbaiki hubungan dengan pihak lain sesuai dengan tuntutan
karakter-cerdas yang terpuji.
j. Layanan
Advokasi yaitu layanan bimbingan dan konseling yang membantu peserta didik
untuk memperoleh kembali hak-hak dirinya yang tidak diperhatikan dan/atau
mendapat perlakuan yang salah sesuai dengan tuntutan karakter-cerdas yang
terpuji.
2. Kegiatan
Pendukung Layanan meliputi:
a. Aplikasi
Instrumentasi yaitu kegiatan mengumpulkan data tentang diri siswa dan
lingkungannya, melalui aplikasi berbagai instrumen, baik tes maupun non-tes.
b. Himpunan Data
yaitu kegiatan menghimpun
data yang relevan dengan pengembangan peserta didik, yang
diselenggarakan secara berkelanjutan, sistematis, komprehensif, terpadu, dan
bersifat rahasia.
c. Konferensi
Kasus yaitu kegiatan membahas permasalahan peserta didik dalam pertemuan khusus yang dihadiri oleh
pihak-pihak yang dapat memberikan data, kemudahan dan komitmen bagi
terentaskannya masalah peserta didik melalui pertemuan, yang
bersifat terbatas dan tertutup.
d. Kunjungan
Rumah yaitu kegiatan memperoleh data, kemudahan dan komitmen bagi
terentaskannya masalah peserta didik melalui pertemuan dengan orang tua dan
atau anggota keluarganya.
e. Tampilan
Kepustakaan yaitu kegiatan menyediakan berbagai bahan pustaka yang dapat
digunakan peserta didik dalam pengembangan pribadi, kemampuan sosial, kegiatan
belajar, dan karir/ jabatan.
f. Alih
Tangan Kasus yaitu kegiatan untuk memin-dahkan penanganan masalah peserta didik
ke pihak lain sesuai keahlian dan kewenangan ahli yang dimaksud.
3. Format
Layanan meliputi:
a. Individual
yaitu format kegiatan bimbingan dan konseling yang melayani peserta didik
secara perorangan.
b. Kelompok
yaitu format kegiatan bimbingan dan konseling yang melayani sejumlah peserta
didik melalui suasana dinamika kelompok.
c. Klasikal yaitu
format kegiatan bimbingan dan konseling yang
melayani sejumlah peserta didik
dalam satu kelas rombongan belajar.
d. Lapangan yaitu
format kegiatan bimbingan dan konseling yang
melayani seorang atau
sejumlah peserta didik melalui kegiatan
di luar kelas
atau lapangan.
e. Pendekatan
Khusus/Kolaboratif yaitu format kegiatan bimbingan dan konseling yang melayani
kepentingan peserta didik melalui pendekatan
kepada pihak-pihak yang dapat
memberikan kemudahan.
f. Jarak
Jauh yaitu format kegiatan bimbingan dan konseling yang melayani kepentingan
siswa melalui media dan/ atau saluran jarak jauh, seperti
surat dan sarana elektronik.
C. Strategi Layanan Bimbingan dan Konseling
1. Program Layanan
Dari segi unit waktu sepanjang tahun ajaran pada satuan
pendidikan, ada lima jenis program layanan yang disusun dan diselenggarakan
dalam pelayanan bimbingan dan konseling, yaitu sebagai berikut :
a. Program Tahunan yaitu
program pelayanan bimbingan dan konseling meliputi seluruh
kegiatan selama satu tahun ajaran untuk masing-masing kelas rombongan belajar
pada satuan pendidikan.
b. Program
Semesteran yaitu program pelayanan bimbingan dan konseling meliputi
seluruh kegiatan selama satu semester
yang merupakan jabaran program tahunan.
c. Program
Bulanan yaitu program pelayanan bimbingan dan konseling meliputi seluruh
kegiatan selama satu bulan yang merupakan jabaran program semesteran.
d. Program Mingguan
yaitu program pelayanan
bimbingan dan konseling meliputi seluruh kegiatan selama satu minggu
yang merupakan jabaran program bulanan.
e. Program
Harian yaitu program pelayanan bimbingan dan konseling yang dilaksanakan pada
hari-hari tertentu dalam satu minggu.
Program harian merupakan jabaran dari
program mingguan dalam bentuk Satuan Layanan atau Rencana Program Layanan
dan/atau Satuan Kegiatan Pendukung atau Rencana Kegiatan Pendukung pelayanan
bimbingan dan konseling.
2. Penyelenggaraan
Layanan
Sebagai pelaksana pelayanan bimbingan dan konseling, Guru
Bimbingan dan Konseling atau Konselor bertugas dan berkewajiban
menyelenggarakan layanan yang mengarah pada (1) pelayanan dasar, (2)
pelayanan pengembangan, (3) pelayanan
peminatan studi, (4) pelayanan teraputik, dan (5) pelayanan diperluas.
a. Pelayanan
Dasar, yaitu pelayanan mengarah kepada terpenuhinya kebutuhan siswa yang paling
elementer, yaitu kebutuhan makan dan minum, udara segar, dan kesehatan, serta
kebutuhan hubungan sosio-emosional. Orang tua, guru dan orang-orang yang dekat
(significant persons) memiliki peranan paling dominan dalam pemenuhan kebutuhan
dasar siswa. Dalam hal ini, Guru Bimbingan dan Konseling atau Konselor pada
umumnya berperan secara tidak langsung dan mendorong para significant persons
berperan optimal dalam memenuhi kebutuhan paling elementer siswa.
b. Pelayanan
Pengembangan, yaitu pelayanan untuk mengembangkan potensi peserta didik sesuai
dengan tahaptahap dan tugas-tugas perkem-bangannya. Dengan pelayanan
pengembangan yang cukup baik siswa akan dapat menjalani kehidupan dan
perkembangan dirinya dengan wajar, tanpa beban yang memberatkan, memperoleh
penyaluran bagi pengembangan potensi yang dimiliki secara optimal, serta menatap masa depan dengan
cerah. Upaya pendidikan pada umumnya merupakan
pelaksanaan pelayanan pengembangan bagi peserta didik. Pada satuan-satuan
pendidikan, para pendidik dan tenaga kependidikan memiliki peran dominan dalam
penyelenggaraan pengembangan terhadap
siswa. Dalam hal ini, pelayanan bimbingan dan konseling yang dilaksanakan oleh
Guru Bimbingan dan Konseling atau Konselor selalu diarahkan dan mengacu kepada
tahap dan tugas perkembangan siswa.
c. Pelayanan
Arah Peminatan/Lintas Minat/Pendalaman Minat Studi Siswa, yaitu pelayanan yang
secara khusus tertuju kepada peminatan/lintas minat/pendalaman minat peserta
didik sesuai dengan konstruk dan isi kurikulum yang ada. Arah peminatan/lintas
minat/pendalaman minat ini terkait dengan bidang bimbingan pribadi, sosial,
belajar, dan karir dengan menggunakan segenap perangkat (jenis layanan dan
kegiatan pendukung) yang ada dalam pelayanan Bimbingan dan Konseling. Pelayanan
peminatan/lintas minat/pendalaman minat peserta didik ini terkait pula dengan
aspek-aspek pelayanan pengembangan tersebut di atas.
d. Pelayanan
Teraputik, yaitu pelayanan untuk menangani pemasalahan yang diakibatkan oleh gangguan terhadap pelayanan
dasar dan pelayanan pengembangan, serta pelayanan pemi natan. Permasalahan
tersebut dapat terkait dengan kehidupan pribadi, kehidupan sosial, kehidupan
keluarga, kegiatan belajar, karir. Dalam upaya menangani permasalahan peserta
didik, Guru Bimbingan dan Konseling atau Konselor memiliki peran dominan. Peran
pelayanan teraputik oleh Guru Bimbingan dan Konseling atau Konselor dapat
menjangkau aspek-aspek pelayanan dasar, pelayanan pengembangan, dan pelayanan
peminatan.
e. Pelayanan
Diperluas, yaitu pelayanan dengan sasaran di luar diri siswa pada satuan
pendidikan, seperti personil satuan pendidikan, orang tua, dan warga masyarakat
lainnya yang semuanya itu terkait dengan kehidupan satuan pendidikan dengan
arah pokok terselenggaranya dan suskesnya tugas utama satuan pendidikan, proses
pembelajaran, optimalisasi pengembangan potensi peserta didik. Pelayanan
diperluas ini dapat terkait secara langsung ataupun tidak langsung dengan
kegiatan pelayanan dasar, pengembangan peminatan, dan pelayanan teraputik
tersebut di atas.
3. Waktu
dan Posisi Pelaksanaan Layanan
a. Semua
kegiatan mingguan (kegitan layanan dan/ atau pendukung bimbingan dan konseling)
diselenggarakan di dalam kelas (sewaktu jam pembelajaran berlangsung) dan/atau
di luar kelas (di luar jam pembelajaran) 1) Di dalam jam pembelajaran:
a) Kegiatan
tatap muka dilaksanakan secara klasikal dengan rombongan belajar siswa dalam
tiap kelas untuk menyelenggarakan layanan informasi, penempatan dan penyaluran,
penguasaan konten, kegiatan instrumentasi, serta layanan/kegiatan lain yang
dapat dilakukan di dalam kelas.
b) Volume
kegiatan tatap muka klasikal adalah 2 (dua) jam per kelas (rombongan belajar
per minggu dan dilaksanakan secara terjadwal.
c) Kegiatan
tatap muka nonklasikal diselenggarakan dalam bentuk layanan konsultasi,
kegiatan konferensi kasus, himpunan data, kunjungan rumah, tampilan
kepustakaan, dan alih tangan kasus.
2) Di luar jam pembelajaran:
a) Kegiatan
tatap muka nonklasikal dengan siswa dilaksanakan untuk layanan orientasi,
konseling perorangan, bimbingan
kelompok, konseling kelompok, mediasi, dan advokasi serta
kegiatan lainnya yang dapat dilaksana-kan di luar kelas.
b) Satu
kali kegiatan layanan/pendukung bimbingan dan konseling di luar kelas/di luar
jam pembelajaran ekuivalen dengan
2 (dua) jam
pembelajaran tatap muka dalam kelas.
c) Kegiatan
pelayanan bimbingan dan konseling di luar jam pembe-lajaran satuan pendidikan
maksimum 50% dari seluruh kegiatan pelayanan bimbingan dan konseling, diketahui
dan dilaporkan kepada pimpinan satuan pendidikan.
b. Program
pelayanan bimbingan dan konseling pada masingmasing satuan pendidikan dikelola
oleh Guru Bimbingan dan Konseling atau Konselor dengan memperhatikan keseimbangan
dan kesi-nambungan program antarkelas dan antarjenjang kelas, dan
mensinkronisasikan program pelayanan bimbingan dan konseling dengan kegiatan
pembelajaran mata pelajaran dan kegiatan ekstra kurikuler dengan mengefektifkan
dan mengefisienkan penggunaan fasilitas satuan pendidikan.
D. Pihak Yang Terlibat
Pelaksana utama pelayanan
bimbingan dan konseling adalah Guru Bimbingan dan Konseling atau Konselor.
Penyelenggara pelayanan bimbingan dan konseling di SD/MI/SDLB adalah Guru
Kelas. Penyelenggara pelayanan bimbingan dan konseling di SMP/MTs, SMA/MA,
SMK/MAK adalah Guru Bimbingan dan Konseling.
1.
Pelaksana Pelayanan bimbingan dan konseling pada
SD/MI/SDLB
a. Guru
Kelas sebagai pelaksana pelayanan bimbingan dan konseling di SD/ MI/SDLB
melaksanakan layanan orientasi, informasi, penempatan dan penyaluran, dan
penguasaan konten dengan cara menginfusikan materi layanan bimbingan dan
konseling tersebut ke dalam pembelajaran mata pelajaran. Untuk siswa Kelas IV,
V, dan VI dapat diselenggarakan layanan bimbingan dan konseling perorangan,
bimbingan kelompok, dan konseling kelompok.
b. Pada
satu SD/MI/SDLB atau sejumlah SD/MI/SDLB dapat diangkat seorang Guru Bimbingan
dan Konseling atau Konselor untuk menyelenggarakan pelayanan bimbingan dan
konseling.
2. Pelaksana
Pelayanan Bimbingan dan Konseling pada SMP/MTs/ SMPLB, SMA/MA/SMALB, dan
SMK/MAK.
a. Pada
satu SMP/MTs/SMPLB, SMA/MA/SMALB/ SMK/MAK diangkat sejumlah Guru Bimbingan dan
Konseling atau Konselor dengan rasio 1 : 150 (satu Guru bimbingan dan konseling
atau Konselor melayani 150 orang siswa) pada setiap tahun ajaran.
b. Jika
diperlukan Guru Bimbingan dan Konseling atau Konselor yang bertugas di SMP/MTs
dan/atau SMA/MA/SMK tersebut dapat diminta bantuan untuk menangani permasalahan
peserta didik SD/MI dalam rangka pelayanan alih tangan kasus.
Sebagai pelaksana utama kegiatan pelayanan bimbingan dan
konseling di satuan pendidikan SMP/MTs/ SMPLB, SMA/MA/ SMALB, dan SMK/MAK, Guru
Bimbingan dan Konseling atau Konselor wajib menguasai spektrum pelayanan pada
umumnya, khususnya pelayanan profesional
bimbingan dan konseling, meliputi:
a. Pengertian,
tujuan, prinsip, asas-asas, paradigma, visi dan misi pelayana bimbingan dan
konseling profesional
b. Bidang
dan materi pelayanan bimbingan dan konseling, termasuk di dalamnya materi
pendidikan karakter dan arah peminatan siswa
c. Jenis
layanan, kegiatan pendukung dan format pelayanan bimbingan dan konseling
d.
Pendekatan, metode, teknik dan media pelayanan
bimbingan
dan konseling, termasuk di
dalamnya pengubahan tingkah laku, penanaman nilai-nilai karakter dan peminatan
peserta didik.
e. Penilaian
hasil dan proses layanan bimbingan dan konseling
f. Penyusunan
program pelayanan bimbingan dan konseling
g. Pengelolaan
pelaksanaan program pelayanan bimbingan dan konseling
h. Penyusunan
laporan pelayanan bimbingan dan konseling
i. Kode
etik profesional bimbingan dan konseling
j. Peran
organisasi profesi bimbingan dan konseling
Guru Bimbingan dan Konseling atau Konselor merumuskan dan
menjelaskan kepada pihak-pihak terkait, terutama peserta didik, pimpinan satuan
pendidikan, Guru Mata Pelajaran, dan orang tua, sebagai berikut:
a. Sejak
awal bertugas di satuan pendidikan, Guru Bimbingan dan Konseling atau Konselor
merumuskan secara konkrit dan jelas tugas dan kewajiban profesionalnya dalam
pelayanan bimbingan dan konseling, meliputi:
1) Struktur
pelayanan bimbingan dan konseling
2) Program
pelayanan bimbingan dan konseling
3) Pengelolaan
program pelayanan bimbingan dan konseling
4) Evaluasi
hasil dan proses pelayanan bimbingan dan konseling
5) Tugas
dan kewajiban pokok Guru Bimbingan dan Konseling atau Konselor.
b. Hal-hal
sebagaimana tersebut pada butir a di atas dijelaskan kepada siswa, pimpinan,
dan sejawat pendidik (Guru Mata pelajaran dan Wali Kelas) pada satuan
pendidikan, dan orang tua secara profesional dan proporsional.
c. Kerjasama
1) Dalam
melaksanakan tugas pelayanan bimbingan dan konseling Guru Bimbingan dan
Konseling atau Konselor bekerjasama dengan berbagai pihak di dalam dan di luar
satuan pendidikan untuk suksesnya pelayanan yang dimaksud.
2) Kerjasama
tersebut di atas dalam rangka manajemen bimbingan dan konseling yang menjadi
bagian integral dari manajemen satuan pendidikan secara menyeluruh.
IX.
MEKANISME PENGEMBANGAN PEMBELAJARAN
Mengingat pedoman umum pembelajaran
memuat unsur-unsur yang juga bersifat umum, diperlukan adanya panduan teknis
lebih lanjut yang dapat dikembangkan oleh direktorat teknis persekolah dan/atau
pemangku kepentingan lainnya yang terkait.
Pengembangan pembelajaran lebih
lanjut ke dalam panduan teknis perlu melibatkan pihak para kepala sekolah,
guru, dan pengawas agar panduan tersebut dapat dipahami dan diterapkan oleh
para kepala sekolah, guru, dan pengawas secara terkoordinasi.
X.
PENUTUP
Dengan adanya Pedoman Umum
Pembelajaran ini diharapkan agar Kurikulum 2013 bisa diimplementasikan secara
optimal oleh seluruh pemangku kepentingan, utamanya para guru mata pelajaran
atau guru kelas, kepala sekolah, wakil kepala sekolah, wali kelas, guru
bimbingan dan konseling, konselor sekolah, pengawas, pustakawan sekolah, dan
pembina kegiatan ekstrakurikuler.
Para pemangku kepentingan tersebut
memiliki peran yang sangat strategis dalam upaya meningkatkan mutu pendidikan,
baik secara lokal dan regional maupun secara nasional.
MENTERI
PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
REPUBLIK
INDONESIA,
MOHAMMAD
NUH
LAMPIRAN V
PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN DAN
KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 81A
TAHUN 2013
TENTANG
IMPLEMENTASI KURIKULUM
PEDOMAN
EVALUASI KURIKULUM
I. PENDAHULUAN
Pengembangan kurikulum merupakan
kegiatan sistematis dan terencana yang terdiri atas kegiatan pengembangan ide
kurikulum, dokumen kurikulum, implementasi kurikulum, dan evaluasi kurikulum. Keempat dimensi pengembangan kurikulum
ini saling terkait dan merupakan satu kesatuan keseluruhan proses
pengembangan.
Sebagai bagian dari pengembangan
kurikulum, evaluasi kurikulum merupakan kegiatan yang dilakukan sejak awal
pengembangan ide kurikulum, pengembangan dokumen, implementasi, dan sampai
kepada saat di mana hasil kurikulum sudah memiliki dampak di masyarakat.
Evaluasi dalam proses pengembangan ide dan dokumen kurikulum dilakukan untuk
mendapatkan masukan mengenai kesesuaian ide dan desain kurikulum untuk
mengembangkan kualitas yang dirumuskan dalam Standar Kompetensi lulusan (SKL).
Evaluasi terhadap implementasi dilakukan untuk memberikan masukan terhadap
proses pelaksanaan kurikulum agar sesuai dengan apa yang telah dirancang dalam
dokumen. Evaluasi terhadap hasil memberikan keputusan mengenai dampak kurikulum
terhadap individu warga negara, masyarakat, dan bangsa. Secara singkat,
evaluasi kurikulum dilakukan untuk menegakkan akuntabilitas kurikulum terhadap
masyarakat dan bangsa.
Evaluasi terhadap ide dan dokumen
kurikulum dilakukan terhadap upaya
mencari informasi dan memberikan pertimbangan berkenaan dengan keajekan
konsistensi ide kurikulum untuk mengembangkan kualitas yang diharapkan, dan
keajekan desain kurikulum dengan model dan prinsip pengembangan kurikulum.
Evaluasi terhadap ide kurikulum menentukan apakah filosofi, teori, dan model
yang akan dikembangkan telah mampu memenuhi fungsi kurikulum dalam
mempersiapkan generasi muda bangsa untuk menjalani kehidupan sebagai seorang
individu dan warga negara di masa yang akan datang sebagaimana ditetapkan dalam
SKL.
Evaluasi kurikulum dilaksanakan dengan mengacu pada Pasal 57
ayat (2) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional
yang menyatakan bahwa evaluasi dilakukan terhadap peserta didik, lembaga, dan
program pendidikan. Kurikulum merupakan salah satu program pendidikan yang
menjadi rujukan inti pelaksanaan sistem pendidikan nasional. Sebagaimana
tercantum dalam Pasal 77Q ayat (1)
Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 2013 tentang Perubahan
Atas
Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun
2005 tentang Standar Nasional Pendidikan, dinyatakan bahwa evaluasi kurikulum
merupakan upaya mengumpulkan dan mengolah informasi dalam rangka meningkatkan
efektivitas pelaksanaan kurikulum pada tingkat nasional, daerah, dan satuan
pendidikan.
II.
TUJUAN PEDOMAN
Pedoman ini disusun dengan tujuan
untuk:
3. menjadi
acuan operasional bagi berbagai pemangku kepentingan; dan
4. menjadi
acuan operasional di tingkat satuan pendidikan.
III.
PENGGUNA PEDOMAN
Pengguna pedoman ini mencakup:
1. Kementerian
Pendidikan dan Kebudayaan;
2. Kementerian
Agama;
3. pemerintah
daerah;
4. penyelenggara
pendidikan oleh masyarakat;
5. satuan
pendidikan; dan
6. pihak
lain yang berkepentingan.
IV.
DEFINISI OPERASIONAL
Evaluasi kurikulum adalah
serangkaian tindakan sistematis dalam mengumpulkan informasi, pemberian
pertimbangan dan keputusan mengenai nilai dan makna kurikulum.
Pertimbangan dan keputusan mengenai
nilai berkenaan dengan keajekan ide, desain, implementasi, dan hasil kurikulum.
Pertimbangan dan keputusan mengenai
arti berkenaan dengan dampak kurikulum terhadap masyarakat. Dampak dimaknai
sebagai sesuatu yang positif.
V.
KOMPONEN EVALUASI KURIKULUM
A. Fokus Evaluasi
Evaluasi Kurikulum berfokus pada
empat dimensi kurikulum yaitu ide, dokumen, implementasi, dan hasil. Evaluasi
terhadap dua dimensi kurikulum yaitu terhadap ide dan desain telah dilakukan
selama proses pengembangan keduanya.
Fokus dari pedoman ini adalah
pada implementasi kurikulum. Implementasi diartikan sebagai kegiatan
merealisasikan ide dan rancangan kurikulum dalam proses pendidikan dan
pembelajaran. Implementasi terdiri atas dua fase yaitu implementasi awal dan
implementasi penuh. Atas dasar
pengertian implementasi tersebut maka fokus dari pedoman ini adalah evaluasi
terhadap:
1.
pengadaan dokumen kurikulum dan distribusi ke
pengguna
(fokus 1);
2.
kegiatan persiapan lapangan untuk melaksanakan
kurikulum
(fokus 2); dan
3. implementasi
kurikulum secara terbatas dan menyeluruh (fokus 3).
Fokus pada pengadaan dokumen
kurikulum meliputi ketersediaan dokumen untuk digunakan oleh sekolah dan guru
yang akan mengimplementasikan Kurikulum 2013 pada tahun 2013-2014, 20142015,
dan 2015-2016. Evaluasi terhadap ketersediaan diarahkan pada adanya dokumen
kurikulum, buku panduan guru dan buku teks pelajaran untuk peserta didik, serta
pedoman lain sebelum tahun pendidikan baru dimulai.
Evaluasi terhadap persiapan
lapangan berkenaan dengan pelatihan para pengguna kurikulum terutama guru,
kepala sekolah dan pengawas. Evaluasi persiapan lapangan berkenaan pula dengan
kesiapan administrasi sekolah untuk melaksanakan kurikulum.
Evaluasi terhadap implementasi
kurikulum ditujukan untuk mengkaji
rancangan yang dibuat oleh satuan pendidikan, rencana pelaksanaan pembelajaran
(RPP), dan kegiatan pembelajaran. Pengkajian ini dilakukan untuk mengetahui
sejauh mana proses pelaksanaan kurikulum mampu mencapai kompetensi peserta
didik yang diharapkan. Termasuk dalam evaluasi ini adalah kajian tentang
seberapa jauh pedoman implementasi kurikulum memfasilitasi pengelolaan
kurikulum secara optimal di lapangan.
Evaluasi untuk fokus 1 dan 2
bersifat reflektif yang ditujukan untuk mengkaji kesahihan isi, keberterimaan,
keterlaksanaan, dan legalitas melalui diskusi tim pengembang kurikulum dan uji
publik secara nasional. Sedangkan fokus 3 merupakan evaluasi formatif terhadap
implementasi kurikulum secara terbatas dan evaluasi sumatif yang merupakan
penilaian menyeluruh terhadap pelaksanaan kurikulum baru secara nasional setelah
implementasi kurikulum berjalan selama 5 (lima) tahun.
B. Aspek Evaluasi Implementasi
Aspek evaluasi kurikulum
mencakup:
1. Evaluasi
reflektif dilakukan dalam suatu proses diskusi intensif dalam kelompok
pengembang kurikulum (tim pengarah dan tim teknis) dan tim nara sumber secara
internal. Evaluasi reflektif tersebut dilaksanakan melalui diskusi mengenai
landasan filosofi, teoritik, dan model yang digunakan dalam pengembangan
kurikulum.
Landasan filosofi yang digunakan
adalah pemikiran yang bersifat eklektik yang berakar dari filosofi
perenialisme, esensialisme, progresivisme, rekonstruksi sosial, dan humanisme
dinyatakan sebagai landasan filosofi yang dipilih sebagai landasan dan kerangka
pengembangan kurikulum. Dengan pandangan filosofis yang bersifat eklektik
tersebut kurikulum dikembangkan dengan tetap berakar pada nilai dan moral
Pancasila untuk mewarisi keunggulan bangsa, menerapkan ilmu pengetahuan dan
teknologi untuk meningkatkan harkat dan martabat manusia dan bangsa,
mengembangkan potensi, bakat, dan minat peserta didik, dan memberikan
kontribusi pada upaya pembangunan masyarakat, bangsa dan negara dalam
menghadapi tantangan kehidupan abad ke 21.
Desain kurikulum mengalami
perubahan. Perubahan ini diyakini lebih memperkuat konsep kurikulum yang
berbasis kompetensi, dan memperkuat organisasi vertikal (antar tingkat satuan
pendidikan) dan horizontal (antarmuatan atau mata pelajaran) kurikulum.
Keterkaitan konten kurikulum secara horizontal dan vertikal dilakukan melalui
Kompetensi Inti (KI). Untuk memastikan bahwa disain kurikulum ini mampu
menjawab berbagai tantangan abad ke 21, diperlukan evaluasi konseptual dilihat
dari koherensi ide dengan kenyataan. Review dan revisi terhadap Kompetensi
Dasar (KD) yang menjadi konten/kompetensi kurikulum dilakukan segera setelah KD
selesai dikembangkan dan umpan balik untuk revisi segera diberikan.
Evaluasi terhadap kesesuaian
konten dengan tahap perkembangan psikologi anak dilakukan oleh para ahli
psikologi anak dan psikologi pendidikan terutama untuk konten kurikulum SD.
Perumusan ulang dan penyederhanaan KD-SD yang telah dikembangkan tim dilakukan
untuk memberikan kepastian mengenai kesuaian antar materi kurikulum dengan
kemampuan kognitif, sosial, dan afektif peserta didik SD.
Di SMP dan SMA/SMK yang peserta
didiknya telah memasuki tahap kemampuan berpikir formal, evaluasi terhadap
konten kurikulum dilakukan oleh para ahli dalam bidang materi pelajaran.
Evaluasi menghasilkan berbagai penyesuaian KD terhadap KI dan keterkaitan
antara satu KD dengan KD lainnya. Hasil dari evaluasi ini memberikan keyakinan
akan organisasi horizontal dan tata urutan konten kurikulum.
Evaluasi terhadap kesinambungan
konten antara satu kelas (tahun) dengan kelas lainnya dilakukan secara terbuka.
Hasil evaluasi menjadi dasar untuk perubahan beberapa KD yang dianggap terlalu
tinggi atau terlalu rendah dibandingkan dengan kelas sebelumnya. Pelaksanaan
evaluasi sangat intensif dan dilakukan secara internal dalam pertemuan antartim
pengembang.
Evaluasi keterkaitan antara KD-SD
dengan KD-SMP dan KD-SMP dengan KD-SMA dilakukan dengan menempatkan KD-SD
sebagai dasar untuk mengembangkan KD-SMP dan KD-SMP sebagai dasar untuk
mengembangkan KD-SMA. Evaluasi kesesuaian dilakukan secara terbuka dalam proses
pengembangan kurikulum.
Evaluasi oleh tim eksternal
dilakukan dengan mengundang para pakar dari 12 perguruan tinggi yang memiliki
Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan (LPTK). Temuan dari tim eksternal
langsung dikomunikasikan kepada tim teknis pengembang. Masukan dari tim eksternal merevisi berbagai
KD yang telah dirumuskan dan hasil rumusan tersebut dianggap final.
2.
Evaluasi dokumen kurikulum mencakup kegiatan penilaian
terhadap:
a.
dokumen kurikulum setiap satuan pendidikan atau program
pedidikan (kerangka dasar dan struktur kurikulum);
b. dokumen
kurikulum setiap mata pelajaran (silabus);
c. pedoman
implementasi kurikulum (pedoman penyusunan dan pengelolaan KTSP, pedoman umum
pembelajaran, pedoman pengembangan muatan lokal, dan pedoman kegiatan
ekstrakurikuler);
d. buku
teks pelajaran;
e. buku
panduan guru; dan
f. dokumen
kurikulum lainnya.
Evaluasi dilakukan untuk
mengkaji ketersediaan, keterpahaman, dan kemanfaatan dari dokumen tersebut dilihat
dari sisi/kelompok pengguna.
3.
Evaluasi implementasi kurikulum dilakukan untuk
mengkaji keterlaksanaan dan dampak dari penerapan kurikulum pada tingkat
nasional, daerah, dan satuan pendidikan. Pada tingkat nasional mencakup
penilaian implementasi kurikulum secara nasional. Pada tingkat daerah penilaian
implementasi kurikulum mencakup kajian pelaksanaan pengembangan dan pengelolaan
muatan lokal oleh pemerintah daerah. Sedangkan pada tingkat satuan pendidikan
evaluasi dilakukan pada tingkat satuan pendidikan.
Evaluasi implementasi kurikulum
pada tingkat nasional mencakup kajian kebijakan dalam penyiapan dan distribusi
dokumen, penyiapan dan peningkatan kemampuan sumber daya yang diperlukan, dan
pelaksanaan kurikulum, serta dampak kebijakan terhadap pengelolaan kurikulum
pada tingkat daerah dan tingkat satuan pendidikan.
Evaluasi implementasi kurikulum
pada tingkat daerah mencakup kajian kebijakan dalam penyiapan dan distribusi
dokumen muatan lokal, penyiapan dan peningkatan kemampuan sumber daya yang diperlukan,
dan pelaksanaan kurikulum muatan lokal serta keterlaksanaannya pada tingkat
satuan pendidikan.
Evaluasi implementasi kurikulum
pada tingkat satuan pendidikan mencakup kajian penyusunan dan pengelolaan KTSP,
penyiapan dan peningkatan kemampuan pendidik dan tenaga kependidikan yang
diperlukan, dan pelaksanaan pembelajaran secara umum serta muatan lokal, dan
pelaksanaan kegiatan ekstrakurikuler.
4.
Evaluasi hasil implementasi kurikulum merupakan
evaluasi ketercapaian standar kompetensi lulusan pada setiap peserta didik pada
satuan pendidikan.
Capaian standar kompetensi
lulusan setiap peserta didik dikaji
melalui:
a. hasil
penilaian individual yang bersifat otentik;
b. hasil
ujian sekolah; dan
c. hasil
ujian yang bersifat nasional.
C. Desain dan Instrumen
1. Desain
Desain evaluasi implementasi
kurikulum dapat dilakukan melalui evaluasi yang bersifat kuantitatif dan
kualitatif.
Aspek evaluasi kurikulum
|
Desain
|
Pendekatan
|
|
kuantitatif
|
kualitatif
|
||
Reflektif
|
Analisis iluminatif
berbentuk eksplanasi secara tuntas tentang
|
||
prinsip yang digunakan
|
-
|
v
|
|
Dokumen
|
Analisis diskrepansi
berbentuk kajian
|
||
kesenjangan antara dokumen
dengan implementasi
|
v
|
v
|
|
Implementasi
|
Analisis kontingensi
berbentuk kajian
|
||
kesenjangan antara tuntutan
kurikulum dan kenyataan pembelajaran
|
v
|
v
|
|
Hasil
|
Analisis hasil belajar
(sikap, pengetahuan,
|
||
dan keterampilan) secara
individual dan/atau kelompok.
|
v
|
v
|
2. Instrumen
Instrumen dikembangkan sesuai
dengan desain dan jenis data dan informasi yang akan dikumpulkan.
VI.
MEKANISME PELAKSANAAN
Evaluasi kurikulum dilakukan
melalui mekanisme sebagai berikut:
1. evaluasi
kurikulum pada tingkat nasional;
2. evaluasi
kurikulum pada tingkat daerah; dan
3. evaluasi
kurikulum pada tingkat satuan pendidikan.
Tingkatan evaluasi
|
Inisiator
|
Pelaksana
|
Pengguna
|
Nasional
|
Kemdikbud
Kemenag
|
Unit
utama yang ditunjuk untuk
melaksanakan
|
Kemdikbud Kemenag, dan
pemerintah daerah
|
Daerah
|
Pemerintah daerah, kantor
wilayah kementerian Agama, kantor kementerian agama
|
Unit terkait
|
Kemdikbud, Kemenag, dan
permerintah daerah
|
Satuan pendidikan
|
Unit terkait
|
Kepala sekolah/madrasah
|
Kemdikbud, Kemenag, dan
pemerintah daerah
|
Mekanisme
Tingkatan evaluasi
|
Mekanisme
|
Keterangan
|
Nasional
|
1. Penetapan
kebijakan evaluasi kurikulum
|
Kemdikbud,
Kemenag
|
2. Pembentukan tim kerja
|
||
3. Desain induk evaluasi kurikulum
|
Tim kerja yang ditunjuk
|
|
4. Pelaksanaan evaluasi
|
Unit utama yang ditunjuk
|
|
5. Penyusunan laporan
|
Tim kerja yang ditunjuk
|
|
Daerah
|
1. Penetapan
kebijakan evaluasi kurikulum
|
Pemerintah daerah, kantor
wilayah kementerian Agama,
|
2. Pembentukan tim kerja
|
kantor kementerian agama
|
|
3. Desain induk evaluasi kurikulum
|
Tim kerja yang ditunjuk
|
|
4. Pelaksanaan evaluasi
|
Unit terkait di daerah
|
|
5. Penyusunan laporan
|
Tim kerja yang ditunjuk
|
|
Satuan pendidikan
|
1. Penetapan
kebijakan evaluasi kurikulum
|
Unit terkait di daerah
|
2. Pembentukan tim kerja
|
||
3. Desain induk evaluasi kurikulum
|
Tim kerja yang ditunjuk
|
|
4. Pelaksanaan evaluasi
|
Kepala sekolah/madrasah
|
|
5. Penyusunan laporan
|
Tim kerja yang ditunjuk
|
VII.
PIHAK YANG TERLIBAT
1. Kementerian
Pendidikan dan Kebudayaan;
2. Kementerian
Agama;
3. Pemerintah
daerah;
4. Penyelenggara
pendidikan oleh masyarakat;
5. pendidik dan tenaga kependidikan satuan
pendidikan;
6. Komite
Sekolah; dan
7. Pihak
lain yang relevan.
VIII.
PENUTUP
Pedoman Evaluasi Kurikulum ini
memberikan arahan bagi para pemangku kepentingan untuk melakukan evaluasi
kurikulum. Dengan demikian, kurikulum baik dokumen maupun implementasinya bisa
terpantau kekuatan dan kelemahannya secara periodik. Hasil dari evaluasi
kurikulum dapat digunakan sebagai bahan masukan bagi perumusan kebijakan yang
terkait dengan kurikulum.
MENTERI
PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
REPUBLIK
INDONESIA,
MOHAMMAD
NUH
Tidak ada komentar:
Posting Komentar